MerahPutih.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menjalani proses persidangan ketiga judicial review terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/12) jam 14.00.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, sidang yang akan digelar siang hari ini, akan membahas hasil perbaikan dari sidang kedua termasuk perbaikan legal standing para pemohon.
Baca Juga:
Gelap UU Cipta Kerja
Ia memaparkan, hasil perbaikan di sidang ketiga ini untuk memberikan penegasan tentang legal standing para pemohon. Baik itu dari sisi konfederasi, federasi maupun personal para buruh yang ikut serta dalam gugatan.
Dalam judicial review sidang ini, perbaikan-perbaikan legal standing dan pokok perkara sudah dilakukan oleh KSPSI AGN dan KSPI.
Legal standing meliputi perbaikan penegakan terhadap para pemohon apakah memenuhi persyaratan sebagai legal standing untuk bersidang di MK.
Misalnya, KSPSI AGN dan KSPI sebagai konfederasi dalam AD/ART atau aturan organisasinya berhak atau tidak sebagai yang mewakili para buruh yang jadi anggotanya.
Dalam AD/ART KSPSI AGN dan KSPI ada, begitu juga dalam aturan organisasinya, kami perkuat dengan surat tugas para pemohon sehingga bisa mewakili anggotanya para buruh bersidang di MK.
"Begitu juga terhadap federasi dan orang per orang atau pekerja buruh sebagai pemohon,” sambung Iqbal.
Sementara untuk pokok materi perkara, Said Iqbal menyebut, pihaknya sudah melakukan berbagai perbaikan. Yakni tentang kerugian konstitusional dan ekonomi dari sisi para pemohon.

“Dalam pokok perkara kami lakukan perbaikan, ada dua hal, (yakni) apa hak konstitusional yang dirugikan terhadap pemohon, dan apa hak ekonomi yang dirugikan terhadap pemohon,” paparnya.
Dari materi tersebut, Iqbal sudah merangkumnya menjadi 69 pasal yang tengah digugat. Kemudian dirangkum lagi jadi 12 isu perburuhan yang menjadi pasal-pasal gugatan.
Keduabelas isu yang diangkat KSPI dan KSPSI AGN antar lain tentang ; lembaga pelatihan kerja, pelaksanaan penempatan tenaga kerja, tenaga kerja asing, PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu), persoalan upah dan upah minimum, pekerja alih daya atau outsourcing, PHK (pemutusan hubungan kerja), cuti, pesangon, penghapusan sanksi pidana dan jaminan sosial. (Knu)
Baca Juga:
Kegaduhan UU Cipta Kerja karena Buruknya Komunikasi Pemerintah