TAK mudah mempertemukan ekosistem industri kesehatan Tanah Air. Selain jumlahnya tak sedikit, beberapa fasilitas kesehatan berada di lokasi sulit dijangkau bahkan tak ada akses internet.
Di tengah kendala tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia melalui Digital Transformation Office (DTO) mengumumkan implementasi roadmap transformasi industri kesehatan, termasuk digitalisasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dapat rampung diwujudkan di tahun 2024.
Baca juga:
Integrasi sistem dan agregasi data pasien pada program tersebut kelak dapat diakses pasien dari setiap puskesmas, klinik, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan secara nasional. Namun, realisasi program transformasi tersebut memiliki tantangannya sendiri, terutama dari kesiapan klinik di berbagai daerah.
Guna memberikan solusi atas tantangan nasional di atas, Klinik Pintar menggelar pertemuan Silaturahmi Klinik Berdaya dengan pemilik klinik, dokter praktik mandiri, dan pemangku kepentingan untuk berdiskusi lebih jauh soal digitalisasi klinik dan berbagai tantangan klinik dalam menghadapi era transformasi kesehatan di Indonesia.

Acara bertema “Peningkatan Layanan Kesehatan melalui Pemberdayaan Klinik di Indonesia” tersebut turut dihadiri Ketua IDI Cabang Riau dan Pekanbaru, Ketua PDUI Komisariat Pekanbaru, Ketua ASKLIN wilayah Riau dan Pekanbaru, serta Kepala Dinas Kesehatan Pekanbaru.
“Data kesehatan kita sebagian besar masih belum updated dan tidak konsisten. Pandemi COVID-19 semestinya mengajarkan kita tentang pentingnya digitalisasi terutama di sektor Primary Care sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, namun sayangnya masih banyak klinik belum siap go digital," kata CEO Klinik Pintar Harya Bimo seturut keterangan resmi diterima Merahputih.com.
Baca juga:
Klinik, lanjut Haryo, memang punya beragam tantangan, seperti pengembangan usaha, akreditasi, dan standardisasi layanan membuat digitalisasi klinik semakin sulit terjadi.
Melalui riset Klinik Pintar di wilayah Pekanbaru, beberapa permasalahan utama dihadapi klinik, mencakup Strategi Pengembangan Bisnis dan Layanan (29,8%), Akreditasi dan Standardisasi Layanan Klinik (19,3%), serta Peningkatan Kualitas SDM Klinik (12,5%). Permasalahan lain juga ditemukan, antara lain Sistem Pengelolaan Uang dan Perpajakan (8,8%) dan Pengadaan Obat Terjangkau (7,1%).
Permasalahan layanan primer khususnya klinik, menurut Ketua Asosiasi Klinik (ASKLIN) wilayah Riau dan Pekanbaru dr. Nuzelly Husnedi, menjadi fokus bersama bagi asosiasi fasilitas kesehatan agar bisa sama-sama berdaya.

“Klinik sebagai bagian dari layanan primer harus bisa berdaya dari segi sumber daya manusia maupun dari manajerial bisnis. Penguatan layanan primer merupakan faktor penting dalam membangun ekosistem kesehatan di Indonesia," kata Nuzelly.
Momentum acara silaturahmi klinik berdaya tersebut, lanjutnya, harus dimanfaatkan ASKLIN, IDI, Dinas Kesehatan, pemilik dan pengelola klinik, serta seluruh stakeholder kesehatan tingkat pratama di Pekanbaru untuk berbenah dan segera menyiapkan diri untuk digitalisasi dan transformasi industri kesehatan.

Acara Silaturahmi Klinik Berdaya usungan Klinik Pintar tersebut akan digelar di beberapa kota di Indonesia. Kunjungan ke Pekanbaru diikuti lebih dari 100 peserta mayoritas pemilik dan pengelola Klinik Pratama dan Utama di daerah Pekanbaru dan sekitarnya.
Dalam acara ini, diggelar sesi diskusi panel dengan beragam pokok bahasan, mulai dari layanan primer di Indonesia, peluang dan tantangan dihadapi para pemilik klinik, serta digitalisasi klinik di Indonesia. Para pemilik klinik pun berkesempatan untuk melakukan konsultasi langsung dengan Klinik Pintar lewat sesi Curhat Klinik. (*)
Baca juga: