MerahPutih.com - Senin 16 November, Kapolri Jenderal Idham Azis mencopot sejumlah Kapolda grade A di Pulau Jawa. Perombakan mendadak jajaran korps Bahyangkara ini terjadi selang sepekan setelah Rizieq Shihab pulang ke Indonesia, Selasa (10/11). Pencopotan diakui terkait rangkaian kegiatan pentolan FPI itu yang memicu kerumunan massa di tengah pandemi COVID-19 sepekan terakhir.
Tercatat mereka yang terdepak antara lain Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahradi. Sebaliknya, Kapolda Jawa Timur Irjen Fadil Imran ditarik mengisi kursi Metro-1 sebutan untuk Kapolda Metro dan Asisten Logistik (Aslog) Kapolri Irjen Ahmad Dofiri ditunjuk jadi Kapolda baru Jabar.
Baca Juga:
Kegiatan Rizieq Shihab Juga Berimbas Terhadap Nasib 2 Kapolres
'Gempa lokal' di tubuh korps Bhayangkara pasca-kepulangan Rizieq turut menyeret pencopotan Kapolres Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto dan Kapolres Bogor AKBP Ronald Ronaldy. Keduanya kena semprit Kapolri lantaran dianggap gagal mengawal protokol kesehatan sejumlah kegiatan pentolan FPI itu.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono membenarkan aktivitas Rizieq melatarbelakangi perombakan jabatan berdasarkan Surat Telegram (ST) Nomor ST/3222/XI/KEP/2020 tanggal 16 November 2020. "Bahwa ada dua Kapolda yang tidak melaksanakan perintah dalam menegakkan protokol kesehatan maka diberikan sanksi berupa pencopotan. Yaitu Kapolda Metro Jaya, kemudian yang kedua Kapolda Jawa Barat," kata dia, Senin (16/11).
Efek Rizieq

Sejak kepulangan Rizieq tercatat sedikitnya ada 5 titik kerumunan massa ribuan orang yang mengabaikan protokol kesehatan. 'Dosa' Kapolda Metro Jaya mungkin berawal dari pengerahan puluhan ribu orang penjemput Rizieq di Bandra Soekarno-Hatta Selasa pekan lalu.
Massa kembali bergerombol memadati pertemuan di kediaman Rizieq, Petamburan Tanah Abang Jakarta Pusat. Parahnya, kejadian kembali terulang saat ceramah perayaan Maulud Nabi di Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (13/11). Terakhir, lagi-lagi terjadi kerumunan massa mengabaikan protokol kesehatan di acara hajatan pernikahan anak pentolan FPI itu di kediamannya, Sabtu (14/11).
Adapun Irjen Rudy dan AKBP Ronald kena semprit karena 'khilaf' saat acara ceramah Rizieq di Masjid Raya Markaz Syariah DPP FPI, Desa Kuta, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jumat (13/11). Kala itu ribuan orang tumpah ruah mulai dari Simpang Gadog hingga lokasi. Massa bergerombol tanpa jarak aman dan tanpa memakai masker. Mentah-mentah mengabaikan protokol kesehatan COVID-19 yang selama ini dijalankan publik dan digaungkan pemerintah.
Baca Juga:
Langkah cepat Kapolri mencopot anak buahnya mendapat pujian dari publik. Menurut Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, sanksi internal ini sudah tepat merujuk imbauan Kapolri agar jajaran Polri bersikap tegas dalam menindak kegiatan masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan. "Mereka (Kapolda dan Kapolres) ceroboh membiarkan kerumunan massa dalam kasus Rizieq Shihab," ujar dia, Selasa (17/11).
Meski mengapresiasi, Pengamat kepolisian Universitas Krisnadwipayana Sahat Dio menambahkan tak bisa disalahkan bila publik juga melihat kebijakan pencopotan ini terkesan mencari kambing hitam. Apalagi, kata dia, narasi aparat tebang pilih terhadap kelompok tertentu dalam pemberlakuan protokol kesehatan di kasus Rizieq sudah terlanjur menggema.
Malah, lanjut Sahat, muncul pandangan artis Nikita Mirzani lebih polisi dari polisi karena berani mengkritik keras pelanggaran protokol kesehatan massa FPI dan Rizieq menjadi buah bibir di media sosial.
"Kebijakan Idham diambil di tengah sorotan terhadap seluruh aparatur pemerintah, baik penegak hukum maupun aparatur sipil, terhadap 'pembiaran' pelanggaran protokol kesehatan oleh Rizieq dan pendukungnya," tutur dia, Senin (16/11).
Reserse 'Penjinak' Rizieq

Meski begitu, Sahat dan IPW sama-sama berharap kasus kerumunan Rizieq ini menjadi pelajaran Polri menjadi lebih baik. Minimal, kata Sahat, ke depan Polri tidak lagi kendur dalam menindak. Sedangkan, IPW menekankan pencopotan Kapolda Metro dan Jabar ini harus menjadi pecut jajaran Polri lainnya berani menindak dan membubarkan aksi kerumunan massa di saat pandemi.
Ketegasan itu, kata Neta, sekaligus menepis skeptis publik bahwa Polri hanya tegas menindak pelanggaran protokol kesehatan di masyarakat bawah, tetapi pelaku dari kalangan pejabat atau tokoh tidak tersentuh. Menurut dia, kini saatnya Polri membuktikan tidak lagi hanya 'tajam ke atas tumpul ke bawah'.
“Jika mereka tidak berani bersikap tegas, siap-siap mereka ditindak tegas dan dibubarkan atasannya,” tutup Neta.
Baca Juga
Kegiatan Rizieq Shihab Juga Berimbas Terhadap Nasib 2 Kapolres
Penunjukan Irjen Rudy Sufahradi sebagai Metro-1 sebetulnya memberikan nafas positif dalam upaya penegakan hukum di wilayah Ibu Kota. Fadil berlatar belakang reserse dan bukan nama baru di lingkungan Polda Metro. Pada 2016, dia pernah menjabat sebagai Dirreskrimsus Polda Metro Jaya ketika masih berpangkat Kombes.
Terkait 'gempa lokal' di Polri dan trauma insiden kerumunan FPI, penunjukan Fadli bisa menjadi terapi kejut bagi Rizieq dan massanya. Apalagi, lulusan Akpol 1991 itu pernah menangani kasus berkaitan dengan Habib Rizieq Shihab pada 2017. Dia yang menetapkan Rizieq dan Firza sebagai tersangka kasus baladacintarizieq. Kasus itu merupakan kasus dugaan chat mesum antara Rizieq Syihab dan Firza Husein.
Perkara baladacintarizieq pula yang secara tidak langsung membuat Rizieq 'mengungsi' ke Arab Saudi kala itu, meskipun polisi telah sudah menerbitkan surat penghentian penyidikan (SP3) kasus sejak 2018. Rekam jejak yang tentu bakal membuat massa FPI dan Rizieq berpikir ulang untuk nekat melanggar protokol kesehatan selama Fadli menjadi sebagai Kapolda Metro nantinya. (Knu)
Baca Juga: