BMKG Luncurkan 'Pandangan Iklim 2024', Acuan untuk Semua Pemangku Kepentingan


Umumnya iklim di Indonesia akan lebih basah ketimbang tahun 2023. (Pexels/Dziana Hasanbekava)
IKLIM yang terjadi belakangan ini, seolah tak dapat terprediksi. Agaknya ini yang membuat Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan acuan iklim pada Pandangan Iklim 2024 atau kerennya Climate Outlook 2024.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa rilisan dari BMKG ini dapat digunakan oleh kementerian atau lembaga, pemerintah daerah dan semua pihak terkait.
Baca Juga:

Dwikorita mengatakan acuan ini dapat menjadi salah satu panduan untuk perencanaan dan kegiatan pembangunan pada sektor yang terkait atau terdampak oleh fenomena iklim.
Sepanjang tahun 2024, dia mengungkapkan akan terjadi gangguan iklim dari Samudra Pasifik yaitu ENSO. Ini diprakirakan akan berada pada fase El Nino Lemah-Moderat di awal tahun 2024. Kemudian akhir tahun 2024 diprediksikan berada pada fase Netral.
"Terdapat peluang namun kecil untuk berkembang menjadi fenomena La Nina yang merupakan pemicu anomali iklim basah. Demikian juga dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang merupakan penyebab gangguan iklim dari Samudra Hindia, diprediksikan akan berada pada fase Netral dari awal hingga akhir tahun 2024," kata Dwikorita dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin (01/01).
Dwikora menambahkan bahwa jumlah curah hujan tahunan pada 2024 diprediksikan umumnya berkisar pada kondisi normal. Namun, terdapat beberapa wilayah yang diprediksikan dapat mengalami hujan tahunan di atas normal.
Wilayah yang mengalami hujan di atas normal adalah sebagian kecil Aceh, Sumatera Barat bagian selatan, sebagian kecil Riau, sebagian kecil Kalimantan Selatan, sebagian kecil Gorontalo, sebagian kecil Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat bagian utara, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian kecil Papua Barat dan Papua bagian utara.
Sayangnya ada wilayah yang menunjukan prediksi sebaliknya. Dwikorita mengungkapkan terdapat beberapa wilayah yang akan mengalami hujan tahunan di bawah normal. Seperti sebagian Banten, sebagian kecil Jawa Barat, sebagian kecil Jawa Tengah, sebagian Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, dan Papua bagian selatan.
Baca Juga:
2023, Saatnya Beraksi Nyata untuk Anak di Tengah Darurat Iklim

"Meskipun kemarau 2024 diprediksi berlangsung dengan normal. Namun terdapat wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan karena secara iklim memang memiliki curah hujan yang rendah. Meliputi sebagian Lampung, sebagian Jawa, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian Nusa Tenggara Timur dan Papua bagian selatan," ungkap Dwikorita
Sementara Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan bahwa dalam pandangan iklim tersebut BMKG menyertakan sejumlah rekomendasi umum untuk sektor-sektor terkait atau terdampak oleh fenomena iklim tersebut.
Seperti melakukan langkah antisipatif terhadap potensi jumlah curah hujan tahunan 2023 yang melebihi rata-ratanya atau melebihi batas normalnya. Ini dapat memicu bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor. Kemjudian potensi curah hujan di bawah normal dapat memicu kekeringan dan dampak lanjutannya berupa kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau 2024.
Ardhasena menunjuk pada meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir. Seperti penyiapan kapasitas pada sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air, agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir.
Kemudian yang tak terlupakan adalah dipastikannya keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya. Ini dimaksudkan untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau.
"Terkait penanganan musim kemarau, meskipun kemarau 2024 diprediksi tidak sekering kemarau 2023, maka tetap perlu diwaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan di tahun 2024. Khususnya pada periode kemarau pertama di bulan Februari 2024 untuk wilayah pesisir Sumatera bagian Timur. Maupun periode kemarau periode kedua mulai Mei 2024 untuk wilayah lainnya yang rawan Karhutla," tegas Ardhasena. (*)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia

Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii

Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar

Survei C3S: Juni 2025 Bulan Terpanas Ketiga dalam Sejarah

Tak Ada Musik di Planet Mati: 15 Musisi Satukan Suara untuk Iklim

Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini

Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali

Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
