Headline

Banyak Mahasiswa Tumbang Dihajar Polisi, Aktivis: Ini Terburuk Pasca Reformasi

Eddy FloEddy Flo - Rabu, 25 September 2019
 Banyak Mahasiswa Tumbang Dihajar Polisi, Aktivis: Ini Terburuk Pasca Reformasi
Sejumlah aktivis HAM memberikan pernyataan pers menanggapi kekerasan terhadap para mahasiswa dalam aksi unjuk rasa depan DPR/MPR kemarin (MP/Kanu)

MerahPutih.Com - Sejumlah elemen masyarakat menilai polisi sudah melakukan tindakan brutal terhadap beberapa mahasiswa ketika berunjuk rasa di Gedung DPR/MPR.

Anggota Amnesty Internasional Puri Kencana Putri mengatakan, adda banyak keanehan yang ditemukan di lapangan saat aparat melakukan penindakan terhadap mahasiswa.

Baca Juga:

Fahri Hamzah Desak Intelijen Analisis Kerusuhan Demo Depan Gedung DPR

"Beberapa langkah represif menggunakan kekuatan berlebihan tak sesuai dengan aturan dari Polri itu sendiri. Konteks pengendalian massa ini, ternyata tak mampu dikelola oleh kepolisian," kata Puri di Gedung Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/9).

Puri melanjutkan, alasan mengeluarkan gas air mata juga cenderung tak jelas.

Menurut para aktivis HAM kekerasan yang dilakukan polisi terhadap para mahasiswa merupakan terburuk pasca reformasi
Para aktivis HAM dan pegiat kemanusiaan menyesalkan tindakan represif aparat kepolisian terhadap para mahasiswa peserta aksi unjuk rasa depan Gedung DRP/MPR (MP/Kanu)

Apa ukuran dari Polres Jakarta Pusat sebagai komandan kompi, dengan mengambil status warna merah sehingga dilakukan penyemprotan watercanon hingga penembakan gas air mata," ungkap Puri.

Ia bahkan menuding, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Harey Kurniiawan gagal mengendalikan anak buahnya. Dan memiliki perlakukan berbeda dengan massa mahasiswa dihanding demo-demo sebelumnya.

"Kapolres tak mampu mengambil negosiasi, dan tak ada ungkapan yang persuasif keluar dari mulut kapolres seperti yang dilakukan oleh kapolres Jakarta Pusat pada saat kejadian 21-22 mei lalu.," sesal Puri.

Sementara, anggota Serikat Buruh Nining Erlitos mengatakan, seharusnya pemerintahan Joko Widodo bercermin, kenapa gerakan rakyat menjadi besar karena ada satu kondisi yang menjadi buruk di masyarakat.

"Ini hal terburuk pasca reformasi, yang terburuk adalah pada rezim hari ini. Dan kami akan selalu bersama dalam barisan rakyat," jelas Nining.

Ia mendesak agar aparat yang melakukan aksi brutal segera ditindak.

"Kami minta hukum ditegakkan," kata Nining.

Mahasiswa menyesalkan tindakan represif kepolisian ketika demo mereka berakhir ricuh, Selasa 24 September 2019. Polisi sendiri mengaku sudah melakukan langkah-langkah pembicaraan dengan mereka sebelum keributan akhirnya pecah.

Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono
Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono. Foto: MP/Kanu

Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono mengaklaim polisi sudah sebaik mungkin memfasilitsasi aksi mereka. Dimana semua bermula dari aksi Senin 23 September 2019. Pada hari itu saja mereka menurut Gatot sudah melakukan aksi lewat dari jam penyampaian pendapat, dimana mereka aksi hingga malam. Tapi, pihaknya tidak membubarkan paksa mereka malam itu.

"Seharusnya ketentuan kita kan jam 18.00 sudah selesai, kita tidak mendorong mereka, kita mengimbau mereka pulang, pelan-pelan mereka mau pulang," kata Gatot.

Lalu, pada aksi esok harinya sejak pagi Gatot menyebut anggotanya sudah melakukan upaya persuasif. Massa minta bertemu pimpinan DPR, dan polisi pun berkomunikasi dengan pihak DPR. Pihak DPR lantas mau untuk bertemu, tapi mahasiswa maunya pertemuan dilakukan ditengah lautan massa. Mengingat kondisi yang tak kondusif maka pertemuan urung dilakukan.

Karena kesal, massa disebut malah mengultimatum polisi. Mereka mengaku tak akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa kedepannya. Hingga akhirnya massa membobol pagar DPR/MPR. Dari sini analisis polisi menyimpulkan ada niatan massa menguasai Gedung DPR/MPR.

Baca Juga:

Seusai Demo Rusuh di DPR, Kapolda Metro Jaya Pastikan Jakarta Kondusif

"Jadi tahapan-tahapannya sudah kita lakukan ya. Langkah-langkah persuasif, kita tahu betul adik-adik mahasiswa ini anak-anak kita semua menyampaikan aspirasi adalah hak, tetapi jangan dilakukan dengan tindakan-tindakan yang anarkis," ujarnya.

Untuk diketahui, gelombang aksi mahasiswa turun jalan mahasiswa berlanjut pada Selasa kemarin, 24 September 2019 setelah sebelumnya mereka juga melakukam aksi pada Senin 23 September 2019. Aksi bukan hanya dilakukan di daerah, tapi juga di Ibu Kota. Di Ibu Kota aksi mahasiswa digelar di depan Gedung DPR/MPR.(Knu)

Baca Juga:

Pagar Gedung DPR Hancur Dirusak Massa Aksi

#Demo Mahasiswa #Demo Rusuh #Gedung DPR #Amnesty Internasional
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan