MerahPutih.com - Para pemimpin negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China atau Tiongkok dan Afrika Selatan) pada Kamis (24/8/2023), melakukan pertemuan di Afrika Selatan.
Dalam pernyataan, mereka menyoroti tingkat utang yang tinggi di beberapa negara telah mengurangi ruang fiskal yang diperlukan untuk mengatasi tantangan pembangunan yang sedang berlangsung, diperburuk oleh dampak limpahan guncangan eksternal, khususnya pengetatan moneter yang tajam di negara-negara maju.
Baca Juga:
Jokowi Tiba di Afrika Selatan Buat Hadiri KTT BRICS
Dalam Deklarasi Johannesburg II yang diadopsi setelah KTT BRICS ke-15 yang berlangsung selama tiga hari, negara-negara BRICS menyatakan kenaikan suku bunga dan kondisi pembiayaan yang lebih ketat telah memperburuk kerentanan utang di banyak negara.
BRICS menekankan agenda utang internasional perlu ditangani dengan baik guna mendukung pemulihan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, dengan tetap mempertimbangkan undang-undang dan prosedur internal masing-masing negara.
Salah satu instrumen untuk mengatasi kerentanan utang secara kolektif adalah melalui implementasi Kerangka Umum Penanganan Utang G20 yang dapat diprediksi, teratur, tepat waktu, dan terkoordinasi, dengan partisipasi kreditor bilateral resmi, kreditor swasta dan bank pembangunan multilateral, sejalan dengan prinsip tindakan bersama dan pembagian beban yang adil, mereka menekankan dalam deklarasi tersebut.
Sementara itu, Presiden Iran Ebrahim Raisi memuji keputusan anggota BRICS pada Kamis (24/8/2023) untuk memperluas kelompok tersebut, dan memujinya sebagai langkah terpuji yang akan memfasilitasi pembangunan di seluruh dunia sambil menjunjung tinggi prinsip keadilan.
Pernyataan tersebut disampaikannya pada KTT BRICS ke-15 di Johannesburg, Afrika Selatan, setelah kelompok tersebut mengundang Iran, Argentina, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab untuk menjadi anggota baru.
Raisi menyatakan keyakinannya, masuknya Iran dalam BRICS akan menciptakan dampak bersejarah, menandai tonggak penting dalam memajukan prinsip-prinsip keadilan dan etika, dan pada akhirnya mendorong perdamaian global yang langgeng.
Ia menguraikan munculnya ambisi hegemonik, ketidakadilan, kesenjangan, dan krisis moral sebagai penyebab rumitnya lanskap global.
Ia menyoroti pentingnya mengatasi masalah-masalah mendesak seperti kelaparan, perubahan iklim, dan berkurangnya sumber daya energi, Raisi menggarisbawahi perlunya inisiatif kolaboratif dan persatuan untuk membangun sistem yang adil berdasarkan kepentingan bersama.
"BRICS sebagai simbol perubahan dalam hubungan global yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan komunitas internasional, terutama seiring dengan meningkatnya kepercayaan global terhadap kelompok tersebut," katanya. (*)
Baca Juga:
Megawati Dukung BRICS Bikin Bank Pembangunan