MerahPutih.com - Bertambahnya angka kemiskinan pada 2022 disebut tidak lepas dari kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM awal Maret 2022 dengan rata-rata kenaikan sebesar 30 persen.
Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan mengatakan, sejak awal Fraksi Partai Demokrat sudah mengingatkan dampak negatif kenaikan tersebut.
"Keputusan menaikkan harga BBM tidak hanya menambah beban APBN, tapi juga jelas memberikan beban baru kepada masyarakat," kata Marwan kepada wartawan, Rabu (18/1).
Baca Juga:
Anggota DPR Desak Pemerintah Turunkan Harga BBM Bersubsidi agar Inflasi Terkendali
Secara awam pun, kata dia, masyarakat sudah memperkirakan efek dominonya. Transportasi, biaya pendidikan, kesehatan dan harga kebutuhan pokok naik.
"Padahal kita belum pulih dihajar pandemi COVID-19," imbuhnya.
Belum lama, Badan Pusat Statisitik (BPS) merilis meningkatnya angka kemiskinan pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022.
Kenaikan tingkat kemiskinan terjadi di wilayah perkotaan dan pedesaan dengan presentasi kenaikan di perkotaan naik menjadi 7,53 dan pedesaan naik menjadi 12,36 persen pada September 2022.
Kondisi inilah yang menurut Marwan tidak bisa dilepaskan dari kebijakan kenaikan harga BBM. Ia mengamini kebijakan tersebut diambil pemerintah sebagai respons atas kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada naiknya beban subsidi yang harus ditanggung APBN.
Masalahnya, kata Marwan, kenaikan harga minyak tidak hanya menaikkan beban subsidi, namun juga menaikkan penerimaan negara, baik penerimaan pajak yang meningkat 15 persen maupun penerimaan bukan pajak yang bertambah 5 persen. Sehingga defisit APBN dapat menurun dari 4,5 persen.
"Kondisi ini menggambarkan bahwa kenaikan harga minyak turut serta menyehatkan postur APBN lewat kenaikan penerimaan pajak dan turunnya perkiraan angka defisit APBN tanpa harus menaikan subsidi BBM. Kami sudah sampaikan ini, dulu ketika kenaikan harga BBM menjadi perdebatan,’’ paparnya.
Untuk meredam kesulitan masyarakat, pemerintah memang menjalankan program bantuan sosial sebesar Rp 24 triliun. Namun, jumlah tersebut hanya mampu menolong sebagian kecil masyarakat miskin dan rentan miskin.
"Sementara sebagian masyarakat yang rentan miskin akan turun menjadi kategori miskin, hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah orang miskin menjadi 26,36 juta orang pada September 2022," ujarnya.
Baca Juga:
Mematikan AC Mobil saat Berkendara Bisa Menghemat Konsumsi BBM?
Beberapa waktu lalu, kata Marwan, Fraksi Demokrat juga mengusulkan kepada pemerintah untuk menambah kuota BBM hingga mencapai 29 juta kilo liter tanpa harus menaikkan harga BBM. Postur APBN 2022 masih cukup mampu menopang besaran subsidi energi tanpa harus menaikkan harga BBM.
"Saat itu kami yakin postur APBN aman menopang subsidi tanpa menaikkan BBM. Pertimbangannya, beban kompensasi BBM dapat dialihkan pada tahun 2023 sebagaimana telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya," tutur dia.
Sehingga beban subsidi BBM sebagian dibebankan pada APBN 2023 dengan konsekuensi pemerintah harus melakukan realokasi anggaran yang sudah ditetapkan sebelumnya, termasuk penundaan beberapa program infrastruktur.
Marwan melanjutkan, dalam pelaksanaan APBN pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat, sebagaimana Amanah pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggurg jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurutnya, pencapaian defisit APBN 2022 di bawah 3 persen tidak memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Ini menunjukkan bahwa beberapa program pemerintah belum tepat sasaran termasuk alokasi anggaran bantuan sosial tahun 2022 yang belum efektif dalam mengatasi dampak kenaikan harga BBM.
Untuk pelaksanaan APBN 2023, Fraksi Demokrat meminta kepada pemerintah untuk fokus pada peningkatan daya beli masyarakat bawah agar tingkat kemiskinan dapat ditekan. Pemerintah juga harus mewaspadai terjadinya resesi global tahun 2023 yang akan berdampak pada perekonomian nasional.
"Pemerintah perlu melakukan realokasi anggaran yang lebih fokus pada peningkatan daya beli masyarakat, melakukan penyempurnaan penyaluran subsidi dan bantuan sosial yang lebih tepat sasaran,’’ pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
Implementasi BBM Campuran Sawit 35 Persen Dimulai Awal Tahun 2023