MerahPutih.com - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra divonis pidana 2 tahun dan 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Djoko Tjandra dinyatakan terbukti bersalah menyuruh melakukan tindak pidana memalsukan surat secara berlanjut.
"Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama, menjatuhkan pidana terhadap Joko Soegiarto Tjandra dengan pidana penjara dua tahun dan 6 bulan," kata hakim saat membacakan putusan, Selasa (22/12).
Dalam menjatuhkan putusannya, hakim mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal memberatkan, hakim menilai Djoko melakukan tindak pidana saat dirinya masih berstatus buron dalam kasus hak tagih (cassie) Bank Bali.
Baca Juga:
Djoko Tjandra Keberatan Sempat Dimintai Rp25 Miliar untuk Urus Red Notice di Polri
Djoko Tjandra juga dinilai membahayakan kesehatan masyarakat lantaran melakukan perjalanan tanpa melakukan tes COVID-19. Sementara itu untuk hal meringankan, Djoko Tjandra dinilai sopan, menyesali perbuatannya, dan sudah berusia lanjut.
Perkara surat jalan dan dokumen palsu ini bermula saat Djoko Tjandra yang saat itu berstatus buron kasus hak tagih Bank Bali berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange, Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan itu terjadi pada November 2019.
Djoko Tjandra berniat memakai jasa Anita Kolopaking untuk menjadi kuasa hukumnya. Dia meminta bantuan kepada Anita untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
"Saat itu, saksi Anita Kolopaking menyetujui, untuk itu dibuatlah surat kuasa khusus tertanggal 19 November 2019," ungkap jaksa Yeni Trimulyani membacakan surat tuntutan di PN Jakarta Timur, Jumat (4/12).

Kemudian pada April 2020, Anita yang sudah menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra, mendaftarkan upaya hukum PK di PN Jakarta Selatan. Namun permohonan PK itu ditolak, karena Djoko Tjandra diminta untuk hadir langsung ke pengadilan.
"Permohonan PK ditolak oleh pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012," kata jaksa.
Djoko Tjandra yang saat itu berada di luar negeri tidak ingin diketahui keberadaannya. Dia meminta Anita Kolopaking untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan teman dekatnya, Tommy Sumadi. Tommy lantas mengenalkan Anita Kolopaking dengan Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra mempercayakan hal tersebut kepada saksi Tommy Sumardi di mana selanjutnya saksi Tommy Sumardi yang sebelumnya sudah kenal dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo memperkenalkan saksi Anita Dewi A Kolopaking dengan saksi Brigjen Prasetijo Utomo," kata jaksa Yeni.
Baca Juga:
Djoko Tjandra Seret Nama Eks PM Malaysia di Sidang Suap Red Notice
Anita Kolopaking membicarakan soal keinginan kliennya kepada Brigjen Prasetijo. Merespons permintaan itu, Prasetijo mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus corona.
Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia melalui Bandara Supadio Pontianak. Kemudian, Djoko Tjandra akan menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta dengan menggunakan pesawat sewaan.
"Penggunaan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19 dan surat rekomendasi kesehatan yang tidak benar tersebut merugikan Polri secara imateriil. Karena hal itu mencederai dan mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia secara umum, mengingat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak 2009," tandasnya. (Pon)
Baca Juga:
Perantara Suap Djoko Tjandra, Tommy Sumardi Dituntut 1,5 Tahun Penjara