Kuliner

Budaya Jajanan Kaki Lima Singapura Masuk Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Minggu, 20 Desember 2020
Budaya Jajanan Kaki Lima Singapura Masuk Warisan Budaya Tak Benda UNESCO
Pemandangan Kaki Lima Singapura di malam hari. (Unsplash-Christian Chen)

INGAT adegan Nick Young, Colin Khoo dan Araminta Lee di film Crazy Rich Asians menyantap hidangan kaki lima di pusat jajanan paling ikonik di Singapura?

Baca juga:

Singapura Wajibkan Warga ASEAN Bawa Surat Tanda Sehat

Kepopuleran film garapan sutradara Jon M. Chu tersebut memantik situs resmi Michelin Guide berpusat di New York merekomendasi banyak tempat makan sesuai lokasi syuting di Singapura.

Bahkan, tradisi makan komunal atau budaya jajanan kaki lima Singapura masuk daftar Warisan Budaya Tak Benda Manusia usungan UNESCO.

singapura
Budaya makan kaki lima menjamur di Singapura sejak 1970-an. (Unsplash-Laurentiu Morariu)

Badan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut mengumumkan hal tersebut pada Rabu (16/12) lalu, setelah Singapura hampir dua tahun mengajukan tawaran.

Baca juga: Singapura Pakai Drone untuk Terapkan Social Distancing

“Pusat-pusat ini berfungsi sebagai 'ruang makan komunitas' tempat orang-orang dari berbagai latar belakang berkumpul dan berbagi pengalaman bersantap sambil sarapan, makan siang, dan makan malam,” kata UNESCO dikutip Reuters.

Pusat jajanan Singapura didirikan sebagai lokasi penampungan mantan pedagang kaki lima 'pedagang asongan', dalam upaya membersihkan pulau tersebut pada tahun 1970-an. Caranya dengan menyajikan berbagai hidangan murah kepada penduduk setempat serta menyediakan suasana sosial.

singapura
Para turis juga gemar menjajal makanan kaki lima Singapura. (Unsplash-Annie Spratt)

Koki selebriti ternama seperti Anthony Bourdain dan Gordon Ramsay telah memanjakan diri dengan hidangan lokal, nasi ayam, di pusat jajanan di negeri dengan ikon Singa. Film Crazy Rich Asians menonjolkan bintang-bintangnya menyelipkan piring-piring bertumpuk di pasar malam.

Namun, budaya jajanan Singapura menghadapi tantangannya. Usia rata-rata para pedagang kaki lima di negara kota ini telah mencapai 60 tahun. Sementara, kaum muda Singapura semakin menghindari dapur sempit dan berkeringat dan lebih memilih pekerjaan kantoran.

singapura
Suasana malam di Singapura. (Unsplash-Shawn Ang)

Pandemi COVID-19 juga memberikan pukulan telak kepada pedagang kaki lima. Pandemi menghentikan laju turis nan biasa ke pusat-pusat jajanan tersebut, sementara penduduk setempat bahkan dilarang makan di luar selama beberapa bulan selama lockdown sejak awal tahun 2020.

Singapura harus menyerahkan laporan setiap enam tahun ke UNESCO, dan menunjukkan upaya serius melindungi dan mempromosikan budaya jajanan kaki lima. (*)

Baca juga: Singapura Tak Selamanya Mahal

#Wisata Dunia #Kuliner #Wisata Kuliner #Singapura #Wisata #UNESCO
Bagikan
Bagikan