Desa Wisata Jamu Kiringan, Mempertahankan Tradisi di Tengah Gerusan Modernitas

Muchammad YaniMuchammad Yani - Minggu, 18 Februari 2018
Desa Wisata Jamu Kiringan, Mempertahankan Tradisi di Tengah Gerusan Modernitas
Mbok Darmi sedang meracik jamu di Festival Minum Jamu. (MP/Teresa Ika)

Siapa yang suka minum jamu? Jamu sudah tak asing lagi bagi warga Indonesia. Racikannya kini sudah bisa ditemui dihampir seluruh sudut kota.

Jika Anda gemar minum jamu racikan asli khas Indonesia, berkunjunglah ke Desa Jamu Kiringan, Jetis, Bantul Yogyakarta. Di Desa ini anda bisa melihat langsung proses peracikan jamu oleh mbok-mbok jamu handal.

Hampir 80 persen penduduk desa berprofesi sebagai tukang jamu alias berjualan jamu. Hampir semua ibu-ibu di sini berjualan jamu turun temurun. Setiap pagi, mereka biasa menjajakan jualannya dengan sepeda motor atau sepedah kayuh sederhana keliling desa. Bagi ibu-ibu yang energik, wilayah jualan mereka bisa lebih jauh lagi keluar dari desa Kleringan.

Sutrisno, salah seorang pemandu wisata Desa Kiringan menceritakan awalnya hanya satu orang warga yang berjualan jamu. "Sekitar tahun 1950an, ada salah seorang warga di sini diajarin resep jamu sama seorang abdi dalem. Terus dia mencoba menjualnya di sekitar. ternyata laris manis di pasaran," kata Sutrisno ditemui di acara Festival Minum Jamu 2018 beberapa waktu lalu.

Usaha warga itu pun semakin lama semakin besar. Akhirnya warga sekitar ikut belajar membuat jamu dan ikutan berjualan jamu. Kini ada sekitar 132 warga yang berprofesi sebagai penjual jamu keliling. Sebagian besar adalah ibu-ibu.

"Lama kelamaan tidak hanya jualan jamu tapi juga mengadakan kursus atau memberi pelatihan pembuatan jamu. Akhirnya terbentuklah desa wisata jamu," tutur pria yang juga berprofesi sebagai penjual jamu dan guru kursus jamu ini.

Jamu modern yg dihasilkan warga desa Keringan (Sumber: Facebook)
Jamu modern yg dihasilkan warga desa Keringan (Sumber: Facebook)

Mereka berjualan jamu dalam dua bentuk. Pertama yang masih tradisional yakni berbentuk cairan yang diracik langsung dengan menggunakan tangan. Jamu ini hanya bertahan 1-3 hari.

Kedua jamu modern instan berbentuk bubuk atau cair yang sudah dimasukkan ke dalam botol atau kemasan. Jamu modern ini bisa bertahan lebih dari satu minggu.

Sayangnya, Sutrisno mengaku minat berjualan jamu tak menurun pada anak muda. Sebagian besar anak muda yang bersekolah hingga tingkat sarjana memilih menjadi apoteker atau pekerja kantoran. "Ada beberapa yang masih membantu ibunya berjualan jamu. tapi sedikit. Biasanya mereka fokus bantu promosi dan jualan via online,"kata pria yang sudah berjualan jamu sejak tahun 1997an.

Sudarmi salah seorang penjual jamu di desa kelingan mengaku enjoy dengan profesinya saat ini. Ia berjualan jamu sejak tahun 81 usai melahirkan anak pertamanya. Setiap hari ia berjualan jamu dengan sepeda motor.

"Jamu yang laris di sini ada Uyup Kuyup untuk memperlancar ASI ibu setelah melahirkan. Juga Sehat Lelaki, dan Purwoceng untuk bapak-bapak. Kalau untuk wanita yang laris itu jamu galian Singset," bebernya.

Dari kawasan Malioboro, Anda bisa menuju ke sana dengan mobil atau kendaraan roda dua sekitar 20-30 menit. Arahnya dari kawasan Malioboro ambil ke Selatan, ke jalan Brigjen Katamso- Jalan Parang Tritis. Letak desa dekat dengan Jalan Parangtritis Km 17.

Wisatawan yang hendak berkeliling desa wisata Kiringan ini cukup membayar Rp35 ribu saja. Dengan biaya tersebut, para pemandu akan mengajak wisatawan berkeliling desa. Pelancong akan dijelaskan proses pembuatan jamu serta melihat langsung para mbok-mbok meracik ramuan jamu. Para pelancong juga akan diajak untuk melihat kebun yang ditanami rempah-rempah dan bahan-bahan penyusun jamu.

"Pastinya pengunjung juga bisa dapat welcome drink jamu asli bikinan warga Kiringan," kata Sutrisno.

Pengunjung yang ingin benar-benar merasakan live in sebagai tukang jamu, bisa menginap dengan menyewa homestay. Sutrisno mengatakan warga menyiapkan homestay dengan harga inap mulai dari Rp150 ribu per kamar per malam. Tertarik mencoba wisata budaya? (*)

Berita ini merupakan laporan Teresa Ika, kontributor Merahputih.com, untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

#Kampung Unik #Jamu #Wisata Yogyakarta
Bagikan
Ditulis Oleh

Muchammad Yani

Lebih baik keliling Indonesia daripada keliling hati kamu
Bagikan