Dampak Krisis Iklim, Anak Kelahiran 2020 Berpotensi Alami Nasib Menyedihkan

Ananda Dimas PrasetyaAnanda Dimas Prasetya - Senin, 25 April 2022
Dampak Krisis Iklim, Anak Kelahiran 2020 Berpotensi Alami Nasib Menyedihkan
Perubahan cuaca ekstrem juga terjadi di Indonesia. (Foto: Pexels/Pixabay)

SALAH satu dampak pendek dari pemanasan global yang bisa dirasakan saat ini adalah krisis iklim. Menurut informasi yang dilansir Save the Children September 2021, krisis iklim memberi dampak nyata yang dirasakan oleh anak Indonesia.

Anak-anak Indonesia yang lahir tahun 2020 berisiko tiga kali lipat lebih besar terhadap banjir karena luapan sungai, dua kali lipat mengalami kekeringan, dan tiga kali lipat gagal panen. Ketiga hal tersebut menunjukkan, dampak krisis membuat jutaan anak dan keluarga jatuh miskin di jangka panjang.

Baca juga:

Anak Kelahiran 2020 dan Selanjutnya Terancam Krisis Iklim Parah

Krisis Iklim, Anak Kelahiran 2020 Berpotensi Alami Nasib Menyedihkan
Global warming berdampak pada anak. (Foto: Pexels/marcin)

"Situasi tersebut sangat jelas menggambarkan bahwa anak-anak menanggung beban berat karena tumbuh dalam situasi yang mengancam dan anak memiliki beragam faktor yang membuat mereka lebih rentan secara fisik, sosial, dan ekonomi,” tegas Ketua Pengurus Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung.

Krisis iklim juga mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan anak dalam berbagai bentuk. Tinjauan literatur yang dilakukan oleh Save the Children Indonesia pada 2022, menemukan sejumlah fakta.

Secara nasional, hasil prediksi iklim sepuluh tahunan menunjukkan bahwa akan terjadi pengurangan jumlah curah hujan selama El Nino. Berdasarkan prediksi BAPPENAS tahun 2018, beberapa wilayah diperkirakan akan mengalami cuaca ekstrim di atas normal 2020 hingga 2025.

Pada 2020, Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait kejadian bencana menyebutkan terdapat sebanyak 4.650 total kejadian bencana alam. 99,2 persen di antaranya merupakan kejadian bencana yang berasosiasi dengan faktor iklim dan cuaca.

Baca juga:

Melindungi Anak-anak dari Krisis Iklim

Krisis Iklim, Anak Kelahiran 2020 Berpotensi Alami Nasib Menyedihkan
Kebakaran hutan jadi bukti nyata perubahan iklim. (Foto: Pexels/guduru ajay bhargav)

Di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), jumlah pengungsi akibat kekeringan bertambah secara signifikan dari 21.688 jiwa tahun 2018 menjadi enam kali lebih besar pada 2019 hingga mencapai 139.746 jiwa, termasuk anak-anak.

Sementara di Sulawesi Selatan, jumlah populasi terpapar gelombang tinggi dan abrasi diperkirakan mencapai 265.307 jiwa. Dari angka tersebut, 40.508 jiwa merupakan kelompok rentan termasuk anak-anak. Anak-anak yang berada di wilayah Kepulauan Selayar, Takalar, Pangkajene Kepulauan dan Makassar memiliki risiko tinggi abrasi.

Save the Children menekankan masih ada waktu untuk mengubah masa depan yang suram ini. Jika kenaikan suhu dijaga tidak lebih dari 1,5 derajat celcius, dampak dari ancaman iklim pada generasi mendatang dapat berkurang, seperti kekeringan sebesar 39%, 38% untuk banjir sungai, 28% untuk gagal panen, dan sebesar 10% untuk kebakaran hutan.

“Investasi pada penurunan emisi seharusnya berjalan beriringan dan saling melengkapi dengan upaya penurunan risiko dan meningkatkan kapasitas adaptasi pada anak. Untuk itu, Save the Children Indonesia menggandeng berbagai pihak, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untuk bersama-sama melakukan aksi adaptasi melalui Aksi Generasi Iklim,” jelas Selina. (avia)

Baca juga:

Kenali Pengaruh Iklim dengan Masalah Kesehatan Mental

#Kerusakan Lingkungan #Perubahan Iklim #Global Warming #Anak
Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul
Bagikan