tematik

Aku Belajar Menjadi Ibu dari Ibuku

Iftinavia PradinantiaIftinavia Pradinantia - Sabtu, 31 Juli 2021
Aku Belajar Menjadi Ibu dari Ibuku
Belajar menjadi ibu dari ibu (Foto: MP/IFTINAVIA)

"IBU satu jam lagi kalau tidak ada pembukaan kita harus segera tindakan karena pergerakan bayinya sudah berkurang," ucap dokter kandungan meruntuhkan keyakinanku. Padahal beberapa jam sebelumnya, aku masih bisa santai. Masih yakin jika kami, aku dan bayiku, bisa berjuang bersama lewat persalinan pervaginam.

Ucapan dokter membuatku flashback ke beberapa bulan lalu. "Biar kamu tahu perasaan mama gimana rasanya punya anak perempuan," ujar ayahku saat aku mengabarkan mengandung bayi perempuan. Kala itu aku masih tertawa meremehkan. Bagaimana mungkin aku seorang generasi muda, melek teknologi sama dengan ibuku, si kalangan boomers masih sering kena hoax Whatsapp grup emak-emak.

Baca juga:

Sukses Lewat Pendidikan Non Formal? Kenapa Enggak?

Pada saat itu, aku meremehkannya. Aku bertekad harus mengerahkan berbagai daya dan upaya supaya bisa melahirkan secara normal, tidak seperti ibuku melahirkan secara caesar. Semua usaha aku coba jalankan, mulai yoga, olahraga ringan, pijat akupresure, dan lain sebagainya. Namun, Maha Besar Tuhan sebaik-baiknya penulis skenario kehidupan.

Takdir justru membuatku harus melalui hal sama persis dengan dialami ibuku saat melahirkan aku. Kami sama-sama melahirkan lewat jalan operasi caesar karena sudah lewat dari 40 minggu kehamilan.

belajar jadi ibu
Belajar menjadi ibu lewat pengalaman yang sama dari ibu (FOTO: MP/IFTINAVIA)

Detik itu juga tangisku pecah. Bukan. Bukan karena merasa gagal melahirkan secara normal. Namun, merasa diri hina karena sudah meremehkan ibuku. Sikap angkuh kala itu langsung diganjar saat proses persalinan. Aku harus bertaruh nyawa dengan cara sama persis dengan ibuku, nan beberapa bulan lalu aku remehkan sebagai boomers. Bagaimana mungkin sosok selalu beda pendapat dengan aku justru sama nasibnya?

Aku lantas meminta suamiku menghubungi ibuku lewat video call. Aku tidak bisa bersimpuh secara langsung minta maaf dan minta doanya karena situasi pandemi membuat proses persalinanku terbatas. Hanya boleh ditemani suami. Ketika telepon tersambung wajah khawatirnya pertama langsung menyambutku. Kendati khawatir luar biasa dengan kondisi putri bungsunya, ibuku masih menguatkanku. "Udah enggak apa-apa. Mama dan kakakmu juga operasi. Ini udah kehendak Allah," ujarnya lewat sambungan telepon.

Kata-kata itu merupakan percakapan terakhirku sebelum aku memasuki ruang operasi. Kala itu aku berpikir, "kalau memang ini akhir hidupku. Aku bahagia karena suara ibuku menjadi suara terakhir aku dengar."

Beberapa jam kemudian, aku pun memasuki ruang operasi. Obat bius dan dinginnya ruangan operasi membuat seluruh inderaku mati rasa. Sebaliknya, nuraniku justru merasakan semua. Detik itu, Tuhan menuntunku belajar banyak dari ibuku. Lewat perjalanan melahirkan sama persis dengan ibu.

Tidak lama suara tangis bayi pecah. Anakku terlahir ke dunia dan aku terlahir menjadi seorang ibu. "Tuhan, inikah dirasakan ibuku? Pertaruhan nyawa ini teramat begitu berarti ketika manusia yang ku bawa sembilan bulan terlahir ke dunia," aku membatin.

belajar jadi ibu
Setelah meminta restu ibu sebelum resmi menjadi ibu (FOTO: MP/IFTINAVIA)

Euforia itu tidak bertahan lama. Pelajaran baru, kembali dimulai setelah tangis bayi mereda. Aku kembali belajar dari ibuku bagaimana rasanya menahan sakit saat perut kembali di jahit usai si kecil terlahir ke dunia.

"Tuhan. Ini sakit sekali. Maafkan aku masih tega menyakiti hati ibuku setelah membuatnya sesakit ini," jerit batinku pilu. Meski begitu, kejadian tersebut bukanlah satu-satunya momen aku belajar menjadi ibu dari ibuku.

Selain melahirkan, ada berbagai momen aku alami sama persis dengan ibuku. Salah satunya saat anak sakit. Pernah aku dengar bagaimana gelisahnya dan menangisnya saat aku masih bayi di masa lalu jatuh sakit. Demam hingga kejang. Dan itu dialami pula olehku!

Bedanya, dialami bayiku bukan kejang melainkan Purpura Trombositopenik Idiopatik (ITP). Detik itu pula aku langsung menghampiri ibuku kebetulan baru selesai shalat di kamarnya. Kupeluk erat ia lalu sujud mohon ampun atas perbuatanku selama ini. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya menderita begitu parah hanya karena melihat anak sakit. Dan lagi-lagi aku belajar hal itu darinya.

Keterbatasan pengethauan utus tentang ibuku, membuatku memandangnya sebelah mata. Membuatku malas belajar darinya. Namun, Tuhan selalu punya cara unik agar aku mau kembali pada ibuku. Aku berguru akhirnya padanya dalam mendidik anak.

Tuhan mungkin sedang bergurau, memintaku agar tidak pernah berhenti belajar darinya dengan terus memberi pengalaman hidup lagi-lagi sama dengannya. Pelajaran berharga berikutnya saat berat badan anak di bawah kurva pertumbuhan anak. Bukan hanya lewat kata, ibuku nan serumah denganku langsung turun tangan membantuku dalam menaikkan bobot si kecil.

Baca juga:

Les Non-Akademik Tetap Asyik Dilakukan Meski di Rumah Saja

Caranya emang sedikit ekstrem dan menempa mentalku. Setiap jam ia memintaku untuk memerah ASI kemudian memberikan ASI perah pada anakku. Anehnya, cara tersebut bekerja dengan baik. Bobot anakku perlahan-lahan naik ke garis hijau.

Pelajaran berharga lainnya aku dapat dari perempuan paling sering berselisih tersebut, berkait agar perempuan bisa berdikari. Tanpa kata, ia mengajariku bagaimana menjadi seorang perempuan mandiri. Sebagai perempuan karir, ibuku bukan hanya mampu mengaktualisasi diri tapi juga menggenapi nutrisi anak-anaknya lewat pendapatan dari hasil kerja kerasnya.

Uang suami untuk belanja kebutuhan sehari-hari, sementara uangnya digunakan untuk membeli berbagai makanan bergizi tinggi serta suplemen penunjang untuk tumbuh kembang anaknya.

Dulu, ketika masih lajang, aku sering kesal dengan berbagai celotehannya. Semua aku anggap omong kosong. Seiring berjalannya waktu, dengan peran baruku sebagai ibu, aku begitu mensyukuri kehadirannya. Didikannya, di depan sana, aku yakin masih ada banyak pelajaran siap digali.

Di saat ini, aku merasa Tuhan tidak akan biarkan hambanya belajar menjadi ibu dari sumber lain selain ibunya sederas apapun informasi bisa didapat manusia di internet. Tidak ada satu pun ilmu parenting lebih baik dari ibumu. Aku belajar menjadi ibu dari ibuku. (Avia)

#Juli Ngilmu Di Negeri Aing
Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul
Bagikan