INDUSTRI teknologi global sempat terguncang akibat perlambatan ekonomi dalam tiga bulan terakhir. Hal ini terjadi akibat adanya krisis pasokan pangan dan energi yang menyebabkan kenaikan tingkat inflasi tinggi di berbagai negara.
Tingginya tingkat inflasi itu oleh berbagai bank sentral, direspons dengan cara menaikkan suku bunga acuan. Kebijakan ini berujung pada pengetatan aliran modal di berbagai sektor industri, tak terkecuali industri digital.
Investor dan para pemodal ventura menahan pendanaan dan mengalihkan investasinya ke sektor-sektor lain yang dianggap lebih potensial dan menguntungkan di masa resesi. Tak mengherankan jika sepanjang 2022 ini, di seluruh dunia terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pada karyawan sektor teknologi.
Laman Layoffs.fyi melaporkan hingga 22 Juli 2022, ada sebanyak 56.224 karyawan dari 381 perusahaan startup global yang terkena PHK. Jumlah itu bisa jadi jauh lebih besar, karena tak semua perusahaan mengumumkan data pengurangan karyawannya. Data itu juga belum termasuk dengan startup-startup yang harus berhenti beroperasi dan tutup.
Baca juga:

Sebuah riset yang digelar Yale University, Amerika Serikat, dan dipublikasikan dalam Harvard Business Review pada 28 Juni lalu, menunjukan kondisi anomali.
Riset bertajuk Are Former Startup Founders Less Hireable? itu melaporkan para mantan pendiri usaha rintisan di sektor teknologi, 43 persen lebih kecil berpeluang mendapat panggilan kedua (setelah menjalani wawancara kerja) saat melamar pekerjaan, jika dibandingkan dengan pelamar kerja yang bukan berlatar belakang pendiri startup.
Survei yang melibatkan 2.400 responden itu juga menyebutkan para mantan pendiri startup yang usahanya sukses, memiliki peluang lebih kecil 33 persen untuk diundang wawancara kerja. Hal ini memperlihatkan kondisi yang bertolak belakang dengan kecenderungan sebagian besar perusahaan yang ingin mempekerjakan karyawan berjiwa wirausaha dan inovatif.
Karena menurut survei, ketika dihadapkan dengan kandidat pekerja yang memiliki dua hal tersebut, yang lazimnya dimiliki para pendiri startup, ternyata perusahaan lebih berpeluang memilih kandidat yang bukan berlatar belakang pendiri startup.
Baca juga:

Meski hasil survei ini lebih menggambarkan kondisi dunia kerja di AS, namun pengamat kewirausahaan sosial Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Rudy Handoko, berpendapat situasi serupa berpeluang terjadi di Indonesia.
"Bukan hal aneh jika seorang founder startup masuk ke bursa kerja setelah bisnisnya gagal, atau pertumbuhan bisnisnya lambat," katanya, dalam siaran pers yang diterima Merahputih.com.
Masalahnya, kata Rudy, ada semacam stigma pada para founder startup atau mereka yang memiliki jabatan tinggi karena memiliki karakter arogan, serba tahu, dan stigma negatif lainnya. "Padahal perekrut membutuhkan karyawan yang humble, open minded, dan terbuka untuk belajar hal baru," jelasnya.
Pendapat Rudy itu juga tergambar pada hasil riset yang dibuat tim Yale University. Berdasarkan pengamatan para perekrut, mantan pendiri akan memiliki seperangkat keterampilan yang lebih luas, pola pikir berkembang, dan kecenderungan untuk berinovasi.
Dengan berbagai pandangan itu, bagaimana kemudian solusi untuk mebangun karakter calon wirausahawan yang kuat, namun juga tetap adaptif dengan dunia kerja? Menurut Rudy, hal itu, salah satunya ditentukan oleh proses yang mereka lalui saat menempuh pendidikan, terutama di tingkat kampus.
Rudy pun memaparkan tips untuk membangun karakter calon wirausahawan yang kuat dan tetap adaptif di dunia kerja, salah satunya saat menempuh dunia pendidikan, terutama di tingkat kampus.
"Dunia pendidikan dapat menciptakan karakter pebisnis yang kuat. Di kampus, misalnya, kami menekankan proses dalam membentuk pebisnis atau profesional sukses. Tidak ada yang instan karena semua hasil butuh ketekunan," ujar Rudy.
Banyaknya kompetisi yang diikuti pun melatih karakter mereka sebagai sosok yang terbiasa menang maupun kalah, dan tak mudah menyerah meski harus merangkak lagi dari bawah. "Hal semacam ini penting untuk pembentukan karakter calon pebisnis, maupun karyawan," tutup Rudy. (and)
Baca juga: