Detik-Detik Proklamasi RI

Bujuk Soebardjo Demi Menemukan Lokasi Penculikan Sukarno-Hatta

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Minggu, 16 Agustus 2020
Bujuk Soebardjo Demi Menemukan Lokasi Penculikan Sukarno-Hatta
Sukarno berpidato di hadapan rakyat Indonesia. (Foto: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia)

SETELAH bertemu Laksamana Maeda, Soebardjo langsung mengarah ke Jalan Prapatan Gambir 59 menemui Wikana dan para pemuda.

Soebardjo meminta Soediro memanggil perwakilan golongan muda, Wikana. Begitu sosoknya muncul, Soebardjo langsung menegur keras. "Apa yang telah kamu perbuat terhadap Sukarno dan Hatta?" tanyanya.

Baca juga: Merancang Proklamasi di Rumah Petinggi Militer Jepang

"Ini sudah menjadi keputusan kami dalam pertemuan semalam. Demi keselamatan, kami bawa ke suatu tempat di luar Jakarta," kata Wikana.

"Apakah akibat dari tindakan tersebut telah kamu pikirkan?" tanya Soebardjo lagi.

Tindakan itu, kata Wikana, bukan keputusan pribadinya, melainkan keputusan dari semua golongan pemuda. "Tugas saya membujuk Sukarno untuk memproklamasikan kemerdekaan pada malam kemarin dan kembali melapor," kata Wikana.

Soebardjo
Hatta, Sukarno, dan Soebardjo. (Foto: Kesadaran Nasional)

Mendengar pemaparan Wikana, Soebardjo memutar otak. Ia membujuk Wikana agar mendapatkan informasi terkait keberadaan Sukarno dan Hatta.

"Kita telah bekerja sama sejak lama dan saya kira tak ada alasan bagimu untuk merahasiakan kepadaku tempat mereka disembunyikan," bujuk Soebardjo.

Wikana gamang. Seketika bergeming. Kemudian memutuskan meminta izin kepada para pemuda lainnya. Wikana pun meninggalkan Soebardjo.

Tak lama kemudian, Wikana datang lagi. Kali ini, ia bersama Pandu Kertawiguna, rekan Adam Malik di kantor berita Jepang, Domei. Kepada Soebardjo, Pandu mengaku tak bisa mengatakan lokasi keberadaan Sukarno dan Hatta.

Ia sendiri juga tidak tahu, pihak Pembela Tanah Air (Peta) merahasiakan tempatnya dan tak mau ambil risiko memberitahu para pemuda. "Kita sekarang sedang menunggu seseorang yang akan membawa berita tentang itu," kata Pandu.

Baca juga: Fakta di Balik Penulisan Berita Proklamasi

Jawaban Pandu benar-benar mengecewakan Soebardjo. Penjelasan kepada para pemuda jelas hanya akan mengulang tarik urat seperti kejadian di rumah Sukarno. Juga tawaran diplomasi dan dukungan Kaigun atau potensi ancaman Rikugun tak digubris.

"Kami tidak takut sedikitpun untuk melakukan apa yang kami kehendaki," kata Pandu. Suaranya bernada keras dan mengejek sekaligus. "Biarkan mereka datang, kami telah siap menghadapi segala sesuatu."

Wikana dan Pandu segera meninggalkan Soebardjo sendiri di ruangan itu. Mereka bergabung dengan pemuda-pemuda yang lain, yang datang silih berganti. Kediaman Soediro siang itu benar-benar sibuk.

Sukarno
Pengibaran bendera Merah Puith saat proklamasi kemerdekaan RI. (Foto: Ipphos)

Menjelang sore, Nizhizima datang dan mengaku telah berbicara panjang-lebar dengan Wikana. Ia berhasil meyakinkan Wikana akan dukungan Kaigun. Ketika akhirnya si pembawa berita datang, sikap para pemuda berubah dan mengizinkan Sukarno dan Hatta kembali atas jaminan Kaigun.

Pandu, Wikana, dan Jusuf Kunto si pembawa berita kepada Soebardjo menjelaskan, tindakan menyembunyikan kedua pemimpin itu tidak lain dipicu kekhawatiran atas Sukarno dan Hatta akan dibunuh Rikugun atau paling menjadi sandera jika kerusuhan pecah. Itu juga untuk mempercepat proses proklamasi kemerdekaan.

Kepada para pemuda, Soebardjo meminta mereka menunjukkan persembunyian Sukarno dan Hatta. "Pak Bardjo tidak bisa pergi sendiri karena terlalu berbahaya, dan saya yakin mereka akan melarang Pak Bardjo menemui Sukarno dan Hatta tanpa ditemani orang yang mereka kenal dari pihak mereka. Jusuf Kunto akan menemani Pak Barjdo," ujar Pandu. (*)

Baca juga: Melongok Tarik-Ulur Kesepakatan Proklamasi di Rengasdengklok

#Proklamasi Kemerdekaan
Bagikan
Bagikan