SEMANGAT dari Sex and the City (SATC) yang kini dilanjutkan dalam serial baru And Just Like That, terasa seperti ironi pahit, atau lelucon yang sedikit terlalu pedas.
Peringatan: artikel ini berisi spoiler untuk empat episode pertama And Just Like That.
Sex and the City berakhir pada 2004, dengan tokoh-tokohnya menemukan jawaban melalui romansa, dan yang terpenting, penerimaan diri. Pada akhir cerita serial tersebut, Carrie Bradshaw, sekali lagi, sendirian. And Just Like That merasa seolah-olah bisa melanjutkan legasi SATC hanya dengan membalikkan apa yang terjadi sebelumnya.
Baca juga:
Serial Prekuel 'Game of Thrones' Tambahkan 7 Nama Aktor ke Dalam Daftar Pemeran

Manhattan milik Carrie dengan mudah direduksi menjadi parade Cosmos, Marlboros, dan Manolos yang tak ada habisnya. Namun, apa yang benar-benar dirasakan penonton ketika mereka membahas kelebihan SATC adalah mengenai kesempatan.
Bahwa kehidupan, bahkan dan terutama bagi perempuan yang mencapai usia yang tidak sering ditampilkan oleh TV secara mendalam, bisa menyenangkan. Bahkan perjuangan yang dihadapi para tokoh pada akhirnya dapat ditanggulangi dengan saling mendukung dan optimisme yang menawan.
Bukan itu yang terjadi dalam And Just Like That. Di tangan kretor SATC, Michael Patrick King menawarkan premis acara baru dengan memaksakan banyak hal. Pertama-tama, mengurangi kuartet menjadi trio dengan kepergian Kim Cattrall yang memerankan Samantha Jones. Lalu, memisahkan pasangan romantis yang menjadi sentral cerita.
Alasan untuk retakan platonis dan romantis dari episode pertama And Just Like That tidak perlu diungkapkan di sini karena sudah dapat ditonton di HBO Go sekarang. Alasan kepergian Samantha terungkap di awal cerita episode pertama, dan tentang hubungan Carrie dan Mr. Big terungkap di satu di akhir episode yang sama.
And Just Like That jadi tidak terasa seperti komedi yang fundamental. SATC selalu lebih dari sekadar pelarian, tetapi episode yang berdurasi 45 menit itu secara bertahap terasa seperti bagian dari drama dengan beberapa lelucon. Bagian dari pergeseran ini terasa seperti konsekuensi dari waralaba yang tumbuh semakin nyaman dengan memusatkan sisi pahit kehidupan, bagian yang terasa responsif terhadap era kesuraman akibat pandemi COVID-19.
Baca juga:

Perlu dicatat bahwa tanpa permainan yang khas dan Cattrall yang selalu hadir dengan dialog cerdas, menjadikan And Just Like That kehilangan kesempatan untuk mengatasi masalah kepuasan fisik untuk para tokoh yang tersisa dalam periode baru kehidupan mereka.
Bagi Kristin Davis yang memerankan Charlotte, itu berarti pernikahan yang tampaknya langgeng dengan latar belakang ambisi menjadi dewan sekolah yang agresif. Dan untuk Miranda yang memerankan Cynthia Nixon, dalam empat episode pertama, mengenai tantangan degradasi yang dimulai dengan deskripsi blak-blakan tentang kehidupan seks putranya yang menjelang dewasa.
Kemudian, penyalahgunaan zatnya yang tiba-tiba menyerang penonton sebagai upaya penulis untuk menemukan lensa baru yang lebih menghukum untuk melihat karakter. Bahwa pembalikan lebih penting daripada apakah itu masih sesuai karakter Miranda.
Carrie, tenggelam dalam pikirannya sendiri, benar-benar merindukan temannya yang mulai minum sepanjang hari. Memang, perjalanan Carrie melalui duka digambar dengan cermat. Dan Sarah Jessica Parker memainkannya dengan baik, menunjukkan kepada penonton perjuangan untuk terus bangun.
Dan komplikasi mereka, dalam empat episode pertama, dieksplorasi secara tidak produktif; empat karakter baru, semua perempuan kulit berwarna, tampak terrlalu reaktif untuk memperbaiki politik rasial SATC sebelumnya.
And Just Like That telah mengubah pemeran, nada, dan fokusnya, menghilangkan “seks” bukan hanya sebagai kata dalam judulnya tetapi sebagai pengalaman dalam realitasnya.
Kehadiran Carrie dalam percakapan terasa renggang dan tidak pasti. Tulisannya hampir seluruhnya dikesampingkan. Kota itu tetap ada, tetapi diliputi oleh pengingat akan kehidupan yang memudar, atau telah dicabut dari cerita. Ini adalah pertunjukan yang dilakukan lebih dari sekadar melangkah out of the box, dan sepertinya tidak seperti yang diharapkan oleh penggemar waralaba. (aru)
Baca juga: