Buruh Desak Seluruh Aturan Terkait UU Cipta Kerja Ditangguhkan

Zulfikar SyZulfikar Sy - Kamis, 25 November 2021
Buruh Desak Seluruh Aturan Terkait UU Cipta Kerja Ditangguhkan
Buruh saat mengawal sidang putusan uji materi atau judicial review UU Cipta Kerja di Mahkamah Konsitusi (MK) Jakarta, Kamis (25/11). (Foto: MP/Kanugrahan)

MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Dalam pembacaan amar putusan, Ketua MK Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR, melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun. Jika tidak, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, seluruh aturan terkait ketenagakerjaan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cipta Kerja maupun aturan turunannya seharusnya ditangguhkan.

Baca Juga:

PDIP Sebut Pemerintah-DPR Punya Banyak Waktu Perbaiki UU Cipta Kerja

"Kita bisa menafsirkan bahwa aturan-aturan ketenagakerjaan yang sifatnya strategis dan berdampak luas harus kembali kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan," kata KSPI melalui kuasa hukumnya dalam uji formil judicial review UU Cipta Kerja Said Salahudin dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (25/11).

Ia mengatakan, aturan-aturan ketenagakerjaan yang strategis dan berdampak luas bagi kehidupan pekerja adalah terkait upah pekerja, perjanjian kerja dan jam kerja.

Ia mengatakan, seluruh aturan tersebut harus ditangguhkan sampai UU Cipta Kerja diperbaiki dalam kurun waktu 2 tahun.

"Jadi semua yang ditangguhkan sebelum selesai yang 2 tahun ini," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden KSPI Said Iqbal mengapresiasi putusan MK terkait UU Cipta Kerja.

Ia meyakini, keadilan masih bisa ditegakkan dalam upaya memperjuangkan hak-hak dasar buruh.

"KSPI dan KSPSI AGN dan anggota KSPI Riden Hatam Azis, kami apesiasi putusan MK," kata Said.

Baca Juga:

MK Larang Pemerintah Terbitkan Aturan Pelaksana Baru Terkait UU Cipta Kerja

Said juga mengatakan, pihaknya siap berpartisipasi dalam perbaikan UU Cipta Kerja yang diberikan waktu selama 2 tahun.

"Kami akan ikuti, siap sepanjang tidak melanggar UU dan sepanjang tidak mengurangi hak dasar buruh," ujarnya.

Said Iqbal pun mendesak seluruh gubernur di Indonesia untuk mencabut Surat Keputusan (SK) terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Tuntutan tersebut juga berlaku bagi seluruh bupati/wali kota di seluruh wilayah tanah air.

"Dengan kata lain seluruh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah Republik Indonesia wajib mencabut SK perihal UMP (2022) termasuk gubernur DKI Jakarta. Bapak Anies Baswedan harus mencabut SK terkait UMP 2022," tegasnya.

Selain pencabutan SK UMP tahun depan, KSPI juga mendesak kepada seluruh gubernur agar mengembalikan formula penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Permintaan tersebut juga berlaku bagi seluruh bupati/wali kota di seluruh wilayah tanah air dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022.

"KSPI meminta kepada seluruh gubernur di Indonesia, bupati/wali kota di Indonesia agar dalam menatapkan upah minimum baik UMP atau UMK tahun 2022 harus kembali mengacu kepada UU Nomor 13 Tahun 2003 dan PP Nomor 78 Tahun 2015," terangnya. (Knu)

Baca Juga:

Tanggapi Putusan MK, Pemerintah Tetap Berlakukan UU Cipta Kerja Sambil Diperbaiki

#UU Cipta Kerja #Omnibus Law #Buruh
Bagikan
Bagikan