MerahPutih.com - Pengusutan aliran dana mencurigakan dari oknum yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) memasuki babak baru.
Densus 88 langsung bergerak usai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dugaan transaksi keuangan secara individu dari karyawan Aksi Cepat Tanggap ke penerima yang diduga berafiliasi dengan organisasi terlarang.
"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Kamis (7/7).
Baca Juga:
Kaget Izinnya Dicabut Kemensos, ACT Klaim Selalu Kooperatif
PPATK sendiri telah mengirimkan data transaksi mencurigakan yang diduga terindikasi pendanaan terorisme. Sebab, aliran dana tersebut dilakukan ke beberapa negara berisiko tinggi.
Aswin mengatakan hal tersebut hanya bersifat penyampaian informasi. Sehingga, menurut Aswin, perlu dilakukan verifikasi lebih lanjut oleh Densus 88.
"Data yang dikirim oleh PPATK bersifat penyampaian informasi kepada stakeholder terkait untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut," ujar Aswin.
Diketahui, belakangan muncul dugaan penyelewengan dana donasi di lembaga tersebut.
"PPATK sudah menerima laporan dari penyedia jasa keuangan terkait dengan hal tersebut sejak beberapa tahun lalu dan kami sudah melakukan analisis transaksi," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Tak hanya itu, menurut Ivan, pihaknya menemukan aliran dana ACT ke luar negeri.
Baca Juga:
Bareskrim Polri Mulai Selidiki Pengelolaan Dana ACT
Hanya saja, Ivan tak memerinci negara dan pihak penerima dana tersebut.
"Ada juga dana aliran ke luar negeri," katanya.
Dari analisis yang dilakukan, PPATK menemukan indikasi penggunaan untuk kepentingan pribadi.
Tak hanya itu, PPATK juga menemukan indikasi penggunaan dana untuk aktivitas terlarang.
"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," katanya.
Bahkan, kata Ivan, dugaan aktivitas terlarang itu mengarah kepada aksi terorisme.
Untuk itu, PPATK sudah menyerahkan hasil analisis transaksi keuangan itu ke aparat penegak hukum, seperti Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Transaksi mengindikasikan demikian (terorisme) namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," ujarnya. (Knu)
Baca Juga:
Kasus ACT Jadi Momentum DPR Perbaiki Regulasi Lembaga Filantropi