Cara Mempersiapkan Dana Darurat Selama COVID-19 Menurut Perencana Keuangan

annehsannehs - Jumat, 24 April 2020
Cara Mempersiapkan Dana Darurat Selama COVID-19 Menurut Perencana Keuangan
Rencanakan keuanganmu sejak dini. (Foto: pixabay/nattanan23)

PANDEMI COVID-19 tak hanya berpengaruh besar terhadap dunia kesehatan, namun punya dampak luas di sektor ekonomi. Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat beberapa lini bisnis dan usaha kecil menengah tutup atau berganti format untuk tetap bertahan.

Ancaman tak beroleh gaji penuh, tanpa Tunjangan Hari Raya (THR), bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jadi momok banyak orang. Bagaimana seharusnya tiap orang mengantisipasi kelesuan ekonomi di masa pandemi?

MerahPutih.com telah melakukan wawancara khusus dengan Rizki Marman Saputra, seorang manager di salah satu Lembaga Keuangan milik BUMN di Jakarta dan memiliki sertifikat profesional sebagai perencana keuangan seperti Certified Financial Planner, Qualified Wealth Planner, dan Associate Estate Planning Practitioner.

Berikut pembahasan kami seputar emergency fund atau dana darurat di tengah masa pandemi Corona.

Baca juga:

3 Sektor Ekonomi di Dunia yang Paling Parah Terpengaruh COVID-19

1. Bedakan sektor paling terpengaruh, diuntungkan, dan tetap stabil di tengah pandemi

Dirumah aja membuat orang-orang lebih suka belanja online.  (Foto: Pixabay/foundry)
Dirumah aja membuat orang-orang lebih suka belanja online. (Foto: Pixabay/foundry)

Rizki mengatakan bahwa situasi pandemi ini tentunya mempengaruhi perekonomian global dan nasional, namun ada beberapa industri yang tetap stabil, bahkan meningkat keuntungannya.

"Menurut sumber dari dcodeefc.com, imbas negatif pandemi akan terlihat jelas pada sektor pariwisata, penerbangan, otomotif, dan infrastruktur. Sedangkan imbas positif tampak pada sektor produk pembersih dan alat kesehatan, farmasi (obat dan multivitamin), ritel dan e-commerce, serta telekomunikasi. Terdapat pula imbasl netral atau tidak berpengaruh misalnya pada sektor minyak dan gas (migas), agribisnis, dan finansial," jelas Rizki.

Pelaku bisnis di sektor yang terkena imbas pasti akan mengalami kesulitan membayar gaji, THR, dan tunjangan lainnya untuk karyawan. Bahkan ada yang mempertimbangkan keputusan untuk memberhentikan karyawan. Fenomena ini akan berdampak pada kondisi keuangan masyarakat kelas menengah dan bawah di Indonesia.

"Oleh sebab itu menyiapkan dana darurat untuk kebutuhan hidup sehari-hari sangatlah penting. Dana darurat baiknya disiapkan jauh sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi seperti PHK, kecelakaan terkena musibah, sakit dan sebagainya."

2. Bagaimana cara menyisihkan uang untuk emergency fund (dana darurat)

Kenali pentingnya mengatur keuangan sejak dini. (Foto: pixabay/nattanan23)
Kenali pentingnya mengatur keuangan sejak dini. (Foto: pixabay/nattanan23)

Rizki mengatakan bahwa caranya adalah dengan menunda pengeluaran yang tidak diperlukan. Buat skala prioritas, mana kebutuhan yang urgent dan mana yang bisa dikeluarkan setelah pandemi berakhir.

" (...) penuhi dulu kebutuhan sehari-hari seperti membeli keperluan makanan keluarga, vitamin, obat-obatan dan sebagainya. Tunda keperluan misalnya pengeluaran ganti HP baru, baju baru, perlengkapan hobby dan sebagainya disaat pandemik ini," jelas Rizki.

Bagi mereka yang tetap mendapatkan THR sebaiknya kelola dengan baik untuk keperluan mendesak seperti kebutuhan pokok, dan yang paling penting adalah tunda mudik atau pulang kampung karena akan banyak menghabiskan sebagian besar THR.

"Emergency fund (dana darurat) sangat penting bahkan fundamental. Sebelum menyiapkan dana untuk membeli asuransi, menabung, dan berinvestasi, menyiapkan dana darurat adalah hal yang harus pertama kali disiapkan sebelum beranjak untuk menyiapkan kebutuhan lainnya tersebut. Prinsipnya dana darurat wajib disiapkan setelah biaya kebutuhan hidup bulanan kita terpenuhi," jelas Rizki.

3. Seberapa besar dana darurat yang harus disiapkan?

Siapkan 3-6 bulan biaya kehidupan perbulan jika kamu masih single. (Foto: pixabay/stevepb)
Siapkan 3-6 bulan biaya kehidupan perbulan jika kamu masih single. (Foto: pixabay/stevepb)

Rizki mengatakan bahwa berdasarkan teori financial planning, penting untuk menyiapkan dana darurat setidaknya 3-6 bulan biaya kehidupan perbulan jika kamu belum berkeluarga atau masih single.

"Semakin tidak stabil pekerjaan Anda (termasuk sektor yang terkena imbas pandemi global) seperti penjelasan sebelumnya, tentunya semakin extra juga dana yang harus disisihkan untuk dana darurat," jelas Rizki.

Baca juga:

4 Hal ini Bikin Kantong Milenial dan Gen Z Jebol!

4. Perbedaan alokasi dana darurat untuk yang masih single dan sudah berkeluarga

Siapkan 9-12 kali biaya kebutuhan hidup per bulan jika sudah berkeluarga. (Foto: pixabay/mario0107)
Siapkan 9-12 kali biaya kebutuhan hidup per bulan jika sudah berkeluarga. (Foto: pixabay/mario0107)

Rizki memberikan sebuah contoh kasus terkait alokasi dana bagi yang belum berkeluarga.

Contoh kasus Sanusi, Sanusi berstatus single memperoleh pemasukan Income setiap bulannya sebesar Rp15 juta, dengan pembagian perencanaan 40 persen untuk kebutuhan biaya hidup seperti, makan harian, transportasi yaitu sebesar Rp6 juta.

30 persen untuk kewajiban liabilitas seperti bayar cicilan KPR, Cicilan Mobil, kartu kredit yaitu sebesar Rp4.5 juta, 20 persen untuk investasi, beli reksadana, nabung saham atau ditabung di tabungan sebesar Rp3 juta, , serta 10 persen disisihkan untuk membayar asuransi, bayar zakat, sedekah sebesar Rp1.5 juta. Sehingga total income 100 persen pemasukan sebesar Rp15 juta tersebut telah diposkan sesuai posnya masing-masing.

Simulasi perhitungan kebutuhan dana darurat. (Foto: istimewa)
Simulasi perhitungan kebutuhan dana darurat. (Foto: istimewa)

Dari kasus Sanusi tersebut terlihat bahwa Rp6 juta dihabiskan untuk kebutuhan biaya hidup bulanan. Besarnya kebutuhan Biaya hidup perbulan akan dijadikan acuan bahwa dana darurat sebulannya sebesar Rp6 juta. Dari hal tersebut, jika kita masukan teori financial planning, contoh Sanusi dengan status single, setidaknya dana darurat yang harus dimiliki enam kali dari biaya kebutuhan hidup perbulannya atau sebesar Rp.36 juta.

Rizki menjelaskan jika status Sanusi sudah menikah dengan atau tanpa anak, maka risk profile-nya akan berbeda. Dana yang harus dicadangkan bisa 9-12 kali dari biaya kebutuhan hidup perbulannya. Namun kembali lagi kepada variasi jumlah biaya yang dibutuhkan dalam kondisi pandemi ini berbeda-beda tergantung pada faktor usia, pekerjaan, dan toleransi terhadap risiko.

5. Apa yang harus dilakukan saat ini jika tidak memiliki dana darurat?

Ini yang harus dilakukan jika tidak memiliki dana darurat. (Foto: pixabay/thedigitalway)
Ini yang harus dilakukan jika tidak memiliki dana darurat. (Foto: pixabay/thedigitalway)

" (...) pada pada prinsipnya dana darurat disiapkan jauh sebelum hal-hal tidak terduga terjadi seperti, PHK, Sakit, kena musibah dan untuk membiaya kehidupan sehari-hari saat Pandemik ini berlangsung. Jadi merancang dana darurat dilakukan sebelum hal tidak dinginkan tersebut terjadi," menurut Rizki.

Jika emergency fund belum dilakukan atau parahnya baru dirancang, maka ia menyarankan untuk mengecek kondisi likuiditas keuangan kita dan membuat proyeksi sampai kapan akan bertahan untuk membiayai kehidupan bulanan.

Cek apakah ada investasi atau asuransi yang dimiliki, apakah bisa dicairkan pada kondisi krisis seperti ini, atau bisakah aset properti atau kendaraan yang dimiliki bisa dijual atau digadaikan ke lembaga keuangan yang terdaftar resmi di OJK demi mengatasi kesulitan likuiditas yang sedang dihadapi di tengah pandemi.

6. Tips keuangan untuk milenial dan gen Z yang boros dan menyukai gaya hidup hedonisme

Takar pengeluaran dan mulai poskan pemasukkan. (Foto: pixabay/stevepb)
Takar pengeluaran dan mulai poskan pemasukkan. (Foto: pixabay/stevepb)

Para generasi milenial dan gen Z yang sudah berpenghasilan harus mulai menanamkan pengetahuan tentang pentingnya financial planning. Jangan boros dan buatlah skala prioritas.

"Lakukan hal sederhana seperti mulai mem-poskan income atau penghasilan dengan skema pembagian perencanaan 40 30 20 10, 40% untuk kebutuhan biaya hidup seperti makan dan transportasi, 30% untuk membayar kewajiban liabilitas seperti bayar cicilan KPR, cicilan mobil, kartu kredit. 20% untuk berinvestasi seperti membeli reksadana, nabung saham, atau ditabung di tabungan, dan 10% untuk membayar asuransi, zakat, dan sedekah. Sehingga total income 100% pemasukkan tersebut telah diposkan sesuai posnya masing-masing," ungkap Rizki. (shn)

Baca juga:

Inilah Usia Rata-Rata Perempuan Menikah Berdasarkan Negara

Bagikan
Ditulis Oleh

annehs

Bagikan