MerahPutih.com - Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap menolak adanya sistem proporsional tertutup pada pemilihan umum (pemilu).
Mereka beranggapan, sistem proporsional terbuka dalam pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) memiliki derajat keterwakilan yang baik.
Ini karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung dan dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya.
Pernyataan ini disampaikan oleh anggota Komisi III Supriansa dalam sidang kelima uji materiil UU Pemilu yang digelar pada Kamis (26/1) di Ruang Sidang Pleno MK.
Baca Juga:
ICW Sebut Sistem Proporsional Tertutup Buka Ruang Nepotisme Internal Parpol
Supriansa yang mewakili DPR mengatakan, sistem proporsional terbuka pemilu wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Hal itu sebagaimana diamanatkan pula dalam Pasal 22E ayat (1) UUD RI 1945.
Menurutnya, Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu mewujudkan cita-cita hukum tersebut serta pemilu diharapkan dapat lebih menjamin prinsip keterwakilan.
Artinya, setiap warga negara Indonesia dijamin memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat.
Sehingga pemilu yang terselenggara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan wakil rakyat yang berkualitas dapat dipercaya.
"Dewan dapat menjalankan fungsi kelembagaan legislatif secara optimal,” tegas Supriansa.
Menurut Supriansa, penyelenggaraan pemilu yang baik dan berkualitas meningkatkan derajat kompetensi yang sehat, partisipasi aktif dan keterwakilan yang makin kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Melalui sistem proporsional terbuka serta diaturnya frasa “tanda gambar partai politik, nomor urut parpol, dan nama calon anggota DPR dan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/lota" pada pasal-pasal a quo UU Pemilu yang diujikan oleh para pemohon justru telah memberikan kejelasan dan kesempatan yang luas terhadap masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Ia meyakini, diberlakukannya sistem proporsional terbuka telah mengembalikan kedaulatan kepada rakyat untuk memilih secara langsung dan menentukan pihaknya terhadap caleg dengan suara terbanyak.
Hal tersebut akan menciptakan suatu keadilan tidak hanya bagi anggota legislatif, melainkan juga bagi rakyat dalam menggunakan hak pilihnya.
"Meskipun ia tidak bergabung sebagai anggota parpol peserta pemilu,” urai Supriansa.
Baca Juga:
Sistem Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup Urusan DPR
Menurut Supriansa, sistem proporsional terbuka akan menyebabkan pemenang seorang anggota legislatif tidak bergantung kepada kebijakan parpol peserta pemilu. Namun, didasarkan kepada seberapa besar dukungan rakyat yang diberikan kepada calon tersebut.
Ia memaparkan, MK melalui pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 telah memperkuat penerapan sistem proporsional terbuka dengan menyatakan bahwa Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan agar penyelenggaraan pemilu lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-luasnya atas prinsip demokrasi langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil harus menjadi landasan utama dalam penyelenggaraan pemilu.
Selain itu, dapat menjadi landasan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan dalam UU Pemilu agar penyelenggaraan pemilu dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian, rakyat sebagai subjek utama dalam prinsip kedaulatan rakyat tidak hanya ditempatkan sebagai objek pemilu dalam mencapai kemenangan semata.
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPR provinsi, DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Adanya keinginan rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang diajukan oleh parpol dalam pemilu sesuai dengan kehendak dan keinginannya dapat terwujud harapan dan wakil rakyat terpilih tersebut juga tidak hanya mementingkan parpol.
"Tetapi mampu membawa aspirasi rakyat pemilih,” papar Supriansa.
Supriansa menambahkan dengan sistem proporsional terbuka rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif dan dipilih, maka akan sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih, yaitu calon yang memperoleh suara terbanyak atau dukungan rakyat yang paling banyak.
Dengan diberikan hak kepada rakyat secara langsung untuk memilih dan menentukan pilihannya terhadap calon anggota DPR, DPR provinsi, DPRD kabupaten/kota dengan suara terbanyak di samping memberi kemudahan kepada pemilih dalam menentukan pilihannya juga lebih adil. (Knu)
Baca Juga:
KPU Pastikan Pemilu 2024 Gunakan Sistem Proporsional Terbuka