Wisata Dunia

Baby Boom Gajah di Kenya Akibat Penutupan Ekowisata Selama Pandemi

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Rabu, 26 Mei 2021
Baby Boom Gajah di Kenya Akibat Penutupan Ekowisata Selama Pandemi
Kenya mengalami baby boom lebih dari 200 gajah selama pandemi COVID-19. (Foto: nationalgeographic.com)

PENELITI satwa liar dengan rajin menandai buku catatannya saat gajah mulai terlihat, mereka tidak ingin melewatkan satu pun dalam hitungannya. Sementara itu, pilot yang terbang tinggi dengan helikopter di atas taman Amboseli di Kenya, mengelilingi kawanan untuk memperlihatkan pemandangan yang lebih jelas dari kawanan itu: satu pasang bayi gajah kembar yang sangat langka di antara mereka.

"Terakhir kali Kenya merekam gajah kembar adalah 40 tahun lalu," kata Najib Balala, menteri pariwisata Kenya, melalui set headphone seperti diberitakan cnn.com (25/5). Dalam rentang waktu pandemi COVID-19, Kenya telah menyaksikan baby boom lebih dari 200 gajah. Balala menyebutnya "kado Covid".

Baca juga:

4 Singa di Kebun Binatang Barcelona Positif COVID-19

Meskipun beberapa hewan telah berkembang biak di taman yang tidak terlalu ramai selama pandemi, COVID-19 memiliki dampak yang menghancurkan pada konservasi di benua Afrika dan jutaan mata pencaharian yang bergantung pada ekowisata.

Pada Maret 2020, Kenya tiba-tiba menutup perbatasannya dalam upaya menghentikan penyebaran virus. Industri pariwisata negara yang bernilai miliaran dolar terhenti dan mereka kehilangan lebih dari 80% pendapatan. Kerugian tersebut diperkirakan Balala tidak akan pulih hingga 2024.

Habitat alami banyak satwa liar semakin berkurang di Kenya. (Foto: Twitter/@ecotourismkenya)

"Bisakah pariwisata bertahan sampai 2024? Kita perlu memikirkan kembali dan mengubah cara kita melakukan sesuatu sehingga kita bisa bertahan sampai pariwisata bangkit kembali," katanya kepada CNN.

Pertanyaan itu telah memicu upaya konservasi paling ambisius di Kenya: menghitung setiap hewan dan kehidupan laut di 58 taman nasional di seluruh negeri untuk pertama kalinya.

Sensus satwa liar luar biasa ini akan sangat penting untuk memahami dan melindungi lebih dari 1.000 spesies yang berasal dari Kenya. Beberapa di antaranya telah mengalami penurunan populasi yang mengkhawatirkan selama beberapa dekade terakhir.

Baca juga:

Hewan dapat Tertular Virus Corona?

Menggunakan pelacak GPS, pesawat terbang, perangkap kamera, dan tenaga kerja yang signifikan, Dinas Margasatwa Kenya (KWS) akan menghitung semuanya mulai dari jerapah hingga dik-dik berukuran kucing yang menawan selama tiga bulan.

Mereka akan fokus pada spesies langka, termasuk trenggiling yang sering diperdagangkan secara ilegal, antelop sitatunga, aardvark, dan landak yang belum pernah dihitung sebelumnya.

Sensus Satwa Liar untuk Pembaruan Sistem Konservasi

Orang-orang Masaai di Kenya sangat terpukul oleh penurunan pariwisata. (cnn.com)

Pengumpulan data yang belum pernah terjadi sebelumnya ini akan membantu Kenya lebih memahami satwa liarnya dan berbagai ancaman yang dihadapi saat ini. Misalnya seperti perubahan iklim, konflik manusia-satwa liar, dan menyusutnya habitat di tengah meningkatnya persaingan untuk penggunaan lahan.

Selama beberapa dekade, orang Maasai telah menyerahkan tanah untuk beberapa taman paling terkenal di Kenya. Noah Lemaiya, seorang gembala yang tinggal di pinggiran Amboseli mengatakan sejak turis berhenti datang, pendapatan desanya menyusut. "Perempuan dulu membuat gelang dan kalung. Tapi sekarang kami harus menjual seekor sapi untuk membeli makanan," kata Lemaiya. Ia juga berjuang dengan kekurangan air yang sangat penting untuk menjaga kawanannya tetap hidup.

Dr. Patrick Omondi, pelaksana tugas direktur keanekaragaman hayati, penelitian dan perencanaan di KWS, berharap sensus akan memberi mereka pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pola cuaca yang tidak menentu memengaruhi hewan dan memaksa habitat untuk berubah. "Kami akan menentukan di mana satwa liar ini berada dalam ruang dan waktu," katanya. Cara ini akan memungkinkan mereka membuat rencana pengelolaan yang lebih kuat.

"Kami telah melihat satwa liar masuk ke ruang yang belum pernah mereka kunjungi selama 50 tahun," tambahnya.

Pada akhir Juli, Omondi dan ratusan timnya akan menjelajahi setiap bagian lanskap Kenya melalui udara dan darat, dan telah mensurvei setiap danau dan taman laut dengan perahu dan peralatan bawah air. Setelah sensus selesai, pekerjaan konservasi cara baru bisa dimulai. (aru)

Baca juga:

Memilihara Hewan Bantu Lewati Masa Pandemi

#Wisata Dunia #Hewan
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.
Bagikan