PEMBACA cergam Si Buta Dari Gua Hantu garapan Ganes TH terbitan 1967 tentu bertanya-tanya, bagaimana mula-rupa asmara segitiga antara Barda Mandrawata, Marni Dewianti, dan Maung Lugai? Kapan Barda lahir? Di tahun berapa cerita tersebut terjadi? Siapa Mata Malaikat sebelum tiba di desa? Mengapa Mata Malaikat begitu banyak membunuh orang tak berdosa?
Tentu teka-teki tersebut sebagian dicicil Ganes TH lewat cerita pengelanaan Si Buta dari Borobudur-Donggala, Sulawesi Tengah. Namun, masih banyak misteri belum terpecahkan. Para penggemar akhirnya hanya mampu menebak-nebak sampai jadi bahan pokok perbincangan tak pernah selesai.
Baca juga:
"Tiga volume Si Buta Dari Gua Hantu kreasi Bumilangit ingin mengisi kekosongan cerita Ganes TH di masa lalu," kata Goklas Teguh Sujiwo atau karib disapa Oyasujiwo, Senior Editor Bumilangit Comic, mebeber kehadiran tiga volume, meliputi Mata Malaikat, Sapu Jagad, dan Rajamandala.
Setelah tak lagi nampak sejak serial televisi berakhir di tahun 1996, Si Buta kembali muncul lewat medium komik berkala mingguan di Facebook pada 2017. Bumilangit berusaha mengenalkan ulang Si Buta kepada para pembaca cerita silat di rentang usia 25-35 tahun.

"Kitami bikin sampai tiga cerita panjang, Mata Malaikat, Sapu Jagad, dan Rajamandala ketiga coba dibikin cerita baru. Belum pernah dilakukan jadi kalau Mata Malaikat dan Sapu Jagad remake, Rajamandala dibuat cerita baru," kata Oyasujiwo. Mata Malaikat dan Sapu Jagad menyenarai kisah melalui sudut pandang dua tokoh tersebut, sementara Rajamandala merupakan kreasi baru. Sukses di Facebook, lanjut Oyasujiwo, lantas Bumilangit buat versi buku cetak dan ebook.
Di seri komik tersebut, pihak Bumilangit menceritakan kisah perjalanan Si Badra alter ego Si Buta Dari Gua Hantu, antara Banten dan Borobudur tak diceritakan di komik klasiknya. "Di situ pula kita perkenalkan Si Buta ada di jagat Bumilangit dan bisa ketemu dengan karakter lainnya," lanjutnya.
Baca juga:
Di dalam Rajamandala misteri tentang latar historis cerita Si Buta terpampang jelas. "Konteks sejarah di dalamnya menjadi penting agar pembaca memahami latar peristiwa dan problem zaman Si Buta," kata Aji Prasetyo, penulis naskah Rajamandala. Di masa 1870, di dalam Rajamandala, diceritakan konflik terjadi lantaran terjadi pertautan mata rantai keuntungan antara pemerintah, pemodal, dan pejabat Bumiputera di bisnis perkebunan namun hanya menjadikan masyarakat desa setempat sebagai budak. Barda berada di pihak masyarakat. "Problemnya tetap tak berubah seperti sekarang. Pembaca sekarang jadi ikut merasakan".
Selain memberi konteks sejarah, lanjut Aji, Rajamandala hadir berfungsi sebagai jembatan cerita antara Jilid 1-2 dan Misteri Borobudur. Bagi penggemar berat, sosok Barda tampak mengenakan pakaian putih jadi pemandangan aneh sebab sejatinya di mana pun mediumnya Si Buta selalu mengenakan pakaian dari kulit ular. "Masa Si Buta sebagai pengelana pakaiannya mencolok. Kan aneh," papar Aji Prasetyo. Meski timbul perbicangan hangat, tiga komik Bumilangit mengisi kekosongan Si Buta, baik secara kehadiran, cerita, dan mengisi teka-teki.

Selain tiga volume komik berwarna tersebut, Bumilangit juga mengeluarkan versi hitam-putih melibatkan komikus lintas generasi, antara lain Is Yuniarto, Lan Kelana, Ockto Baringbing, Ragha Sukma-Tanfidz. Dengan komik hitam putih, menurut Oyasujiwo, harga komik jadi lebih ekonomis sehingga bisa terjangkau kalangan muda.
"Komik hitam-putih juga sama konsepnya menjembatani perjalanan Si Buta tapi cerita pendek. Artis enggak cuma satu, jadi kita coba beberapa artis dari circle-circle dengan fans beda-beda. Biasa pembaca berpisah dengan artis masing-masing, kin disatukan, mereka juga menyatu," ungkapnya.
Baca juga:
Selain komik, sejak awal, Bumilangit telah merencanakan membuat film Si Buta, bahkan komik juga mengikuti dari segi cerita maupun visual mengikuti skema adegan film. Bumilangit mencoba mencari skema pembuatan film paling mendekati secara sistem kerja maupun cerita, Zatoichi, lantaran sama-sama berasal dari cergam lantas diangkat ke layar lebar.
Bumilangit secara resmi mengenalkan sutradara Timo Tjahjanto sebagai sutradara Si Buta Dari Gua Hantu pada ajang Popcon Asia 2018. Namun, pandemi membuat penggarapan serta jadwal penanyangan menjadi tertunda sehingga belum ada pernyataan resmi kapan Si Buta kembali beraksi di layar lebar. "Yang pasti bakal keren. Patut ditunggu kok," kata Wim Berlinawan, General Manager, Bumilangit Studios.

Di samping itu, pada peringatan harijadi ke-54 tahun Si Buta Dari Gua Hantu, Bumilangit mengeluarkan kartu kwartet dengan cetak terbatas sebanyak dua ribu buah. Bumilangit, menurut Oyasujiwo, ingin mengembalikan nostalgia para penggemar tentang permainan-permainan tempo dulu, apalagi permainan kwartet tentang Si Buta lantaran sudah sangat jarang dijual.
"Kalau kwartet kan memang barang langka dan orang masih ada keinginan untuk memiliki, tapi barangnya sudah enggak ada. Kalau ada udah cacat, enggak bagus, mahal, why not," tuturnya.
Selain kwartet, Bumilangit membuat beberapa merchandise lain, seperti seri clothing mulai tshirt, jaket, hoodie, dan tumbler dengan brand SBDGH. "Biasanya tiap terbitan baru ada t-shirtnya juga," kata Oyas. (Yni)
Baca juga:
Menggali Kisah Runtah Si Mata Malaikat Serenta Kaki-Tangannya