Dituding 'Bekingi' Mafia Tanah, Ini Penjelasan Polda Metro Jaya

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Senin, 08 Maret 2021
Dituding 'Bekingi' Mafia Tanah, Ini Penjelasan Polda Metro Jaya
Ilustrasi sertifikat tanah. Foto: Istimewa

Merahputih.com - Polda Metro Jaya mengklarifikasi tudingan adanya salah satu Sub Direktorat yang membekingi mafia tanah dalam perkara sengketa sebidang tanah di Kembangan Raya, Jakarta Barat. Polda Metro Jaya menegaskan tudingan itu tidak benardan dalam hal ini pihaknya menyidik perkara tersebut secara profesional.

"Ini perlu kami luruskan, supaya teman-teman media, masyarakat juga tahu seperti apa penanganan yang kita lakukan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan di Jakarta, Senin (8/3).

Yusri menjelaskan kasus ini bermula dari penanganan terkait tanah di Kembang Raya, Jakarta Barat seluas 7.995 meter persegi. Kasus ini sudah lama, bahkan sudah digugat secara perdata pada tahun 2002.

Baca Juga

Polda Bentuk Satgas Anti Mafia Tanah

"Proses perdatanya sudah berjalan dan sudah selesai. Bahkan ada kesepakatan ketiga belah pihak di sini yang bersengketa," kata Yusri.

Di sisi lain, Polda Metro Jaya menerima laporan berkaitan sengketa tanah itu sekitar 6 bulan lalu di tahun 2020.

Dalam kesempatan yang sama, Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat meluruskan tudingan 'Polda Metro bekingi mafia tanah'. Tubagus menegaskan bahwa pihaknya melakukan penyidikan terkait adanya laporan polisi, bukan membekingi.

"Dasarnya yang disebut 'back up mafia tanah', yang dilakukan Polda Metro adalah melaksanakan adanya laporan polisi. Laporan polisi tentang Pasal 167 KUHP, kemudian ada 170, 406 dan 335, tapi muaranya utamanya ada di Pasal 167 KUHP," jelas Tubagus.

Untuk menindaklanjuti laporan ini yang perlu dilakukan pertama oleh penyidik adalah mengecek siapa yang berhak atas tanah tersebut berdasarkan dokumen.

"Berhak kah orang ini laporan? Berhak kah orang yang menduduki terhadap lahan itu? Kemudian dilakukan penelusuran terhadap siapakah yang berhak terhadap lahan tersebut," papar Tubagus.

Ilustrasi sertifikat tanah. Foto: Istimewa

Setelah melakukan pendalaman sedemikian rupa, Polda Metro menemukan 2 produk dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Setifikat awalnya atas nama PT P. Kemudian berdasarkan surat Skep SK Kanwil DKI Jakarta ada pembatalan. Kemudian terhadap SK pembatalan itu dikeluarkan SK menteri yang menganulir pembatalan tersebut, sehingga hak itu balik lagi kepada PT P berdasarkan sertifikat.

PT P dalam struktur perkara adalah sebagai pelapor, Polda Metro Jaya menindaklanjuti laporan tersebut. "Jadi bukan mem-back up, tetapi menindaklanjuti laporan polisi. Laporan dikeluarkan oleh yang berhak, haknya timbul karena adanya surat keputusan Menteri ATR," sambungnya.

Tubagus juga mengklarifikasi tuduhan menetapkan tersangka tanpa melakukan pemeriksaan sebagai saksi terlebih dahulu.

"Saya jawab, bahwa penetapan tersangka didasarkan kepada dua alat bukti, minimal. Alat bukti tersebut sudah dilakukan gelar perkara, sehingga ditetapkan sebagai tersangka," katanya.

Baca Juga

Dilaporkan Hadi, Polisi Janji Periksa Muannas

Terhadap penetapan tersangka ini, Polda Metro Jaya digugat melalui praperadilan. Namun, gugatan tersangka ditolak. Artinya, penetapan tersangka sudah diuji di pengadilan negeri, dianggap tidak memenuhi persyaratan.

"Terhadap penetapan tersangka D sudah diuji di praperadilan di PN Jaksel dan sudah ditolak permohonannya, ditutup perkaranya," ujarnya.

Tubagus juga mengklarifikasi tudingan bahwa tersangka diperiksa dalam keadaan sakit. "Kata 'sakit' di sini harus diartikan secara jelas bahwa yang bersangkutan tidak bisa, kondisinya saat itu tidak bisa diperiksa, benar," ungkap Tubagus.

Tubagus juga meluruskan bahwa pihaknya menetapkan tersangka berdasarkan alat bukti yang diklaim palsu oleh pihak tersangka. "Dasar penyidikan kita menggunakan produk negara yang resmi," ucap Tubagus.

Kasus ini masih berlanjut di kepolisian. Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan D sebagai tersangka karena memasuki pekarangan orang tanpa izin.

Sekedar informasi, anggota subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya diduga membackup aksi mafia tanah dan bersekongkol dengan sindikat properti, ahli waris kemudian melaporkan penyidik Resmob PMJ ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.

Baca Juga

Kapolda Metro Pastikan Sindikat Mafia Tanah di Ibu Kota Bakal Diberantas

Kasus mafia tanah tersebut terkait sengketa sebidang tanah seluas 7.999 meter persegi di daerah Kembangan, Jakarta Barat, senilai sekitar Rp 100 Miliar. Kuasa ahli waris, Charles Ingkiriwang menduga, Resmob Polda Metro sudah mengambil alih lahan secara paksa dan sewenang-wenang.

Ia menyebut, penyidik berdalih ada surat SK dari Menteri Pertanahan BPN untuk mengosongkan lahan tersebut dan status quo. Namun, setelah dikosongkan, malah langsung diserahkan ke pihak lain lawan kami yakni, PT Proline Finance Indonesia. "Kami menganggap tindakan polisi itu merupakan tindakan premanisme," kata Charles. (Knu)

#Sertifikat Tanah #Mafia Tanah
Bagikan
Bagikan