MerahPutih.com - Neraca perdagangan Indonesia pada Januari–September 2022 mengalami surplus 39,87 miliar USD. Surplus ini ditopang oleh surplus nonmigas 58,75 miliar USD serta defisit migas sebesar 18,89 miliar dolar AS. Angka tersebut jauh melebihi capaian surplus perdagangan tahun 2021 sebesar 35,33 USD.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan, capaian surplus neraca perdagangan September 2022 sebesar 4,99 miliar USD menunjukkan kemampuan ekonomi Indonesia bertahan di tengah berbagai krisis.
Baca Juga:
Pesan Menteri Tito ke Heru Budi: Bersama Hadapi Krisis Global dan Pemilu 2024
Surplus perdagangan September 2022 disumbang surplus perdagangan nonmigas sebesar 7,09 miliar dolar AS dan defisit perdagangan migas sebesar 2,10 miliar dolar AS. Surplus ini menjadi capaian surplus bulanan ke-29 secara berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus ini dicatatkan di tengah sejumlah tekanan kondisi perekonomian global seperti lonjakan inflasi di sejumlah negara, konflik Rusia–Ukraina yang belum mereda, pengetatan kondisi keuangan di sebagian besar wilayah, serta pandemi COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih.
"Meskipun harga komoditas cenderung melandai, permintaan global melemah dan terdapat ancaman resesi pada 2023, Indonesia diperkirakan masih dapat menikmati surplus neraca perdagangan di tahun ini," ungkap Mendag.
Pada September 2022, total ekspor mencapai 24,80 miliar USD atau turun 10,99 persen dibanding Agustus 2022 (MoM). Hal itu mengikuti pola penurunan bulanan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.
Ekspor tersebut didorong oleh penurunan ekspor nonmigas sebesar 10,31 persen MoM dan ekspor migas yang turun 21,41 persen MoM.
Saat ini, Tiongkok, AS, dan Jepang masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia pada September 2022 dengan nilai ekspor nonmigas sebesar 10,37 miliar USD dan kontribusi sebesar 44,17 persen terhadap ekspor nonmigas nasional.
Beberapa pasar utama tujuan ekspor nonmigas Indonesia yang mengalami pertumbuhan tertinggi di bulan September 2022 (MoM) adalah Bangladesh dengan kenaikan 39,22 persen; diikuti Polandia naik 30,83 persen; Spanyol naik 20,00 persen; Jerman naik 15,86 persen; dan Filipina naik 5,50 persen.
Di antara sepuluh negara utama tujuan ekspor nonmigas Indonesia pada September 2022, hanya Filipina yang mengalami peningkatan secara bulanan (MoM) yang didukung utamanya oleh kenaikan ekspor kendaraan dan bagiannya (HS 87) yang naik 15,80 persen MoM dan bijih logam, terak, dan abu (HS 26) yang nilainya cukup tinggi.
Ia menegaskan, Kementerian Perdagangan optimis untuk terus mendorong peningkatan ekspor pada tiga bulan terakhir sehingga ekspor nonmigas tahun ini diharapkan dapat mencatat rekor tertinggi.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, pengendalian inflasi Indonesia yang cukup baik menjadi salah satu langkah penting bagi penguatan perekonomian nasional dan mengantisipasi dampak krisis yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pemulihan ekonomi.
Dalam menjaga inflasi, pemerintah mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.
Di tengah kenaikan harga energi di tingkat global, pemerintah melakukan berbagai berupaya agar harga di dalam negeri tetap stabil dan terjangkau, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp12,4 triliun dan bantuan subsidi upah Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja, yang diharapkan menjadi bantalan bagi pertumbuhan ekonomi sampai akhir 2022 agar masih berada di sekitar 5,2 persen dan tahun depan di atas 5 persen.
"Indonesia cukup beruntung karena produksi beras dalam tiga tahun terakhir sebesar 31 juta sehingga kita memiliki daya tahan yang cukup," katanya. (Asp)
Baca Juga:
Dipuji IMF, Indonesia Harus Berkaca Saat Krisis Ekonomi 1998