Badai PHK dan Polemik Kartu Prakerja di Tengah Pandemi COVID-19

Eddy FloEddy Flo - Jumat, 08 Mei 2020
 Badai PHK dan Polemik Kartu Prakerja di Tengah Pandemi COVID-19
Potret keluarga Dul Rohmat yang sehari-hari tinggal di becak akibat terkena PHK Corona (MP/Ismail)

MerahPutih.Com - Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi momok baru dalam dunia ketenagakerjaan akhir-akhir ini. Pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia tak terkecuali Indonesia membuat para pengusaha terus mengencangkan ikat pinggang. Indeks manufaktur Indonesia kian melorot hingga 27,5 yang membuat produktifitas manufaktur menurun, impor bahan baku terganggu dan ekspor lesu. Sehingga PHK menjadi opsi yang terpaksa dipilih oleh para pengusaha di akhir April hingga awal Mei, yang ironisnya bertepatan dengan Hari Buruh Se-Dunia.

Badai PHK dan Simpang Siur Data

Namun, di balik badai PHK, data tenaga kerja yang telah terimbas PHK berbeda antara Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) maupun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Aoindo). Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemenaker B Satrio Lelono pada 13 April 2020 mencatat setidaknya 2,8 juta pekerja telah terimbas PHK dan dirumahkan, dengan rincian 212.9394 pekerja dari sektor formal terkena PHK, 1.205.191 orang pekerja formal dirumahkan dan sekitar 282.000 orang tak memiliki penghasilan.

Baca Juga:

Kementerian Pertahanan Salurkan Paket Makanan Siap Saji untuk Tenaga Medis

Sementara Wakil Ketua Umum Kadin Suryani Motik menyebut korban PHK akibat pandemi COVID-19 bisa mencapai 15 juta jiwa. Angka itu bisa berasal dari sektor UMKM yang tidak melapor resmi pada Kemenaker. Jumlah tenaga kerja korban PHK ini bahkan diprediksi Kadin akan terus bertambah hingga mencapai 40 juta jiwa. Sedangkan Apindo menyatakan setidaknya jumlah korban PHK bisa bertambah hingga 3 juta orang, utamanya berasal dari sektor-sektor yang paling terpukul pandemi COVID-19 yakni pariwisata, penerbangan dan manufaktur.

Kehadiran program Kartu Prakerja ternyata tidak sepenuhnya jadi solusi ditengah badai PHK
Pemerintah mengeluarkan kartu pra kerja bagi warga yang terdampak Covid-19 (Foto: antaranews)

Salah satu stimulus yang diluncurkan oleh pemerintah dalam menghadapi badai PHK ini adalah Kartu Prakerja. Kartu Prakerja yang awalnya ditujukan bagi angkatan kerja baru yang skillnya masih terbatas dan ingin menyiapkan diri untuk terjun ke dunia kerja mendapat pelatihan juga insentif uang tunai, total manfaat yang diperoleh ialah sebesar Rp.3.550.000,- per-orang.

Namun seiring dengan munculnya badai PHK Presiden Jokowi meminta Kartu Prakerja fokus diberikan pada mereka yang terimbas PHK. “Bagi pekerja yang dirumahkan atau PHK saya minta diberikan prioritas untuk mendapatkan Kartu Prakerja”, kata Presiden Jokowi saat memimpin rapar terbatas dengan topik “Mitigasi Dampak COVID-19 terhadap sektor Ketenagakerjaan” di Istana Merdeka Kamis (30/4) lalu.

Cukup mengejutkan bahwa pendaftar Kartu Prakerja nyaris melonjak dua kali lipat dari target awal 5,6 juta orang menjadi 8,4 juta orang.

Kartu Prakerja dan Polemiknya

Keberadaan Kartu Prakerja menuai polemik. Pertanyaan hadir dari kalangan pengusaha yang menilai Kartu Prakerja dengan tujuan positif namun dalam implementasinya menimbulkan banyak tanda Tanya. Hal ini disampaikan oleh pengusaha sekaligus Ketua Apindo Sukabumi, Ning Wahyu Astuti dalam diskusi online yang digelar Lembaga Kajian Ekonomi dan Politik Ethical Politics, Rabu (6/5).

“Kartu Prakerja ini memang baik, tapi apakah pelatihan yang diberikan di Kartu Prakerja ini memang ada lowongan pekerjaannya? Apa memang benar-benar dibutuhkan?” ujar Ning Wahyu.

“Lantas jika misalnya Korban PHK diberi Kartu Prakerja buat apa mereka diberi pelatihan lagi? Kan mereka sudah punya keterampilan sesuai dengan industrinya masing-masing saat mereka masih bekerja? Jadi menurut saya masih banyak yang perlu dipertajam implementasi dari Kartu PraKerja ini” kata Ning Wahyu menambahkan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti Ekonomi Politik Ethical Politics Hasyibulloh Mulyawan. Pria yang karib disapa Iwan ini menilai peran negara masih minimalis dalam menghadapi masalah badai PHK dan polemic Kartu Prakerja. Seharusnya, kata dia, peran negara justru dibutuhkan secara maksimal di masa pandemi COVID-19 saat ini.

“Dari perspektif ekonomi politik peran negara seharusnya lebih maksimal, negara harus hadir dalam menyelesaikan permasalahan PHK juga polemik Kartu Prakerja. Jangan sampai proyek-proyek yang menjadi social safety net atau jaring pengaman sosial saat pandemi justru membuka peluang bagi pemburu rente atau rent seeker yang mencari keuntungan di tengah bantuan sosial” tegas Iwan.

PHK, Kartu Prakerja, dan Peluang Industri di Tengah Pandemi

Di sisi lain, dalam diskusi online bertajuk “Badai PHK dan Polemik Kartu Prakerja” itu, Dosen Sekolah Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional Irman G. Lanti, justru berharap pemerintah dapat melihat peluang pengembangan industri baru di tengah pandemi.

Efek ganas COVID-19 terhadap perekonomian dan ancaman krisis pangan seharusnya membuat mata pemerintah mulai melek dan sadar untuk kembali membangun industri pertanian. Hal itu, menurut Irman, penting untuk dilakukan agar Indonesia mampu mengurangi ketergantungan impor pangan.

“Sektor pertanian ini cenderung diabaikan, padahal saat pandemi seperti saat ini kita lihat semua orang butuh makan, dan bahan pangan terancam mengalami krisis karena kita tergantung pada impor. Coba bayangkan kalau industri pertanian kita kuat, kita nggak perlu impor dan bayangkan berapa banyak tenaga kerja yang bisa diserap” kata Irman.

Selain sektor pertanian, Irman juga menyarankan pemerintah agar fokus pada industri manufaktur. Pasalnya, indutri manufaktur bisa menyerap banyak tenaga kerja. “Kualitas angkatan kerja yang tiap tahun peningkatanya sekitar 3 juta orang ini harus dilihat, apakah bisa ditingkatkan keahliannya ke digital economy agar Indonesia bisa adaptif dengan pola perekonomian yang ada di dunia. Namun harus diingat pondasi makro ekonomi kita harus kuat agar tidak terjadi bubble economy terkesan meluas dan massif di awal seperti busa namun sewaktu-waktu bisa pecah dan hilang” pungkas Irman.

Baca Juga:

Hidayat Nur Wahid Desak Pemerintah Investigasi Kasus Perbudakan di Kapal Tiongkok

Pandemi COVID-19 memang belum usai namun tiap celah dan peluang bisa jadi dua mata pisau. Bencana bagi sebagian, bisa menjadi berkah bagi sebagian lainnya. Jalan tertutup di satu sisi, bisa menjadi peluang jalan terbuka di sisi lain. Tergantung perspektif kita melihatnya. badai PHK dan polemik Kartu Prakerja menunjukkan bahwa Indonesia belum tanggap memitigasi risiko ketenaga kerjaan. Harapannya ke depan solusi yang diberikan pemerintah dapat lebih komperhensif dalam menuntaskan permasalahan ketenagakerjaan.(Pon)

Baca Juga:

Kisah Satu Keluarga Tinggal di Becak, Tak Mampu Bayar Indekos dan Kena PHK

#Program Kartu Pra Kerja #PHK #PHK Massal #COVID-19
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan