MerahPutih.com - Indonesia terus mendorong penerapan hunian berkonsep Transit Oriented Development (TOD) atau hunian terintegrasi angkutan umum. Hal ini dipercaya, mengefektifkan mobilitas warga terutama dari tempat tinggalnya ke lokasi aktivitas sehari-hari.
Pada tahun 2019, Kemenhub dan Kementerian BUMN, Perumnas telah memulai pembangunan TOD melalui groundbreaking atau pemancangan tiang pertama di sejumlah daerah khususnya di simpul-simpul transportasi di Jabodetabek.
Beberapa TOD kini sudah dibangun tidak jauh dari stasiun kereta api ataupun commuter line seperti Stasiun Pasar Senen, Pondok Cina, Depok Baru, Jatijajar, Citayam dan Cinere.
Baca Juga:
4.233 Kamar Hotel di 3 Provinsi Jadi Tempat Isolasi OTG COVID-19
Sedangkan TOD yang terintegrasi dengan terminal berada di sekitar Terminal Poris Plawad Tangerang, Baranangsiang Bogor, Jatijajar Depok dan Pondok Cabe Tangerang Selatan.
Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Perumahan Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Dwityo Akoro Soeranto, menegaskan, pihaknya terus menggandeng sejumlah kementerian/lembaga, para pakar dan praktisi bidang perumahan untuk menjaring berbagai masukan dan saran terkait program pembangunan hunian berbasis transit atau TOD di Indonesia.
"Kami melaksanakan pertemuan bersama para mitra kerja di bidang perumahan sebagai upaya menyiapkan dukungan kebijakan agar pengembangan hunian berbasis transit ini dapat berjalan efektif dan efisien," ujar Dwityo.
Kebijakan terkait pembangunan TOD, kata Ia, sebisa mungkin harus dapat diimplementasikan di lapangan sekaligus mendorong kolaborasi pembangunan pembangunan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
Ia mengakui, program perumahan ke depan akan semakin menghadapi tantangan mengingat semakin terbatasnya lahan, kemampuan pendanaan pemerintah di sektor perumahan, backlog kepenghunian dan rumah tidak layak huni, keterbatasan data yang akurat, tuntutan masyarakat, teknologi murah dan penyederhanaan peraturan.

Dirinya mencontohkan di kawasan metropolitan dan kota besar muncul permasalahan seperti urban sprawl, kemacetan dan kawasan kumuh.
Bahkan, berdasarkan data dari Bank Dunia pada tahun 2018 di kawasan metropolitan Indonesia hampir setengah komuter menghabiskan waktu lebih dari 60 menit setiap hari diperjalanan dan sebagian dari mereka menempuh jarak lebih dari 30 kilometer.
Permasalahan kemacetan ini, lanjut ia, terjadi karena adanya inefisiensi yang dilakukan penduduk perkotaan dengan melakukan pergerakan menggunakan kendaraan pribadi.
"Jumlah masyarakat yang bertempat tinggal di pinggiran kota cukup besar, sementara masyarakat menengah ke bawah semakin terpinggirkan akibat ketidakmampuan untuk mengakses hunian karena harga tanah dan hunian yang tinggi di tengah kota," ujarnya.
Baca Juga:
Mulai Hari Ini, Layanan TransJakarta Sampai Jam 10 Malam