MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP pada 2 Januari 2023. Beleid hukum pidana terbaru itu akan menggantikan KUHP sebelumnya yang merupakan warisan kolonialisme Belanda.
KUHP terbaru terdiri dari 37 BAB, 624 pasal dan 345 halaman. KUHP baru juga terbagi dalam dua bagian yaitu bagian pasal dan penjelasan
Baca Juga:
Menkumham Yasonna Luruskan Isu Kontroversi UU KUHP
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI memaparkan lima misi yang diusung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang disahkan pemerintah dan DPR RI pada 6 Desember 2022.
Pertama, dekolonialisasi. Dekolonialisasi diterjemahkan sebagai upaya untuk menghilangkan nuansa-nuansa kolonial yang ada di dalam KUHP lama.
Kedua, misi KUHP yang baru adalah demokratisasi. Oleh karena itu, KUHP baru sama sekali tidak bertentangan dengan demokrasi. Selain itu, KUHP baru juga tidak mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat.
Misi KUHP selanjutnya ialah konsolidasi penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian Undang-Undang Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan rekodifikasi.
Misi keempat KUHP ialah harmonisasi. Diketahui bersama, banyak undang-undang sektoral yang jumlahnya sekitar 200 lebih yang diharmonisasikan dengan KUHP baru dan yang kelima misi KUHP itu adalah modernisasi.
Hal itu diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam kegiatan sosialisasi KUHP bertajuk "Kenduri KUHP Nasional" yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru bukan untuk melindungi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebab baru diimplementasikan pada tahun 2026.
"KUHP baru akan diimplementasikan ketika Jokowi sudah tidak lagi menjabat sebagai Presiden RI," kata Menko Polhukam.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut mengatakan, ada yang mengkritik masalah kebebasan berekspresi, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan menulis berita, dan masalah ancaman pidana bagi orang yang menghina kepala negara.
Mahfud menjelaskan, ada dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, sejak dulu ketentuan hukum pidana untuk orang yang menghina dan memfitnah presiden sudah ada hukum pidana nya.
Kedua, jika hal tersebut ditujukan kepada Presiden Jokowi, KUHP baru justru tidak berlaku untuk Presiden Jokowi. Alasannya, KUHP baru diimplementasikan tiga tahun lagi atau pada tahun 2026.
"Sedangkan Presiden Joko Widodo sudah akan berakhir masa jabatannya pada 20 Oktober 2024," ujarnya.
Ia mengatakan, Jokowi pernah menyampaikan jika ketentuan pasal terkait penghinaan Presiden dihukum atau tidak, sesuatu yang tidak penting bagi eks Wali Kota Solo itu.
"Sebab, hampir setiap hari Jokowi merasa atau mengakui dirinya kerap dihina, namun tidak pernah menggugat. Artinya, Presiden menegaskan jika KUHP baru dibuat semata-mata untuk masa depan negara," katanya. (*)
Baca Juga:
Menparekraf Berkoordinasi dengan Kapolri Soal Penerapan KUHP Baru