TOKYO melaporkan 243 kasus baru COVID-19 pada Jumat (10/7). Menurut The New York Times mereka yang tertular berusia kisaran 20-an dan 30-an. Peningkatan ini diperkirakan terjadi karena klub malam beroperasi.
Lebih dari 3.000 orang diuji di distrik kehidupan malam yang populer, termasuk Shinjuku dan Ikebukuro, demikian mengutip The Guardian.
Baca juga:
Belum Ada Vaksin COVID-19, Pantai Rio de Jenairo Masih Tutup

Dalam upaya untuk mengurangi penyebaran, para pejabat Tokyo mengatakan kota itu akan membayar setiap bisnis kehidupan malam. Mereka yang setuju untuk ditutup selama 10 hari atau lebih akan dibayar sekitar Rp67 juta untuk mengimbangi hilangnya pendapatan. Beberapa pekerja klub kabarnya juga akan dibayar Rp13 juta.
"Banyak orang di industri kami perlu bekerja untuk bertahan hidup. Jadi kami meminta pihak berwenang untuk mendukung kami," ungkap juru bicara Japan Night Entertainment.

Langkah-langkah ini diperlukan untuk mendorong tempat-tempat bisnis menutup pintunya. Bloomberg melaporkan Jepang tidak memiliki kekuatan hukum untuk memaksa bisnis tutup.
Baca juga:
Bandara London Heathrow Akan Memulai 'Test On Arrival' Untuk Pelancong
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pertama kali menyatakan keadaan darurat di Tokyo dan enam prefektur lainnya pada awal April. Pertandingan Olimpiade di Tokyo, yang semula dijadwalkan akan dimulai pada bulan Juli ini juga ditunda.
Namun, pada pertengahan bulan Mei, pembatasan telah dicabut di sebagian besar negara. Tokyo pada akhir Mei ini juga mencabut pembatasan. Johns Hopkins University melaporkan Jepang memiliki lebih dari 21.000 kasus virus Corona yang terkonfirmasi.
Klub malam bukan satu-satunya bisnis di Jepang yang mengambil tindakan untuk mencegah penyebaran virus. Taman hiburan meminta pencinta adrenalin untuk tidak berteriak saat menaiki wahana roller coaster karena bisa menghasilkan tetesan dari mulut orang. (lgi)
Baca juga: