MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta tidak berpihak dalam Pemilu 2024. Pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengatakan sebagai kepala negara Jokowi seharusnya memainkan perannya sebagai wasit.
"Akhirnya, Presiden Jokowi terus terang mengakui. Beliau cawe-cawe, tidak akan netral, dalam Pilpres 2024," kata Denny dalam keterangannya, Rabu (31/5).
Baca Juga
Cawe-cawe Jokowi Dikhawatirkan Gunakan Kekuasaan untuk Menangkan Capres Tertentu
Denny menyatakan, pesta demokrasi 2024 seharusnya berjalan adil untuk semua pihak. Ia tak menginginkan, Presiden Jokowi yang diibaratkan sebagai wasit mendukung Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto, sambil berusaha mendiskualifikasi Anies Baswedan.
Sebab, menurut Denny, Presiden yang tidak netral, melanggar amanat konstitusi untuk menjaga pemilu yang jujur dan adil. Dia menyebut cawe-cawe Presiden Jokowi yang nyata saat membiarkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko 'mencopet' Partai Demokrat.
"Saya meminjam istilah copet dari Romahurmuziy PPP. Saya berpendapat, Jokowi seharusnya tidak membiarkan Partai Demokrat dikuyo-kuyo Kepala Stafnya sendiri," ungkapnya.
Menurut Denny, Jokowi tak bisa dikatakan tidak tahu. Sebab, ada anak buah mencopet, Presiden bukan hanya harus marah tetapi harus memecat Moeldoko.
"Jokowi tidak bisa mengatakan pencopetan partai sebagai hak politik Moeldoko. Mencopet partai yang sah adalah kejahatan," ujarnya.
Baca Juga
Jokowi Cawe-Cawe Pemilu agar Pemimpin Selanjutnya Jalankan Program Belum Tuntas
Terlebih, ada informasi yang menyebut upaya hukum peninjauan kembali (PK) Moeldoko sudah diatur siasat menangnya. Perkara itu, kata Denny, akan ditukar guling dengan dugaan korupsi yang menjerat petinggi Mahkamah Agung.
"Ada sobat advokat yang dihubungi para tersangka korupsi yang sedang berkasus di KPK. Para terduga mafia kasus di MA tersebut mengatakan, mereka dijanjikan dibantu kasusnya dengan syarat, memenangkan PK Moeldoko di MA," ungkapnya.
Denny pun mengutarakan, tidak ditahannya Sekretaris MA Hasbi Hasan adalah indikasi kuat adanya upaya pengaturan tukar guling perkaranya di KPK, dengan pemenangan PK Moeldoko di MA.
Ia memandang, cawe-cawe Jokowi lewat tangan Moeldoko yang diduga mencopet Demokrat, adalah kejahatan yang mestinya membuka pintu pemecatan presiden.
Ia mencontohkan, di Amerika Serikat Presiden Richard Nixon harus mundur untuk menghindari proses impeachment, karena skandal watergate, ketika kantor Partai Demokrat Amerika dibobol untuk memasang alat sadap di masa kampanye. Karena itu, Jokowi bukan hanya memasang alat sadap, tetapi melalui Moeldoko, berusaha mencopet Partai Demokrat.
"Bayangkan, demi menggagalkan pencalonan Anies Baswedan, Presiden Jokowi sampai tega membajak partainya Presiden Ke-6 SBY. Rasa-rasanya, Ibu Megawati tidak mau partai politik didzalimi, sebagaimana di era Orde Baru PDI Mega dikuyo-kuyo PDI Soerjadi. Saatnya Petugas Partai Jokowi dihentikan cawe-cawe yang melanggar konstitusi," tutup dia. (Pon)
Baca Juga