Belajar Bersama di Sanggar Inklusi 'Anak Bangsa'

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Rabu, 21 September 2022
Belajar Bersama di Sanggar Inklusi 'Anak Bangsa'
Mural bikinan Mahasiswa UNS di Sanggar Inklusi Anak Bangsa (Foto: Wilma)

JALAN di Desa Ngreco di Sukoharjo, Jawa Tengah, hampir tiap hari sepi saat siang hari. Hanya satu-dua kendaraan bermotor yang melalui jalan besar di desa itu tiap menitnya. Para penduduk menghabiskan waktu bekerja di sawah. Sisanya menggembalakan ternak.

Di tepi sawah, sebuah Balai Desa berdiri. Di belakang Balai Desa itu, tersua bangunan yang cukup unik. Mural menghiasi dinding luar bangunan. Gambarnya berupa kumpulan kanak-kanak bermain. Beberapa menggunakan kursi roda. Wajahnya riang. Kupu-kupu terbang di sekitar mereka. Di mural itu tergurat tulisan 'Desa Inklusi Ngreco'.

Desa inklusi merupakan desa yang memiliki perhatian khusus dalam pelayanan disabilitas. Salah satu bentuk perhatiannya melalui pendirian sanggar inklusi Anak Bangsa, bangunan bermural itu. Di sanggar itu, tiap hari Jum'at, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memperoleh sesi terapi seperti okupasi, terapi wicara, dan fisioterapi.

Para terapis berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. Ibu Ngatmini, aktivis sanggar, mengatakan terapi dilakukan secara terjadwal. "Mengingat jumlah ABK yang banyak dan jumlah terapis yang terbatas. Jadi, satu anak diundang hadir untuk terapi satu kali dalam dua minggu," kata Ngatmini kepada Merahputih.com.

Baca juga:

Kisah Inspiratif Konten Kreator Disabilitas Konsisten Berkarya Meski Memiliki Keterbatasan

sanggar inklusi ngreco anak bangsa
Terapi diberikan pada anak usia balita hingga sekolah dasar. (Foto: Wilma)

Terapi diberikan pada anak usia balita hingga sekolah dasar. Jumlahnya sekira 50 kanak-kanak. Selama terapi, para terapis memperoleh bantuan dari para mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Sebelas Maret (UNS).

Mereka tergabung dalam Tim 66 KKN UNS dan terdiri dari Muhammad Ilyas, Alzrela Novia Primanda, Dhita Amaliya, Erian Setya Pradana, Lia Dwi Setyaningsih, Nisa Febrianawanti, Rizal Fathoni, Silviana Putri Ratmawati, Tasya Hamidah, dan Wafiyah Wahyuningsih Wilma.

Kehadiran mahasiswa di Sanggar Inklusi Anak Bangsa menjadi bagian dari misi UNS Membangun Desa dan Kampus Mengajar. Misi itu diwujudkan menjadi program kerja yang dilaksanakan terpusat pada Desa Ngreco dan sekolah di dalamnya. Desa Ngreco merupakan salah satu pionir desa inklusi di Kabupaten Sukoharjo.

Saat kali pertama berkunjung pada awal Agustus 2022, para mahasiswa menyaksikan secara langsung proses terapi yang diselenggarakan. Mereka juga menggali berbagai informasi dari pengurus sanggar dan orang tua ABK yang hadir.

Saat menunggu giliran terapi, biasanya anak-anak cenderung bosan. Kesempatan ini dimanfaatkan Tim KKN 66 UNS untuk berinteraksi dan bermain bersama anak-anak tersebut. Berdasarkan hasil observasi, mahasiswa berinisiatif mengadakan alat peraga edukatif.

Baca juga:

Vino G Bastian Sempat ke Psikolog Demi Peran Disabilitas di 'Miracle In Cell No. 7'

mahasiswa kkn uns desa inklusi
Setelah membantu para terapis mengasuh ABK sebulan lamanya, mahasiswa mengaku memperoleh pengalaman baru. (Foto: Wilma)

Alat peraga edukatif sejatinya adalah permainan yang didesain untuk mengasah motorik anak. Masa anak-anak adalah masa emas dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Untuk mendukung kualitas hidup yang lebih baik pada masa itu, kebutuhan bermain anak-anak harus terpenuhi. Kebutuhan itu pun ditunjang oleh alat peraga edukatif.

Setelah membantu para terapis mengasuh ABK sebulan lamanya, mahasiswa mengaku memperoleh pengalaman baru. Wilma, misalnya, mengagumi dan terinspirasi perjuangan orangtua dan anak-anak di sanggar tersebut.

"Mereka dan orangtuanya semangat buat ikut terapi. Berjuang buat sembuh. Sering tertampar karena kita yang enggak punya kekurangan justru sering santai-santai," beber Wilma kepada Merahputih.com.

Di mana ada perjumpaan di situ ada perpisahan. Tibalah hari terakhir para mahasiswa bertugas di sanggar, 24 Agustus 2022. Pada hari terakhir itu, para mahasiswa menyerahkan alat peraga edukatif kepada pekerja sanggar. Antara lain sensory path yang merupakan adaptasi dari permainan engklek dan puzzle berbentuk huruf, angka, bentuk geometri, hewan, tumbuhan, dan sejenisnya.

Sebelum berpisah, para mahasiswa sempat melukis dinding sanggar. Mural itu dicetuskan dan dibuat oleh Nisa, salah satu anggota Tim 66. Mural tersebut diharapkan dapat memacu semangat aktivis sanggar, ABK, dan orangtuanya.

Guratan 'Desa Inklusi Ngreco' pada mural bertujuan mempromosikan desa tersebut sebagai desa inklusi yang terbuka bagi semua disabilitas. Terakhir, mural ini menjadi penanda ikatan abadi antara mahasiswa, ABK, terapis, orangtua dan Desa Ngreco yang tak akan luntur. (dru)

Baca juga:

Startup Berikan Beasiswa untuk Kalangan Difabel Bersaing di Dunia Kerja

#Penyandang Disabilitas #Mahasiswa #UNS Surakarta
Bagikan
Bagikan