Bagaimana Dampak Serangan Rusia ke Ukraina Terhadap Indonesia

Andika PratamaAndika Pratama - Jumat, 25 Februari 2022
Bagaimana Dampak Serangan Rusia ke Ukraina Terhadap Indonesia
Tank bergerak ke kota, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan operasi militer di Ukraina timur, di Mariupol, 24 Februari 2022. ANTARA/Reuters/Carlos Barria/as.

MerahPutih.com - Pasukan militer Rusia memulai invasi ke Ukraina. Perang antar dua negara itu disebut akan berpengaruh terhadap Indonesia, walau tidak secara langsung.

Pengamat intelijen, Stanislaus Riyanta mengatakan, dampak perang dirasakan langsung oleh warga negara Indonesia (WNI) yang menetap di kedua negara.

Baca Juga

Jadi Target Utama Rusia, Presiden Ukraina Berjanji Bertahan di Kiev

"Harus diperhatikan para WNI yang ada di wilayah Ukraina atau Rusia, perlu disiapkan skenario untuk evakuasi bagi WNI yang berada di wilayah dua negara tersebut," jelas Stanislaus kepada MerahPutih.com di Jakarta, Jumat (25/2).

Ia melanjutkan, dampak terhadap kepentingan Indonesia bisa terjadi pada aset-aset milik perusahaan Ukraina dan Rusia di tanah air.

"Jika ada aset, industri, atau bisnis milik Ukraina dan Rusia di Indonesia yang kemungkinan prosesnya bisa tergganggu karena perang dan berdampak terhadap Indonesia,'' sebut Stanislaus.

Untuk dampak perang terbuka, Stanislaus memprediksi yang paling terkena adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan kedua negara itu. Seperti Belarusia, Lithuania dan Latvia.

"Untuk dampak perang, memang bisa berdampak ke wilayah terdekat terutama jika terjadi pengerahan senjata seperti peluru kendali atau senjata-senjata besar lain," sebut Stanislaus.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menjelaskan, operasi milter yang dilancarkan oleh Rusia dan serangan balik oleh Ukraina dinilai berpotensi untuk bereskalasi menjadi Perang Dunia III.

Baca Juga

Siapkan Langkah Darurat Evakuasi, Indonesia Siapkan Paspor Khusus WNI di Ukraina

Meski negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat (AS) telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia, namun sanksi tersebut dinilai tidak akan efektif karena tiga alasan.

"Pertama, sanksi ekonomi baru akan terasa di level masyarakat Rusia dan para elit dalam waktu 6 bulan bahkan satu tahun ke depan," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Jumat (25/2).

Kedua, lanjut Hikmahanto, Rusia harus dibedakan dengan Iran ataupun Korea Utara yang masih sangat bergantung pada banyak negara.

"Ketiga, Rusia akab dibantu oleh sekutu-sekutunya, bahkan oleh China yang melihat potensi keuntungan secara finansial," ujarnya.

Ia menilai, penyelesaian melalui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pun tidak akan membuahkan hasil. Pasalnya, di dalam DK PBB ada Rusia yang merupakan anggota tetap yang memiliki hak veto.

"Apapun draf resolusi yang bertujuan untuk melumpuhkan Rusia secara militer akan diveto oleh Rusia," imbuhnya.

Lebih jauh, Hikmahanto menyarankan agar Presiden Jokowi (Jokowi) mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi untuk melakukan shuttle diplomacy dengan melakukan pembicaraan ke berbagai pihak, termasuk Sekjen PBB, Menlu Rusia, Menlu Ukraina, serta Menlu negara-negara Eropa Barat dan AS.

"Menlu juga perlu melakukan pembicaraan dgn Menlu berbagai negara di Asia Afrika Eropa Timur hingga Amerika Latin mengingat bila saling serang yang terjadi di Ukraina dibiarkan terus akan menjadi cikal bakal Perang Dunia III," tutup dia. (Knu)

Baca Juga

Eskalasi Perang Dunia III dan Peran Indonesia dalam Konflik Rusia-Ukraina

#Stanislaus Riyanta #Hikmahanto Juwana #Ukraina #Konflik Ukraina #Rusia
Bagikan
Bagikan