MerahPutih.com- Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) dan Nahdlatul Ulama (NU) akan bekerja sama guna mencegah terjadinya politisasi identitas dalam Pemilu 2024 mendatang.
Rencana kerja sama tersebut disepakati usai Bawaslu menyambangi gedung PBNU dan diterima Ketua Pengurus Besarnya, Yahya Cholil Staquf.
Baca Juga:
Bawaslu Sebut Ada Potensi WNI di Luar Negeri Kurang Informasi soal Pemilu 2024
Dalam pertemuan tersebut Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan Pemilu 2024 mendatang harus bersih dari politik identitas yang digunakan untuk kepentingan politik praktis, juga politik uang.
Dia berharap peserta pemilu tidak menjadikan tempat ibadah untuk berkampanye. Termasuk tidak ada lagi penggunaan atribut partai politik di tempat ibadah.
"Ke depan kami (Bawaslu) dan PBNU akan melakukan gerakan-gerakan yang melibatkan warga dari tingkat terkecil seperti forum warga, bisa juga melibatkan pengurus ranting PBNU, kabupaten kota sampai provinsi untuk membantu menangkal politisasi identitas dan politik uang," kata Bagja yang dikutip di Jakarta, Rabu (1/3).
Selain itu, Bagja mengatakan pemilu merupakan ajang kompetisi gagasan, kompetisi untuk meyakinkan warga negara, bahwa program dan visi misi partai tersebut harus diperjuangkan.
"Ini yang seharusnya ditawarkan partai politik," ujarnya.
Dalam diskusi tersebut juga dibahas soal pelibatan pegiat media sosial dan influencer dalam membangun narasi politik yang lebih santun dan etis.
Bagja menuturkan potensi intoleransi berasal dari globalisasi yang menyebabkan nilai-nilai toleransi terkikis, lalu demokrasi yang didominasi masyarakat kelas menengah.
Selain itu menurutnya, perihal perkembangan media sosial (medsos) juga memberikan dampak negatif penyebaran hoaks di internet masih tinggi.
Baca Juga:
"Kurangnya pendidikan pengetahuan atau pendidikan politik di tengah masyarakat itu juga bisa termasuk memicu intoleransi. Yang akan paling meriah nantinya adalah penggunaan politik identitas baik terkait suku dan agama," jelas Bagja.
Sebagai mitra kerja untuk perumusan strategi tolak politisasi SARA di rumah-rumah ibadah, menjadi pengawas partisipatif yang turut aktif memberikan sosialisasi aturan tentang pemilihan, bekerja sama dengan penyelenggara pemilu untuk mengedepankan politik-politik ide demi menyejukan iklim pemilu.
"Itu yang kami jaga sebagai penyelenggara pemilu di Indonesia," katanya.
Ketua PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya menjelaskan politisasi identitas dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Menurutnya, politik identitas hanya alat dari para kompetitor atau aktor politik untuk menutupi kekurangannya.
"Tidak punya tawaran, lalu mereka menipu pemilihnya dengan politik identitas. Dengan kata lain politik identitas itu saya anggap penipuan," tegasnya.
Untuk itu, dia meminta berharap Bawaslu membuat narasi yang kuat soal anti politisasi identitas.
Selain itu, Gus Yahya juga menegaskan PBNU siap bekerjasama dengan Bawaslu dalam guna membuat pemilu damai tanpa politik identitas.
"PBNU siap bekerja sama," ujarnya. (Knu)
Baca Juga: