Berani Baru, Membawa Ruang Pamer Foto ke Realitas Virtual

Dwi AstariniDwi Astarini - Sabtu, 14 November 2020
Berani Baru, Membawa Ruang Pamer Foto ke Realitas Virtual
GFJA menggelar pameran foto secara virtual. (foto: Istimewa))

"PANDEMI ini layaknya katalis," kata Ismar Patrizki saat membuka obrolan dengan Merahputih.com, beberapa waktu lalu. Kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) itu lantas menjelaskan bahwa gara-gara pandemi ini, hal-hal yang mungkin baru akan dilakukan dalam dua atau lima tahun mendatang malah jadi jamak dilakukan saat ini.

Ia mencontohkan sekolah daring yang jadi hal biasa saat ini. Lainnya lagi, para pekerja yang kini bisa praktis bekerja dari rumah saja. "Tadinya, kita semua mungkin memikirkan hal-hal itu baru akan terjadi beberapa tahun mendatang. Namun, pandemi ini memaksa kita semua mengintegrasikan teknologi ke kehidupan sehari-hari saat ini juga," imbuhnya.

Benar saja, tak bisa dimungkiri, teknologi kini jadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita. Ponsel pintar, gadget, hingga teknologi realitas virtual layaknya sebuah kenyataan baru yang mengasyikkan buat kita. Sejalan dengan kenyataan itu, rasanya tak relevan lagi untuk melakukan hal-hal dengan cara konvensional ala sebelum pandemi. "Saat ini, kita mesti kreatif. Harus berani bikin sesuatu yang baru," kata pria yang mengawali karier di bidang fotografi jurnalistik sejak 2003 itu.

BACA JUGA:

Dihadirkan Secara Virtual, Pameran 'Indonesia Bergerak: 1900-1942' Ajak Generasi Muda Belajar Sejarah dengan Cara Kekinian

Prinsip itulah yang dipegang ketika ia ditunjuk sebagai kurator GFJA pada Maret lalu. "Tepat di hari penunjukan itu, Ibu Kota resmi masuk masa PSBB pertama," kenangnya. Sudah pasti, pembatasan berskala besar itu berdampak pada program GFJA untuk tahun ini. Sejumlah pameran foto yang telah terjadwal dan siap digelar di GFJA terpaksa ditunda atau bahkan batal total.

"Saya harus bisa menyiasati situasi ini. Rasanya tak mungkin semua program pameran foto ditiadakan selama setahun ini," katanya. Mulailah ia berselancar di dunia maya. Ia kemudian menemukan sejumlah galeri dan museum di luar negeri bisa tetap menggelar pameran. Namun, dengan cara baru yang aman dan patuh protokol kesehatan, yakni dengan pameran virtual.

GFJA-pameran virtual
Tampilan pameran foto virtual oleh Galeri Foto Jurnalistik Antara. (foto: istimewa)

Ia pun mulai mengulik untuk mencari tahu bagaimana bisa menerapkan cara itu di GFJA. "Inilah tantangan terbesar saat memutuskan memindahkan pameran foto ke realitas virtual. Untuk ini, saya autodidaktik," katanya. Untungnya mencari ilmu di era serbadigital ini mudah. Banyak kanal Youtube dan lainnya yang menyediakan pengetahuan yang ia butuhkan.

Sejak April, Ismar getol mencari referensi untuk memformulasikan pameran foto virtual. "Sebenarnya, kawan-kawan di Gudskul sudah pernah membawa pameran mereka ke dunia virtual. Mereka memamerkan karya dalam format animasi 3 dimensi," ujarnya. Ia kemudian menggandeng beberapa rekan untuk bergabung di tim yang membuat pameran virtual ini.

pameran foto virtual
Tampilan interaktif ketika melihat pameran foto virtual. (foto: istimewa)

Ia tak memungkiri banyak cara virtual yang bisa diterapkan untuk menghadirkan pameran ke hadapan penikmat. Ada yang menghadirkan lewat animasi, lainnya bisa membuat dalam video yang diunggah ke platform Youtube. Namun, Ismar memilih formulasi berbeda. Ia menghadirkan pameran foto GFJA dengan menggunakan platform realitas virtual. Untuk proyek perdana, ia mengemas pameran GFJA berjudul Indonesia Bergerak: 1900-1942 ke platform virtual.

"Butuh waktu hampir dua bulan untuk menyiapkan pameran perdana itu. Saya harus try and error untuk benar-benar bisa mewujudkan sebuah pameran foto virtual," ujarnya. Pada 7 September, pameran foto Indonesia Bergerak: 1900-1940 resmi dibuka untuk umum. Pembukaan digelar di gedung GFJA dengan protokol kesehatan yang ketat.

Pameran tersebut menghadirkan foto-foto dari masa pergerakan Indonesia. Penikmat bisa melihat pameran itu dalam dua cara, yakni secara fisik di GFJA di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, dan platform virtual.

Untuk pameran fisik di galeri, Ismar mengatakan jumlah pengunjung amatlah dibatasi. Mereka juga wajib mematuhi protokol kesehatan saat datang, semisal wajib pakai masker, cuci tangan, dan disemprot disinfektan.

pameran foto virtual GFJA
Pengunjung pameran foto diajak dalam tur virtual. (foto: istimewa)

Di platform virtual, pengunjung diajak melihat ruang pamer GFJA di dunia maya. Pengunjung seakan-akan tengah berjalan menyusuri satu per satu karya yang dipamerkan. Tak hanya melihat, pengunjung bisa mendapat pengetahuan. "Di platform virtual, pengunjung bisa klik foto untuk membaca artikel pendukung atau keterangan foto. Jadi malah lebih kaya akan pengetahuan," jelas Ismar.

Pameran virtual yang bisa dinikmati di mana saja dan kapan saja sudah pasti terjamin keamanannya. Tak ada kerumunan orang yang melihat pameran foto di galeri. Para penikmat bisa melihatnya dari mana saja. "Bahkan dengan cara ini, pameran foto bisa dinikmati mereka di seluruh Indonesia, bahkan mancanegara," kata Ismar.

Biasanya, pameran foto di galeri maksimal dikunjungi 300 orang, ketika digelar secara virtual, jumlah pengunjung melonjak hingga angka 3.000 pengunjung. Meskipun demikian, Ismar tak menampik bahwa dari jumlah itu, tak semuanya menyelesaikan tur virtual. "Ada yang hanya masuk, lihat-lihat sebentar. Tetap saja, itu sebuah respons yang positif," ujarnya.

Tak hanya dari kalangan penikmat, rspons positif juga ia terima dari kalangan fotografi jurnalistik. Tak sedikit yang kemudian tertarik untuk membuat pameran virtual seperti yang ia sajikan. Sejumlah lembaga nasional dan swasta langsung mengajak kerja bareng untuk membuat proyek pameran foto bersama. Sudah pasti ini jadi kabar baik.

View this post on Instagram

A post shared by Ismar Patrizki (@patrizki)

"Jadi dunia fotografi jurnalistik tidak vakum selama pandemi ini. Karya kawan-kawan bisa dipamerkan. Sekaligus, jadi medium edukasi dan penyampaian informasi ke publik," ujarnya. Di masa depan, menurut Ismar, pameran foto virtual ini akan jadi hal yang jamak dilakukan. Fleksibilitas dalam penyelenggaraan membuat cara ini menembus sekat jarak dan kondisi geografis.

Selain itu, ia mengatakan platform virtual ini memungkinkan adanya kolaborasi. Tak hanya lintas daerah, tapi juga lintas bidang. Seperti halnya yang dilakukan pada 10 November. GFJA membuka rang pamer foto Manunggal Negeriku di Aceh. Meskipun pameran fisik foto dibuka di Aceh, para penikmat di Ibu Kota bisa ikut menyaksikan pembukaan via kanal Youtube dan melihat pameran foto via tur virtual yang disediakan.

Di masa depan, kata Ismar, akan banyak jenis proyek seperti itu digelar. "Sudah saatnya fotografi jurnalistik berkembang. Membuka diri untuk hal-hal baru dan kolaborasi-kolaborasi seru," tutupnya.(dwi)

BACA JUGA:

Kreatif di Masa Lockdown, Pria ini Bangun Roller Coaster di Rumahnya

#November Berani Baru
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.
Bagikan