Diabadikan Jadi Nama Jalan, 'Kepoin' Sepak Terjang Haji Darip Jawara Betawi

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Selasa, 21 Juni 2022
Diabadikan Jadi Nama Jalan, 'Kepoin' Sepak Terjang Haji Darip Jawara Betawi
Haji Darip diabadikan jadi nama jalan di Jakarta Timur. (Foto: MP/Fikri)

JALAN Raya Bekasi hingga simpang Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jakarta Timur, tampak berbeda. Plang jalan berubah. Kini, berganti jadi Jalan Haji Darip. Penggantian nama jalan tersebut jadi bagian dari lima perubahan nama jalan di Jakarta Timur.

Selain Jalan Haji Darip, terdapat Jalan Haji Bokir bin Djiun menggantikan Jalan Raya Podok Gede, Keramat Jati, lalu ada Jalan Mpok Nori menggatikan plang Jalan Raya Bambu Apus, kemudian Jalan Entong Gendut menggantikan Jalan Batu Ampar, Condet, dan Jalan Rama Ratu Jaya menggantikan nama Jalan Banjir Kanal Timur sisi barat.

Baca juga:

Kisah Pembunuhan Keji Dua Pahlawan Revolusi dari Yogyakarta

Pengubahan nama jalan tersebut, menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, memfasilitasi peristiwa penting dalam perjalanan bangsa dan negara Indonesia di Jakarta, khususnya budaya Betawi sebagai salah satu unsur di dalamnya.

"Masyarakat Betawi ini memfasilitasi terjadinya proses persenyawaan antar-unsur berbagai bangsa nan terjadi di kota ini," ujar Anies, dikutip Antara.

Pemasangan plang nama Haji Darip memang membuat dahi Generasi Z berkerut sebab tak tahu siapa sosoknya. Bahkan, tak banyak buku sejarah di sekolah mematri namanya sebagai salah satu aktor penting kelaskaran pada masa revolusi di Jakarta tahun 1945.

Anak bungsu pasangan jawara silat asal Klender bernama Haji Kurdin dan Hajah Nyai Mai kelahiran 1886 tersebut sejak kecil acap dipanggil Mad Arif lalu Madarif lantas saat dewasa menjadi Darip.

Darip nan sejak kecil menempuh pendidikan agama dan belajar silat atau maen pukulan kemudian dikenal sebagai jawara dengan wilayah kekuasannya meliputi Klender, Jatinegara, serta Pulo Gadung.

Bukan sekali dua kali Darip masuk bui di masa pemerintahan Hindia Belanda lantaran terlibat perkelahian lantaran membela nasih sesama Bumiputera. Bahkan, di masa Pendudukan Jepang, Darip begitu miris melihat kelakuan militer Jepang berbuat seenaknya terhadap Bumiputera.

“Apalagi setelah saya melihat bagaimana Jepang memperlakukan kaum perempuan kita. Gadis-gadis tersebut hanya sebagai pemuas nafsu mereka,” kata Haji Darip dikutip Soibah Hasni Fitrida pada skripsi berjudul "Dari Klender Sampai Purwakarta Perjuangan Haji Darip Dalam Mempertahankan Kemerdekaan 1945-1947".

Persentuhan Darip dengan tokoh pemuda progresif, seperti Sukarni, Kamaludin, Pandu Kartawiguna, dan Syamsudin membawanya ke babak baru dalam perjuangan menentang penjajahan.

Darip membentuk organisasi bernama Barisan Rakyat (BARA) pada Oktober 1945. BARA berkali-kali merepotkan pasukan Inggris di Klender pada 13 Oktober 1945.

haji darip
Haji Darip berpidato di depan masyrakat Klender. (Foto: YouTube/Video Sejarah Langka)

Pertahanan rakyat Klender pada saat itu dibekali senjata tradisional, seperti golok, bambu runcing, parang, dan kekuatan fisik. Mereka juga memiliki senjata modern seperti pistol, senapan, dan granat dari hasil melucuti tentara-tentara Jepang ketika melakukan penyerbuan ke tangsi-tangsi mereka di Pangkalan Jati, Pondok Gede, dan Cipinang Cimpedak.

Berbekal senjata tersebut, para pejuang berhasil memukul mundur pasukan Inggris. Bahkan, Klender menjadi kawasan paling sulit ditembus baik pasukan Sekutu maupun NICA. Pasukan NICA tertahan di daerah Jatinegara tak bisa melaju jauh karena diadang pasukan Haji Darip.

Baca juga:

Bang Pi`ie Kecil-Kecil Buaya Pasar Senen

Kekuatan BARA atau pasukan Haji Darip mengakar dari para pemuda di kampung sekitar Klender, gelandangan, dan narapidana. Mantan narapidana tersebut awalnya menjalani hukuman puluhan tahun penjara karena membunuh. Mereka dibebaskan dari penjara Cipinang ketika penjara tersebut didatangi Haji Darip. Anggota pasukan berani mati tersebut lantas bertugas untuk memonitor situasi dan kegiatan musuh di dalam kota.

Sudah menjadi rahasia umum saat itu Haji Darip mempunya kemampuan kebatinan seperti biasa dimiliki para jawara. Di masa perjuangan kemerdekaan, anggota pasukannya dibekali dengan semacam jimat atau bacaan wiridan membuat tubuh menjadi kebal terhadap terjangan peluru dan senjata tajam.

“Haji Darip merestui mereka dengan memandikannya lalu mencoba kekuatan dengan membacok-bacokkan golok pada tubuh mereka. Ternyata tidak mempan. Mereka sudah dibikin kebal,” dikutip dari Majalah Dewi 1978.

Haji Darip, Si Jago dari Tanah Klender
Haji Darip bersama kedua anaknya. (Foto: YouTube/Video Sejarah Langka)

Setelah tidak lagi mempertahankan Klender, Haji Darip dan barisan perjuangan lain terpaksa mundur ke arah timur. Dari Klender, pasukan Haji Darip mundur ke Pulo Gadung, lalu Cakung, Cikarang, Tambun, Bekasi, Karawang, Cikampek, dan akhirnya membuka front di Purwakarta.

Ketika di Cikarang, Haji Darip mengganti nama pasukannya dari BARA menjadi BPRI (Badan Pemberontakan Republik Indonesia), bagian dari BPRI Poesat Djakarta.

Pada 1947, Haji Darip sempat tertangkap saat melewati hutan untuk menghindari pertemuan dengan tentara Belanda. Di sel polisi Kebayoran, Haji Darip sempat mendapat penyiksaan sebelum kemudian dipindahkan ke penjara Glodok.

Saat bebas di 1949, Darip memutuskan untuk tidak kembali menggabungkan diri ke kesatuan nan ditinggalkannya selama menjalani hukuman penjara. Ia justru kembali ke kampung halamannya di Klender dan memulai hidup layaknya masyarakat pada umumnya.

Haji Darip juga aktif mengajarkan ilmu bela diri sifatnya tertutup, hanya diajarkan kepada keturunan dan keluarga dekatnya.

Sebagai seorang nan pernah ikut berjuang di masa perang kemerdekaan, ia tercatat sebagai anggota Dewan Harian Angkatan 45 DKI Jakarta. Haji Darip sebagai anggota legiun veteran menerima uang tunjangan pensiun dari pemerintah sebesar kurang lebih Rp 2.070 di 1974.

Pada 13 Juni 1981 tepatnya pukul 01.00 WIB, Haji Darip tutup usia. Sebelumnya, ia sering menderita sakit kepala sebagai akibat dari penyiksaan-penyiksaan didapat ketika menjadi tahanan. Gangguan sakit kepala itu di hari tuanya semakin sering kambuh, meski sudah melakukan perawatan ke dokter.

Atas permintaan teman-teman seperjuangannya di kesatuan Dewan Harian Angkatan 45 DKI Jakarta, Haji Darip diminta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun, permintaan tersebut ditolak pihak keluarga dan kemudian dimakamkan di Pekuburan Umum Tanah Koja, Klender. (*)

Baca juga:

Panduan Memahami Sebutan Kain Nusantara Kala Lampau

#Juni +62 Saatnya Unjuk Gigi #Sejarah #Wisata #Suku Betawi
Bagikan
Bagikan