Banyak Anak Banjir Berkah, Benarkah? Berangkat dari budaya gotong royong. (Foto: Pexels/Samer Daboul)

BANYAK anak, banyak rezeki. Ungkapan ini tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Menurut Latifatul Izzah, peneliti dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, ungkapan ini mengemuka sejak masa cultuurstelsel atau sistem tanam paksa berlangsung dalam kurun 1830-1870.

"Kebijakan cultuurstelsel yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada masyarakat petani di wilayah Jawa khususnya Karesidenan Madiun berdampak pada tingginya angka demografis," sebut Latifatul dalam "Munculnya Filosofi 'Banyak Anak Banyak Rizki' pada Masyarakat Jawa Masa Cultuurstelsel", termuat di Prosiding Seminar Nasional 2017 Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia Komisariat Universitas Negeri Yogyakarta.

Peningkatan angka demografis dibikin sengaja. Tujuannya memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada sektor agroindustri atau tanaman perkebunan yang laku di pasaran dunia.

Pemerintah Kolonial mengerek produksi tanaman perkebunan untuk mencukupi keuangan mereka. Mereka juga membebankan pajak kepada para petani yang tidak bisa menanam tanaman yang laku di pasaran dunia.

Baca juga:

Pentingnya Membenahi Diri Sebelum Menjadi Orangtua

Orangtua dulu berharap anak dapat diandalkan ketika mereka tua. (Foto: Pexels/Andrea Piacquadio)

Karena itulah, petani harus memiliki tenaga kerja untuk menghindari mereka dari beban pajak. Tenaga kerja dapat diperoleh dari mempunyai banyak anak. "Kondisi ini mengakibatkan munculnya filosofi 'Banyak Anak Banyak Rizki'," terang Latifatul.

Selanjutnya konteks sosial-politik-ekonomi tersebut berkelindan dengan budaya gotong-royong masyarakat Indonesia. Budaya ini cenderung mengharapkan bantuan dari orang terdekat.

Ketika zaman berubah, pandangan banyak anak banyak rezeki masih bertahan. Imbasnya pada pola didik dan kebiasaan berharap orangtua pada anaknya, yang menganggap bahwa dengan banyaknya anak, orangtua akan mendapat banyak rezeki ketika anak sudah tumbuh dewasa dan mulai berpenghasilan atau bekerja.

Banyak anak yang dijadikan sebagai jaminan kesejahteraan orangtua pada masa tua, menganggap bahwa anak kelak dapat diandalkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan orangtua ketika sudah senja. Kebiasaan itu sejalan dengan ungkapan bahwa banyak anak banyak rezeki.

Baca juga:

Orangtua Jadi Tameng Pelindung Anak dari Kejahatan Siber

Generasi milenial kini lebih terencana dalam berkeluarga. (Foto: Pexels/Andrea Piacquadio)

Namun, memiliki banyak anak tak selalu berarti banyak rezeki di masa dewasa ini. Bahkan, banyak anak banyak rezeki bisa jadi penyebab munculnya sandwich generation. Mereka yang hidup terjepit antara harus membiayai kebutuhan dirinya, kebutuhan orangtua, dan kebutuhan keluarganya sendiri.

Lebih buruk lagi, anak tak selalu bisa diandalkan untuk dapat membiayai orangtua ketika di masa tua. Sementara, saat masa sekolah, orangtua sudah habis biaya untuk membiayai pendidikan anak, dan akhirnya tidak sempat waktu untuk mengumpulkan dana pensiun.

Ungkapan kuno itu mulai kurang relevan lagi sekarang karena nilai berbagai barang sudah meningkat drastis ketimbang beberapa tahun lalu. Belanda pun sudah tak lagi menjajah Indonesia. Memiliki banyak anak pada masa kini harus betul-betul menyiapkan keuangan untuk membiayai pendidikan, kebutuhan pangan, sandang, dan lainnya yang sudah berkali-kali lipat lebih mahal.

Ini pula yang akhirnya kini mendorong generasi milenial atau muda untuk hidup lebih baik dari para orangtua, terutama dalam aspek finansial dan pola mendidik anak. Program Keluarga Berencana (KB) oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mendorong masyarakat untuk memiliki maksimal dua anak.

Saat ini, mulai banyak pula diskusi finansial yang mendorong generasi muda untuk memiliki dana pensiun demi masa tua yang lebih baik dan independen. Kebiasaan mengharapkan anak agar dapat diandalkan untuk membiayai orangtua pada masa senjanya juga perlahan surut. (waf)

Baca juga:

Asyiknya Nonton Konser sama Orangtua

Cara Menyiasati Banjir Cashback
Fun
Berkah Menjadi Seorang Introver
Fun
Cara Menyiasati Banjir Cashback
Fun
Berkah Menjadi Seorang Introver
Fun
LAINNYA DARI MERAH PUTIH
PlayStation Tournament, Turnamen Resmi Sony untuk Pengguna PlayStation 5
Fun
PlayStation Tournament, Turnamen Resmi Sony untuk Pengguna PlayStation 5

Sony akan menggelar turnamen ini secara beta selama tiga bulan pertama.

Tingkatkan Kesadaran Sustainable Fashion, APR Gandeng 5 Jenama Lokal di JFW 2023
Fashion
Tingkatkan Kesadaran Sustainable Fashion, APR Gandeng 5 Jenama Lokal di JFW 2023

Menjawab fenomena fast fashion yang berdampak pada tingginya limbah pakaian.

Ledek Presiden Tiongkok, Emblem Seragam AU Taiwan Viral
Fun
Ledek Presiden Tiongkok, Emblem Seragam AU Taiwan Viral

Pada emblem itu terdapat gambar karakter Winnie the Pooh yang tengah memegang kendi madu dengan gambar lima bintang (lambang bendera Tiongkok).

Susah Tidur? Lakukan Kegiatan Ini
Fun
Susah Tidur? Lakukan Kegiatan Ini

Di luar makanan dan seks, tidur adalah hal terpenting di planet ini.

Rayhan Noor Belajar Menerima Kenyataan dalam 'Mau Tak Mau'
Fun
Rayhan Noor Belajar Menerima Kenyataan dalam 'Mau Tak Mau'

Lagu ini tentang bagaimana segalanya tak semudah yang kita kira.

McDonald’s Resmi Umumkan Kolaborasi Bersama NewJeans
ShowBiz
McDonald’s Resmi Umumkan Kolaborasi Bersama NewJeans

Produk eksklusif ini bisa jadi koleksi terbaru bagi Bunnies.

'Puss in Boots: The Last Wish', Hiburan Ringan nan Sarat Makna
ShowBiz
'Puss in Boots: The Last Wish', Hiburan Ringan nan Sarat Makna

Karakter Puss in Boots muncul perrtama di film Shrek (2017).

Media VICE di Ambang Kebangkrutan
Fun
Media VICE di Ambang Kebangkrutan

Valuasinya menurun hingga lebih dari 95 persen.

Gaimin Gladiators Juara Lima Major, Tekuk Team Liquid 3-0
Fun
Gaimin Gladiators Juara Lima Major, Tekuk Team Liquid 3-0

Gaimin Gladiators membawa hadiah Rp 3 miliar.

5 Ide Kencan untuk Pasangan, Enggak Melulu ke Mal
Fun
5 Ide Kencan untuk Pasangan, Enggak Melulu ke Mal

Kencan dilakukan untuk mempertahankan hubungan.