MENJELANG berakhirnya tahun ajaran, nilai ujian dan rapor anak menjadi kekhawatiran orangtua. Padahal, nilai bagus dan ranking hanyalah salah satu ukuran keberhasilan.
Ada beberapa hal yang tidak dapat diukur tes sekolah, yaitu upaya, berpikir kritis, kreativitas, kemampuan berkolaborasi, rasa ingin tahu, rasa hormat, kebaikan, kapasitas untuk mencintai, kecerdasan sosial dan emosional, kejujuran, keterbukaan pikiran, serta inisiatif.
BACA JUGA:
Kampanye #SehangatHarapanIbu Siap Dukung Program Bayi Tabung
Kekuatan internal tersebut jauh lebih penting bagi kehidupan yang sukses dan sejahtera daripada apakah seorang anak memperoleh nilai 100 dalam ulangan matematika. Demikian diungkapkanMarilyn Price-Mitchell, PhD, yang merupakan anggota Institute for Social Innovation di Fielding Graduate University, California, AS.

"Faktanya, banyak tes hanya mengukur kemampuan siswa untuk menghasilkan jawaban yang dihafal dengan benar," ujar Price-Mitchell dalam artikel yang ditulisnya di Psychology Today.
Menurutnya, untuk pelajar masa kini, jawaban yang benar saja tidak cukup. "Pada saat anak-anak mencapai masa remaja akhir, otak mereka memiliki kapasitas untuk berpikir tentang hubungan timbal balik, untuk menjelajahi batas-batas antarbidang studi, dan untuk menciptakan cara belajar yang baru," jelasnya.
BACA JUGA:
"Kemampuan kritis ini, yang dipupuk sepanjang masa anak-anak, akan mendorong teknologi inovatif masa depan dan menciptakan perubahan sosial yang penting," ujar penulis Tomorrow's Change Makers itu.
Terlepas dari penelitian yang kuat tentang nilai kekuatan internal, kita terus mengukur anak-anak menggunakan tes kuantitatif standar. Mengapa? Karena keterampilan seperti berpikir kritis, rasa ingin tahu, dan kemampuan berkolaborasi jauh lebih sulit untuk diukur secara kuantitatif di seluruh populasi besar. Jadi kita cenderung mengukur apa yang paling mudah diukur: membaca, matematika, dan pengetahuan sains.
Nilai bukan segalanya

"Ada kekeliruan tentang nilai dan nilai tes yang membuat banyak orangtua menjadi berpuas diri, terutama ketika anak mereka berprestasi di sekolah," ujarnya. Anak-anak berhasil dalam hidup karena berbagai alasan, nilai tidak menjamin keberhasilan.
Artikel Thinking About Psychological Literacy menjelaskan aspek penting kesuksesan yang tidak diukur dengan nilai, seperti kemampuan untuk merefleksikan diri, berorientasi pada tindakan, dan terhubung dengan pekerjaan yang meningkatkan kehidupan orang lain. Keterampilan itu tidak dapat diukur secara kuantitatif, juga tidak mudah dibandingkan melalui pengujian dari satu anak ke anak lainnya.
"Kita mungkin hidup di zaman yang terobsesi dengan angka, tetapi itu tidak berarti kita harus mengajari anak-anak kita untuk mengukur harga diri mereka dengan nilai atau nilai ujian saja," dia menekankan.
BACA JUGA:
Disebut Presiden Jokowi Jadi Pangan Alternatif, ini Manfaat Kesehatan Sorgum
Faktanya, orangtua berada dalam posisi untuk memupuk literasi psikologis dan membantu mengembangkan kekuatan internal yang menentukan kehidupan yang bermakna. Karena faktanya, sebagian besar sekolah bahkan tidak mengajarkan keterampilan berpikir kritis, seni menganalisis, dan mengevaluasi pemikiran dengan tujuan untuk meningkatkannya.
Profesor Pendidikan di Harvard Daniel Koretz, yang mempelajari efek pengujian pada anak-anak, mengakui penerapan pengetahuan yang kompleks sulit untuk diajarkan kepada anak-anak, dan sulit untuk diuji. Dia percaya tes harus menjadi sumber informasi tambahan, bukan satu-satunya ukuran pendidikan yang berkualitas.
Orangtua dapat membuat perbedaan dengan memperhatikan 'anak seutuhnya', bukan hanya anak yang bersekolah setiap hari, melainkan juga anak yang berpartisipasi dalam kehidupan keluarga, menjangkau orang lain, berpikir kreatif, bertindak bijaksana, bekerja sama, dan menunjukkan rasa hormat.
Orangtua memiliki kapasitas untuk memelihara kualitas-kualitas tersebut pada anak-anak, untuk memberi tahu bahwa mereka lebih daripada sekadar nilai ujian.(aru)
BACA JUGA: