WABAH virus corona telah mengubah dunia ini secara drastis, termasuk perekonomian dan interaksi sosial. Apalagi jelang pergantian tahun yang biasanya diwarnai gegap-gempita penyambutan dengan semaraknya aktivitas berbalut lampu-lampu pijar, petasan dan kembang api bersahutan. Namun, tidak demikian saat menyambut tahun 2021 yang tinggal kurang dari 2 bulan lagi.
Masyarakat dunia yang mulai dihantui kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan karena virus corona tipe baru (COVID-19) meniti awal tahun dengan lampu lebih redup, sedikit petasan dan kembang api. Hari demi hari kabar di media massa dan media sosial selalu saja memaparkan jumlah orang yang terpapar virus terus bertambah menambah cemas, takut dan panik.
Baca Juga:
Kreatif di Masa Sulit, Bisnis APD Tanpa Modal Beromset Puluhan Juta Rupiah
Apalagi, sejak Maret lalu mayoritas wilayah Indonesia menjalani Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan entah kapan akan berakhir. Kini telah sembilan bulan bangsa ini menjalani kehidupan di bawah kekhawatiran dan pembatasan-pembatasan akibat pendemi. Lantas, selama sembilan bulan "ngapain"? Apakah termenung saja meratapi keadaan sambil menunggu wabah virus corona berakhir?
Jangan Cuma Diam

Ternyata tidak. Banyak orang malah menemukan hobi baru yang produktif. Mulai dari sepeda kini menjadi tren baru di ibu kota hingga memelihara ikan hias juga menjadi kegemaran baru sebagian warga. Terbaru, beberapa kalangan kini mulai gemar menanam aneka bunga di dalam pot atau dekat teras dan halaman rumah juga menjadi tren di tengah pandemi. Dari bunga yang selama ini sudah dikenal luas hingga yang terbaru, "janda bolong".
Dalam perkembangan kekinian, kegemaran sebagian warga ibu kota menanam tanaman bukan sebatas aneka bunga, tetapi telah meningkat ke tanaman pangan, khususnya sayuran. Selain di dalam pot atau di halaman yang luasnya sangat terbatas, penanaman dilakukan dengan mengandalkan pipa paralon dan air.
Cara bertanam seperti ini dikenal dengan sebutan hidroponik. Dari rangkaian pipa dilubangi kemudian disambung dan panjangnya sesuai lokasi yang tersedia, setiap bulan warga bisa menghasilkan aneka sayuran bahan pangan untuk kebutuhan rumah tangga sendiri.
Pemasukan Baru

Kalau hasilnya banyak bisa berbagi ke tetangga dan kerabat. Atau dijual ke warung sayuran dan supermarket. Kemampuan menghasilkan bahan pangan sendiri akan mampu mengurangi keinginan keluar rumah untuk ke pasar atau supermarket. Tentunya saja hemat dan hasil pangan sendiri lebih menyehatkan karena organik tanpa pupuk kimia. Tren hidroponik di Jakarta kini pun mulai dilakukan secara berkelompok: ibu-ibu maupun pemuda.
Mereka dibina oleh pihak kelurahan setempat maupun dinas terkait. Pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna Kelurahan Manggarai Selatan, Jakarta Selatan, telah panen aneka sayuran hasil budidaya secara hidroponik. Bahkan, Karang Taruna Kelurahan Kebon Baru (Jakarta Selatan) lebih maju lagi. Produk sayuran organik yang dibudidaya dengan cara hidroponik telah masuk pasar modern.
Baca Juga:
Produk pertanian yang dihasilkan berupa aneka sayuran organik berwarna kehijauan seperti selada, pakcoy, bayam dan kangkung. Aneka sayuran itu dibudidayakan di lahan sangat terbatas. Dilansir Antara, produk tanaman karang taruna memenuhi gerai Galael Tebet dengan merek dagang "New Garden Hydro". Tim "New Garden Hydro" dapat memanen 10-15 kilogram (kg) sayuran tiap panen.
Lurah Kebon Baru Fadhila Nursehati mengatakan, keberhasilan produk pertanian Karang Taruna menembus pasar modern ini diharapkan bisa menjadi cikal bakal ketahanan pangan dan ekonomi bagi warga setempat. "Apalagi saat masa pandemi seperti ini diharapkan bisa membantu warga yang terdampak ekonominya," imbuh dia, dikutip Kamis (5/11).
Emak-Emak Berani

Inspirasi lain datang dari bu-ibu atau emak-emak di Petukangan Selatan, Pesanggrahan, juga tak mau kalah dalam mengisi hari-harinya di tengah pandemi. Daripada termenung meratapi virus corona, mereka membentuk komunitas lalu membuat instalasi hidroponik di pagar rumah.
Sejumlah emak-emak RW 05 Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, juga berhimpun membentuk Kelompok Tani Wanita (KTW). Hasilnya, mereka sudah beberapa kali melakukan panen sayuran hasil budidaya secara hidroponik sepanjang tahun ini.
Namun tidak semua produk pangan yang dihasilkan sebagian warga Jakarta merupakan produk hidroponik. Tak sedikit yang membudidayakan tanaman pangan di lahan kosong atau halaman yang sangat terbatas, atap rumah maupun gang permukiman.
Kelompok Wanita Tani (KWT) Hijau Daun RW 09 Kelurahan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, misalnya, memanfaatkan kolong jalan tol untuk budidaya pertanian dan perikanan.
Baca Juga:
Perspektif Kreatif di Masa Pandemi Ala Forografer Miniatur Tatsuya Tanaka
Beragam jenis sayuran kehijauan ditanam seperti terong, sawi, kangkung, pare, bayam merah dan bayam hijau. Emak-emak di KWT ini memilih menanam sayuran karena hanya butuh satu bulan untuk bisa dipanen.
Menurut Ketua KWT Hijau Daun, Thelda Pangandaheng, KWT ini memiliki 20 anggota yang memanfaatkan lahan seluas 500 meter persegi. Lahan seluas itu juga dimanfaatkan untuk budidaya lele dan magot. "Selama pandemi virus corona, ketahanan pangan keluarga harus tetap terjaga," tutur dia.
Tanaman yang tumbuh dengan daun-daun segar kehijauan dengan gemercik air dirasa menjadikan hati dan pikiran siapapun yang gemar bercocok tanam lebih tenang dan senang. Itu menjadi hiburan untuk mengobati kegelisahan, kecemasan dan kerisauan akibat wabah virus corona.
Benar adanya jika ada yang bilang perubahan dan situasi krisis seringkali menumbuhkan kreativitas tanpa batas. Kreativitas itu bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya seperti dibuktikan mereka yang tak mau kalah oleh keadaan.
Wabah pandemi ini menggugah banyak orang di ibu kota untuk berani menekuni aktivitas yang semula tidak terbayangkan akan menjadi tren. Bukan hanya terjebak sebatas tren, tetapi juga menambah pemasukan sekaligus memupuk ketahanan pangan berbasis kearifan lokal, yaitu gotong-royong. (*)
Baca Juga:
Jejak Inspiratif Serda Mugiyanto, dari Kehilangan Kaki Hingga Jadi 'Lilin Borobudur'