MerahPutih.com - Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar seperempat persentase poin pada Rabu (1/2/2023).
Dalam sebuah pernyataan The Fed menegaskan, inflasi agak mereda tetapi tetap tinggi. Perang Rusia di Ukraina, misalnya, masih dipandang menambah ketidakpastian global yang meningkat.
Baca Juga:
Beras Bikin Inflasi di Januari Meningkat
Para pembuat kebijakan menghilangkan bahasa pandemi COVID-19 sebagai kontributor langsung kenaikan harga-harga dan menghilangkan penyebutan krisis kesehatan global untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.
The Fed mengatakan, ekonomi AS menikmati pertumbuhan moderat dan perolehan pekerjaan yang kuat, dengan pembuat kebijakan masih sangat memperhatikan risiko inflasi.
"Komite (Pasar Terbuka Federal) mengantisipasi bahwa peningkatan berkelanjutan dalam kisaran target suku bunga akan sesuai untuk mencapai sikap kebijakan moneter yang cukup ketat untuk mengembalikan inflasi menjadi 2,0 persen dari waktu ke waktu," kata Fed.
Ketua Fed Jerome Powell menekankan, kemajuan inflasi baru-baru ini meski memuaskan, masih belum cukup untuk menandakan diakhirinya kenaikan suku bunga.
"Kami akan membutuhkan lebih banyak bukti inflasi sedang surut untuk yakin bahwa itu bergerak kembali ke target," kata Powell pada konferensi pers.
The Fed berharap dapat terus mendorong inflasi lebih rendah ke target 2,0 persen tanpa memicu resesi yang dalam atau menyebabkan kenaikan substansial dalam tingkat pengangguran dari 3,5 persen saat ini, tingkat yang jarang terlihat dalam beberapa dekade terakhir.
Inflasi, berdasarkan ukuran pilihan Fed, melambat ke tingkat tahunan 5,0 persen pada Desember.
Baca Juga:
Polisi Bakal Dampingi Pemda Gunakan Anggaran dalam Mitigasi Inflasi