BPOM tak Ingin Gegabah Setujui Kombinasi Obat COVD-19 Unair

Andika PratamaAndika Pratama - Kamis, 20 Agustus 2020
BPOM tak Ingin Gegabah Setujui Kombinasi Obat COVD-19 Unair
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Lukito di Jakarta, Rabu (19/8/2020). Foto: (ANTARA/HO-Badan Pengawas Obat dan Makanan)

MerahPutih.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah mengawal pelaksanaan beberapa uji klinik obat COVID-19. Termasuk salah satunya adalah uji klinik untuk 5 kombinasi obat yang diajukan oleh tim peneliti Universitas Airlangga (UNAIR).

Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan Tim Peneliti UNAIR dengan sponsor Badan Intelijen Negara (BIN) telah mengajukan Protokol Uji Klinik (UK) untuk 5 Kombinasi Obat pada tanggal 12 Juni 2020.

Baca Juga

Virologi UGM Sebut Vaksin Sinovac Bukan Solusi Hentikan Pandemi

“Sesuai dengan prosedur tetap di Badan POM, suatu Protokol UK akan mendapatkan persetujuan pelaksanaan, setelah sebelumnya dibahas dan disetujui oleh Badan POM dan Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat yang terdiri dari ahli farmakologi, klinisi dari multidisiplin bidang penyakit dari berbagai perguruan tinggi, serta ahli kebijakan regulatori di bidang obat,” jelas Penny dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Kamis (20/8).

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito. (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito. (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)

Penny menuturkan, hal ini diperlukan untuk mendapatkan metode uji klinik yang valid sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mendukung pengambilan kesimpulan pemberian persetujuan.

"Termasuk untuk penggunaan pada masa darurat [emergency use authorization],” lanjutnya.

Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) untuk 5 kombinasi obat UNAIR diberikan Badan POM pada tanggal 3 Juli 2020 setelah mendapatkan lolos kaji etik dari Komisi Etik Rumah Sakit (RS) UNAIR. Dengan diberikan PPUK ini, peneliti dapat memulai kegiatan uji klinik.

Penny menambahkan, Badan POM melakukan inspeksi Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) untuk memastikan bahwa pelaksanaan uji klinik sesuai dengan protokol yang disetujui dan prinsip-prinsip CUKB dipenuhi oleh peneliti dan sponsor untuk memastikan validitas data yang diperoleh.

“Untuk penelitian ini diperlukan data yang menunjukkan apakah uji klinik telah sesuai dengan tujuan dan mampu membuktikan bahwa obat uji berupa kombinasi obat lebih baik dibandingkan obat standar (standard of care) dalam menyembuhkan pasien COVID-19 dengan derajat ringan, sedang dan berat,” ujar Kepala Badan POM.

Pada Rabu (19/8), BPOM menerima laporan hasil uji klinik tersebut yang diserahkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa kepada Kepala Badan POM.

Terhadap hasil uji klinik tersebut akan dilakukan evaluasi untuk dapat menyimpulkan apakah uji klinik tersebut valid atau tidak, dan mengetahui apakah obat kombinasi tersebut lebih baik daripada obat standar yang digunakan.

Sementara itu, hasil inspeksi Badan POM pada senter penelitian di wilayah Bandung yang dilakukan pada tanggal 27-28 Juli 2020 menunjukkan perlunya beberapa klarifikasi data yang kritikal. Yaitu data laboratorium yang dapat membuktikan bahwa efektivitas kombinasi obat yang sedang diuji lebih baik daripada obat standar.

"Serta efektivitas pada subyek dengan derajat penyakit sedang dan berat," ungkap Penny.

Badan POM juga akan menilai perbaikan dan klarifikasi yang diberikan oleh peneliti dan/ atau sponsor.

"Jika perbaikan dan klarifikasi tersebut tidak dapat mendukung validitas hasil uji klinik, maka peneliti harus mengulang pelaksanaan uji klinik," jelas Penny.

Kombinasi Obat COVID-19 produksi Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur. Foto: Unair
Kombinasi Obat COVID-19 produksi Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur. Foto: Unair


Ia menekankan perlunya kehati-hatian dalam pengambilan keputusan dari hasil uji klinik ini. Mengingat penggunaan obat kombinasi baru yang tidak tepat akan mengakibatkan risiko efek samping, resistensi, dan biaya yang tidak perlu.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian dalam memproduksi obat adalah bahwa obat kombinasi tersebut harus dapat diformulasi dengan baik dan tidak menimbulkan inkompatibilitas baik secara kimia maupun fisik.

"Industri Farmasi yang akan memproduksi harus telah memiliki sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB),” tutur Penny.

Baca Juga

BPOM Nyatakan Obat COVID-19 Unair Belum Valid karena Beberapa Penyebab

Ia memastikan, semua keputusan dilakukan berdasarkan bukti ilmiah yang kuat dan dilakukan oleh tim KOMNAS Penilai Obat.

"Badan POM akan memberikan Persetujuan Penggunaan pada masa darurat jika hasil evaluasi data uji klinik tersebut dinyatakan valid dan sesuai serta telah memenuhi aspek mutu dalam proses pembuatannya,” tegas Penny K. Lukito. (Knu)

#Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) #BPOM #Unair #COVID-19
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan