Sains

Bakteri akan Menjadi Sumber Penenerangan Kota di Perancis

P Suryo RP Suryo R - Selasa, 12 April 2022
Bakteri akan Menjadi Sumber Penenerangan Kota di Perancis
Balai Kota Rambouillet, Perancil bermitra dengan Glowee untuk mengubah kota menjadi laboratorium bioluminesensi berskala penuh. (Foto: Glowee Lighting)

DARI ikan laut dalam hingga kunang-kunang, lusinan organisme menggunakan bioluminesensi untuk membantu diri mereka terlihat di alam. Namun, bisakah cahaya mereka dipakai untuk menerangi kota?

Sebuah ruang tunggu di Rambouillet, sebuah kota kecil Perancis sekitar 50 km barat daya Paris, cahaya biru lembut terpancar dari deretan tabung silinder. Cahaya biru yang sama akan menerangi Place André Thomé et Jacqueline Thomé-Patenôtre dan aula pertunjukan La Lanterne. Eksperimen pencahayaan yang sama juga sedang berlangsung di seluruh Prancis, termasuk di bandara ibu kota Roissy-Charles-de-Gaulle.

Baca Juga:

Polusi Udara Tingkatkan Risiko Diabetes

sains
Cahaya-cahaya tersebut seperti lampu dari dunia lain yang ditenagai oleh organisme hidup melalui proses bioluminesensi. (Foto: Facebook@WeLoveGlowee)

Tidak seperti lampu jalan standar, yang sering memancarkan silau tajam dan perlu dihubungkan ke jaringan listrik. Cahaya-cahaya tersebut seperti lampu dari dunia lain yang ditenagai oleh organisme hidup melalui proses yang dikenal sebagai bioluminesensi.

Fenomena di mana reaksi kimia di dalam tubuh organisme menghasilkan cahaya, dapat diamati di banyak tempat di alam. Organisme yang beragam seperti kunang-kunang, jamur dan ikan memiliki kemampuan untuk bersinar melalui bioluminesensi. Cahaya tersebut hadir di 76 persen makhluk laut. Sebagian besar spesies laut bioluminescent memancarkan cahaya biru-hijau.

Sementara itu, cahaya biru kehijauan yang menerangi ruang tunggu di Rambouillet, berasal dari bakteri laut yang dikumpulkan di lepas pantai Prancis yang disebut Aliivibrio fischeri. Bakteri disimpan di dalam tabung berisi air asin, memungkinkan mereka bersirkulasi dalam semacam akuarium bercahaya. Karena cahaya dihasilkan melalui proses biokimia internal yang merupakan bagian dari metabolisme normal organisme, menghidupkan cahayanya hampir tidak memerlukan energi selain yang dibutuhkan untuk menghasilkan makanan yang dikonsumsi bakteri.

Campuran nutrisi dasar ditambahkan dan udara dipompa melalui air untuk menyediakan oksigen. Cara "mematikan lampu" hanya dengan memotong udara, menghentikan proses dengan mengirimkan bakteri ke keadaan anaerobik di mana tidak menghasilkan bioluminescence.

Baca Juga:

Peneliti Kembangkan Cara Menjadi 30 Tahun Lebih Muda

Cahaya alami ramah lingkungan

sains
Bioluminesensi yang dihasilkan oleh bakteri bisa menjadi cara yang hemat energi dan berkelanjutan untuk menerangi kota. (Foto: Facebook@WeLoveGlowee)


"Tujuan kami adalah mengubah cara kota menggunakan cahaya itu. Kami ingin menciptakan suasana yang lebih menghargai warga, lingkungan, dan keanekaragaman hayati - dan menerapkan filosofi cahaya baru ini sebagai alternatif nyata," kata Sandra Rey, pendiri perusahaan rintisan Prancis Glowee, yang berada di balik proyek penerangan alami di Rambouillet.

Pendukung seperti Rey berpendapat bioluminesensi yang dihasilkan oleh bakteri bisa menjadi cara yang hemat energi dan berkelanjutan untuk menerangi kota. Cara kita menghasilkan cahaya saat ini, menurutnya, tidak banyak berubah sejak bohlam pertama dikembangkan pada tahun 1879. Meskipun bohlam LED, yang muncul pada 1960-an, telah secara signifikan mengurangi biaya pengoperasian penerangan, tapi masih bergantung pada listrik, yang sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil.

Didirikan pada tahun 2014, Glowee sedang mengembangkan bahan baku cair yang secara teori dapat diperbarui tanpa henti, yang terbuat dari mikroorganisme bioluminescent. Bahan ini dibudidayakan di akuarium air asin sebelum dikemas dalam tabung akuarium.

Proses pembuatannya, klaim Rey, mengkonsumsi lebih sedikit air daripada pembuatan lampu LED dan melepaskan lebih sedikit CO2, sementara cairannya juga dapat terurai secara hayati. Lampu juga menggunakan lebih sedikit listrik untuk menjalankan daripada LED, menurut perusahaan, meskipun bohlam Glowee menghasilkan lebih sedikit lumen cahaya daripada kebanyakan bohlam LED modern.

Sementara lampu Glowee saat ini hanya tersedia dalam tabung standar untuk acara, perusahaan berencana untuk segera memproduksi beberapa jenis furnitur jalanan, seperti bangku outdoor dengan pencahayaan built-in.

Pada tahun 2019, Balai Kota Rambouillet menandatangani kemitraan dengan Glowee dan menginvestasikan 100 ribu euro (sekitar Rp1.560.435.754) untuk mengubah kota menjadi laboratorium bioluminesensi berskala penuh.

Guillaume Douet, kepala ruang publik Rambouillet, percaya jika eksperimen itu berhasil, inovasinya bisa mengarah pada transformasi di seluruh negeri. "Ini tentang kota masa depan. Jika prototipe benar-benar berfungsi, kami dapat membawanya ke penyebaran skala besar dan mengganti sistem pencahayaan saat ini," kata Douet seperti diberitakan BBC.

Namun, pencahayaan bioluminescent bukanlah hal baru. Pada sekitar 350 SM, filsuf Yunani Aristoteles menggambarkan bioluminesensi pada cacing bercahaya dan kunang-kunang sebagai jenis cahaya "dingin". Penambang batu bara telah menggunakan kunang-kunang dalam stoples sebagai penerangan di tambang di mana segala jenis nyala api, bahkan lilin atau lentera, dapat memicu ledakan mematikan. Sementara itu, jamur bercahaya telah bertahun-tahun digunakan oleh suku-suku di India untuk menerangi hutan lebat.

Namun Glowee adalah perusahaan pertama di dunia yang mencapai tingkat eksperimen ini, dan perusahaan tersebut mengatakan sedang bernegosiasi dengan 40 kota di seluruh Perancis, Belgia, Swiss, dan Portugal untuk proyek serupa. (aru)

Baca Juga:

Tips Makan Nasi Padang Tanpa Takut Kolesterol Naik

#Sains #Teknologi
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love
Bagikan