MerahPutih.com - Bawaslu Provinsi Jawa Tengah telah membubarkan 14 kasus konvoi kampanye pilkada yang dilakukan oleh pendukung pasangan calon (paslon).
Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Fajar Saka, menyebut dari 14 pembubaran yang dilakukan, tujuh di antaranya terjadi di Sukoharjo. Kemudian, di Klaten sebanyak lima kali dan Kabupaten Pekalongan sebanyak dua kali.
Baca Juga
"Yang terbaru, konvoi terjadi di Kabupaten Pekalongan pada 18 November lalu. Bawaslu Kabupaten Pekalongan telah membubarkan arak-arakan kampanye yang dilakukan oleh beberapa laskar relawan para paslon," kata Fajar dalam keteranganya, Minggu (22/11).
Dia menjelaskan pembubaran konvoi yang dilakukan Bawaslu karena melanggar protokol kesehatan. Dalam membubarkan, kata dia Bawaslu selalu berkoordinasi dengan pihak kepolisian.
"Ada peserta konvoi dengan legowo membubarkan diri, tetapi ada juga massa yang sudah dilarang konvoi tapi yang bersangkutan tetap melakukan konvoi," ujarnya.

Ia meminta agar kampanye di masa pandemi harus sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19.
"Apalagi konvoi juga melanggar larangan dalam kampanye sehingga para pengawas pilkada di Jawa Tengah tidak tinggal diam," tegasnya.
Ia mencontohkan, berdasarkan Pasal 69 huruf j UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada menyebut dalam kampanye dilarang melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan kendaraaan di jalan raya.
Pelanggaran tersebut dikenai sanksi peringatan tertulis walapun belum menimbulkan gangguan. Bawaslu Jawa Tengah juga melakukan pencegahan adanya konvoi di tahapan kampanye Pilkada 2020.
"Upaya yang dilakukan misalnya melalui surat resmi, melalui rapat koordinasi hingga pencegahan di lapangan secara langsung," ungkapnya.
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo meminta para pengawas Pilkada Serentak 2020 mulai melakukan pendeteksian titik rawan. Terutama terjadinya potensi pelanggaran yang kemungkinan terjadi seperti aksi politik uang yang terkadang banyak dilakukan dengan cara senyap.
Pengawas juga harus mendeteksi titik-titik rawan potensi pelanggaran. "Termasuk politik uang yang terkadang dilakukan melalui silent operation atau cara senyap," sebutnya.
Dia menambahkan, jajaran pengawas mesti memastikan tersalurkannya hak konstitusional warga negara Indonesia yang telah mempunyai hak pilih terjaga dengan baik. Ini sebagai bentuk dukungan kepada rakyat untuk menggunakan hak pilihnya saat 9 Desember 2020.
"Kami mesti memastikan warga Indonesia yang telah memiliki hak pilih sudah mendapatkan formuliar C6 dan itu tiga hari sebelum hari pemungutan suara," tegasnya. (Knu)
Baca Juga
Panglima TNI: Sekarang Ini Bangsa Indonesia Terkotak-Kotakkan