BUMN Nindya Karya Tersangka

KPK Cetak Sejarah, Kartel Korupsi Plat Merah Waspadalah!

Wisnu CiptoWisnu Cipto - Senin, 16 April 2018
KPK Cetak Sejarah, Kartel Korupsi Plat Merah Waspadalah!
Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)

MerahPutih.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencetak sejarah dengan menetapkan PT Nindya Karya sebagai BUMN tersangka korporasi pertama di Indonesia. Perusahaan plat merah itu terjerat kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh, tahun anggaran 2006-2011. Nindya Karya, dijerat bersama PT Tuah Sejati.

Direktur Central for Budget Analysis (CBA) Ucok Sky khadafi mengapresiasi keberanian lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo cs mencetak sejarah baru dalam aksi pemberantasan korupsi itu. Menurut dia, kasus yang menjerat PT Nindya Karya dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar kartel korupsi korporasi nakal milik pemerintah lainnya.

“Makanya dengan Nindya Karya tersangka diperbaiki BUMN ini. Ini bisa jadi pintu masuk membongkar praktik korupsi di BUMN lain,” kata Ucok kepada MerahPutih.com, Minggu (15/4).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menyampaikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/4). KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka korporasi dalam kasus korupsi pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh, tahun anggaran 2006-2011. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/kye/18

Ucok meyakini ada banyak perusahaan BUMN yang melakukan tindak pidana korupsi. Meski saat ini KPK baru menjerat PT Nindya Karya, lanjut dia, banyak perusahaan plat merah nakal lainnya yang bakal menyusul.

“Ini menandakan bahwa BUMN lain juga nanti akan disidik oleh KPK. Ini adalah sebagai sinyal buat BUMN lain supaya kerjakan proyek dengan sungguh-sunguh sehingga tidak ada korupsi. Sebentar lagi KPK juga akan membongkar korupsi infrastruktur di BUMN yang dijalankan oleh pemerintah,” tutur Ucok.

Pontensi BUMN Jadi 'Sapi Perah'

Menurut Ucok, di tengah gencarnya pemerintah membangun proyek infrastruktur, perusahaan BUMN pun turut kebagian untung. Namun sayangnya, banyak proyek yang dijalankan BUMN justru bermasalah dan berpotensi diselewengkan.

“Banyak korupsi, BUMN itu nggak ada yang bener. Saat ini semua proyek pemerintah mereka (BUMN) yang kerjain. Di BUMN juga banyak sub kontraktor yang menjalankan makanya banyak proyek yang menyimpang,” bebernya.

Posisi komisaris perusahaan BUMN, kata Ucok, juga banyak diisi Deputi Kementerian dan para relawan. Akibatnya, dapat berdampak buruk terhadap pengelolaan perusahaan BUMN. Para relawan, lanjut dia, mendapat jatah komisaris sebagai imbalan membantu pemenangan pasangan Joko Widodo–Jusuf Kalla dalam Pemilihan Presiden 2014 silam.

“Saat ini BUMN itu diduga ya bukan hanya kapal keruk buat partai tapi buat relawan juga. Ternyata di sana banyak berlabuh relawan. Selain relawan, komisaris BUMN banyak diduduki Deputi-deputi. Makanya BUMN sekarang itu rusak. Jadi merasa BUMN itu milik Kementerian karena Deputinya banyak di situ. Itu harus dirombak,” tegasnya.

Rini Soemarno
Menteri BUMN Rini Soemarno (ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf)

Terbongkarnya kasus korupsi yang menjerat PT Nindya Karya, kata Ucok, menjadi momentum pemerintah segera memperbaiki perusahaan BUMN. Dia mendesak Menteri BUMN Rini Soemarno untuk mengevaluasi perusahaan plat merah yang bermasalah. Termasuk merombak jajaran komisaris yang tak becus mengelola perusahaan.

“BUMN-BUMN strategis banyak diisi oleh Deputi-deputi kementerian yang notabene nggak paham dengan kor bisnis perusahaan tersebut. Makanya harus dibenahi itu,” pungkas Ucok.

Kementerian BUMN Janjikan Transparansi

Menyikapi penetapan tersangka Nindya Karya, Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Kementerian BUMN, Ahmad Bambang memastikan perusahaan plat merah tersebut akan mematuhi segala proses hukum yang berjalan di KPK.

“Sebagai salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Nindya Karya (Persero) selalu siap mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kegiatan korporasi,” kata Ahmad dalam keterangan resminya, akhir pekan ini.

Pada 21 Februari 2018, kata Ahmad, PT Nindya Karya telah menerima surat dari KPK mengenai pemberitahuan dimulainya penyidikan perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Pelaksanaan Pembangunan Dermaga Bongkar tersebut, yang diduga dilakukan oleh PT Nindya Karya bersama-sama dengan PT Tuah Sejati.

"Sebagai perusahaan pelat merah yang menjunjung tinggi Good Corporate Governance (GCG) dan integritas perusahaan, Nindya Karya akan koperatif terhadap penegak hukum dalam menghadapi kasus ini,” ujarnya.

Menteri BUMN Rini Soemarmo memberikan sambutan saat menyaksikan konser Hitman David Foster and Friend di De Tjolomadoe, Karanganyar, Jawa Tengah, Sabtu (24/3). Konser tersebut dalam rangka pembukaan bangunan De Tjolomadoe setelah selesai proses revitalisasi. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)
Menteri BUMN Rini Soemarmo memberikan sambutan saat menyaksikan konser Hitman David Foster and Friend di De Tjolomadoe, Karanganyar, Jawa Tengah, Sabtu (24/3). (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Menurut Ahmad, hal-hal yang diminta oleh aparat penegak hukum terkait permasalahan hukum juga telah dijalankan dengan koperatif oleh PT Nindya Karya. PT Nindya Karya pun, lanjutnya, senantiasa berkomunikasi dan berkordinasi dengan baik kepada aparat penegak hukum demi menjalankan kegiatan bisnis yang sesuai ketentuan yang berlaku.

Ahmad menegaskan, selaku regulator dan pemegang saham dari PT Nindya Karya, Kementerian BUMN memastikan manajemen BUMN sekarang selalu menjalankan panduan dan penilaian GCG agar BUMN bertindak fair, profesional dan transparan dalam menjalankan bisnisnya.

“Penilaian dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau pihak ketiga yang telah terakreditasi. Score GCG ini masuk dalam Key Performance Indicator (KPI) Direksi BUMN," tandas Ahmad.

KPK Blokir Rekening BUMN Nindya Karya Rp44 Miliar

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan KPK telah memblokir rekening PT Nindya Karya senilai Rp44 miliar. Usai diblokir uang di dalamnya dipindahkan ke rekening penampungan KPK untuk kepentingan penanganan perkara.

"Sebagai bagian dari upaya memaksimalkan 'asset recovery', penyidik telah melakukan pemblokiran terhadap rekening PT Nindya Karya dengan nilai sekitar Rp44 miliar dan kemudian memindahkannya ke rekening penampungan KPK untuk kepentingan penanganan perkara," kata Febri Diansyah saat dikonfirmasi.

Menurut Febri, selain memblokir rekening PT Nindya Karya, KPK juga menyita beberapa aset milik PT Tuah Sejati dengan perkiraan nilai Rp20 miliar, yaitu satu unit SPBU, satu unit SPBN di Banda Aceh, dan satu unit SPBE di Meulaboh.

"Untuk memenuhi kekurangan dari dugaan penerimaan PT Tuah Sejati, KPK terus lakukan penelusuran aset terkait," ungkap Febri.

Juru bicara KPK Febri Diansyah. (MP/Ponco Sulaksono)
Juru bicara KPK Febri Diansyah. (MP/Ponco Sulaksono)

KPK telah memeriksa 128 saksi dalam penyidikan kasus tersangka dua perusahaan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati. Kedua perusahaan itu diduga merugikan negara sebesar Rp Rp313 miliar.

PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati melalui Heru Sulaksono selaku Kepala Cabang PT NK Cabang Sumatera Utara dam Nanggroe Aceh Darussalam merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation diduga melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dalam pengerjaan proyek senilai Rp793 miliar dari APBN tahun 2006-2011.

Gedung Nindya Karya (nindyakarya.co.id)

Tahun 2004 (sudah dianggarkan) senilai Rp7 miliar, tidak dikerjakan pada kurun 2004-2005 karena bencana Tsunami Aceh. Namun, uang muka telah diterima sebesar Rp1,4 miliar. Nilai proyek pembangunan dermaga Sabang dari tahun 2006 sampai 2011 terus meningkat. Pada 2006 anggaran turun sebesar Rp8 miliar, 2007 sebesar Rp24 miliar, 2008 sebesar Rp124 miliar, 2009 sebesar Rp164 miliar, 2010 sebesar Rp180 miliar, dan pada 2011 sebesar Rp285 miliar.

Kedua perusahaan diduga mendapat keuntungan dari perbuatan tersebut. PT Nindya Karya diduga mendapat Rp 44,68 miliar, sementara PT Tuah Sejati diduga menerima Rp 49,9 miliar. Dugaan penyimpangan di antaranya terjadi penunjukan langsung. Nindya Sejati Join Operation sejak awal telah diarahkan sebagai pemenang pelaksana pembangunan.

Kemudian rekayasa dalam penyusunan HPS dan penggelembungan harga, pekerjaan utama diserahkan kepada PT Budi Perkasa Alam dan terjadi kesalahan dalam prosedur izin terkait, seperti AMDAL belum ada, tetapi pembangunan sudah dilaksanakan.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka pada kasus ini. Yakni, Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumut dan Nangroe Aceh Darussalam, Heru Sulaksono; PPK Satuan Kerja Pengembangan Bebas Sabang, Ramadhany IsmyI; Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Ruslan Abdul Gani; dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Teuku Syaiful Ahmad. Mereka sudah divonis bersalah dan dijatuhkan hukuman penjara berbeda. (Pon)

#Kasus Korupsi #KPK #BUMN
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan