MerahPutih.com - Pemerintah mengumunkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan non-subsidi. Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter, Solar Rp 6.800 per liter, dan Pertamax Rp 14.500 per liter.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pemerintah harus menjamin rantai pasok komoditas bahan pangan tidak terdampak secara signifikan paska kenaikan harga BBM.
Baca Juga:
Partai Politik Dinilai Tidak Peduli Pada Penolakan Kenaikan BBM
Ia menilai, jalur distribusi harus lebih disederhanakan dan dilancarkan. Sehingga tidak menjadi kedok untuk menaikkan harga bahan pangan.
"Jangan jadikan kenaikan harga BBM untuk aji mumpung menaikkan komoditas pangan, dan komoditas lainnya," jelas Tulus, Minggu (4/9).
Tulus menuturkan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus tetap memberikan subsidi pada angkutan umum, atau insentif lainnya.
Sehingga, kata ia, kalau pun tarif angkutan umum mengalami kenaikan usai naiknya harga BBM, kenaikan tarifnya tidak terlalu tinggi.
Sebab, lanjut ia, tingginya kenaikan angkutan umum, justru akan kontra produktif bagi nasib angkutan umum itu sendiri.
"Ini karena akan ditinggalkan konsumennya, dan berpindah ke sepeda motor," katanya.
Tulus mendesak, kenaikan harga BBM harus diikuti upaya mereformasi pengalokasian subsidi BBM. Artinya penerima subsidi BBM benar - benar pada masyarakat yang berhak.
Menurut kajian Bank Dunia, 70 persen subsidi BBM tidak tepat sasaran, karena dinikmati kelompok menengah dan mampu.
"Fenomena ini tidak boleh dibiarkan," ungkap dia.
Tulus berharap, pemerintah mempunyai antisipasi terkait harga minyak mentah dunia. Msalnya dengan menyiapkan 'oil fund' atau semacam 'dana tabung minyak'.
"Dengan dana ini, jika harga minyak mentah sedang turun, maka selisihnya bisa disimpan dalam oil fund tersebut. Dan jika harga minyak mentah sedang naik, maka tidak serta merta harga BBM di dalam negeri harus naik," ujarnya. (Knu)
Baca Juga:
PT Pos Indonesia Telah Siap Menyalurkan BLT BBM Pada 18 Juta KPM