MerahPutih.com - DPR RI secara kelembagaan belum mengadakan rapat kerja (Raker) dengan pihak Pemerintah terkait agenda kebijakan pembatasan ataupun penyesuaian harga BBM bersubsidi. Hingga kini tidak ada persetujuan Komisi VII DPR RI atas rencana Pemerintah untuk menaikan harga BBM bersubsidi.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengakui memang ada usulan dari beberapa anggota agar Komisi VII mengadakan Raker khusus membahas persoalan pembatasan ataupun penyesuaian harga BBM bersubsidi. Namun ini masih sebatas usulan.
Baca Juga:
Cabut Izin SPBU Yang Jual Pertalite Pada Pengendara Mobil Mewah
"Sehingga, sampai saat ini tidak ada satu kalimat pun dalam kesimpulan raker atau catatan rapat tentang persetujuan Komisi VII DPR RI terkait dengan penyesuaian harga BBM bersubsidi," kata Mulyanto dalam keterangannya, Minggu (28/8).
Politikus PKS ini mengatakan, Raker Komisi VII dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada Rabu 24 Agustus 2022 hanya membahas evaluasi laporan keuangan anggaran tahun 2021 dan progres anggaran tahun 2022.
Adapun kesimpulan Raker Komisi VII dengan Menteri ESDM adalah mendesak untuk merealisasikan kesimpulan Raker sebelumnya, yakni penambahan kuota BBM bersubsidi untuk tahun 2022, dimana untuk kuota solar menjadi 17 juta KL dan kuota Pertalite menjadi 28 juta KL.
Sebab diperkiraan kuota BBM bersubsidi ini akan habis pada bulan Oktober 2022. Untuk diketahui, kuota Pertalite dan solar untuk tahun 2022 masing-masing sebesar 23 juta kilo liter dan 15 juta kilo liter.
Baca Juga:
Harga Pertalite dan Solar Dikabarkan Bakal Naik, Ketahanan Stok di Atas 19 Hari
Lebih lanjut ia mengungkapkan, fraksi PKS dengan tegas menolak rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut. Pihaknya lebih menyarankan agar pemerintah melaksanakan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi kepada mereka yang benar-benar berhak.
Dari hasil simulasi Pertamina, pembatasan subsidi hanya untuk kendaraan roda dua, angkot dan angkutan sembako akan dapat menghemat anggaran subsidi sebesar 69 persen. Penghematan itu menurutnya lumayan baik.
Apalagi, lanjutnya, jika langkah tersebut dikombinasikan dengan pengawasan yang lebih ketat, agar tidak terjadi kebocoran BBM berubsidi baik berupa ekspor ilegal ke negara tetangga, penimbunan, perembesan ke sektor pertambangan maupun sektor industri.
"Strategi pembatasan dan pengawasan tersebut diperkirakan akan dapat mengendalikan volume distribusi BBM bersubsidi," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
Pertamina Diminta Transparan soal Ketidaksesuaian Stok dan Fakta Pertalite