PASUKAN Sekutu berhasil memukul mundur para pejuang Surabaya. Pertahanan mereka di berbagai tempat hancur. Bahkan tembakan mortir Sekutu pada 18 Nivember 1945 berhasil mengenai daerah Gubeng, Simpang, dan Tegalsari. Kondisi pertahanan Arek-Arek Suroboyo semakin kritis.
Baca juga: Pasukan Inggris Langgar Kesepakat Radius 800 Meter Pelabuhan (2)
Markas-markas pertahanan diubah ke arah selatan di Jalan Untung Suropati. Evakuasi korban harus tetap dilakukan menggunakan jalur kereta meski posisi Stasiun Gubeng mulai terancam.
Bahkan, tak lama selang pemberangkatan kereta api terakhir berisi pengungsi dan korban pada pagi, 19 November 1945, bagian tengah bangunan Stasiun Gubeng hancur diterjang mortir. Beberapa petugas kereta api dan anggota TKR gugur.

“Melihat gelagat semakin genting, maka pimpinan TKR Pelajar Staf I segera memerintahkan untuk menyelamatkan perbekalan kesatuan ke luar kota,” ungkap Asmadi pada Pelajar Pejuang.
Sementara perbekalan diungsikan pasukan dipimpin Mulyosudjono dibantu Abdullah Kusrin, Hibnu Arli, Suprapto, Suryono, dan lainnya menuju Mojokerto, sepasukan TKR Pelajar Staf I menyusun pertahanan di sekitar Viaduct Gubeng.
Dari kejauhan nampak truk besar penuh serdadu. Mereka mendekat. Suara derap lars pasukan itu pun semakin karib. Para pemuda bersiap. Pasukan resimen Punjab atau Pakistan datang tanpa senjata, pemuda pun urung menembak. “Mungkin saja mereka datang untuk menyerahkan diri,” ujar Asmadi.

“Assalamualaikum,” salam pasukan Punjab.
“Waalaikumsalam”. Mereka kemudian terlibat pembicaraan menggunakan bahasa isyarat.
Pasukan Punjab menghampiri berniat untuk memberikan ransum. Ketika para pemuda setuju, mereka balik kanan untuk mengambil pemberiannya.
Baca juga: Pamflet Petaka Dari Langit Surabaya Bikin Pejuang Murka
Pemuda-pemuda lantas kasak-kusuk. “Jadi kedatangan mereka hanya akan memberi makan kepada kita? Cuma itu!”
“Ya, bukan makan itu yang penting tetapi persahabatan dengan mereka!”.
“Tetapi, apakah mereka bisa dipercaya?”.
“Tampaknya bisa, buktinya persediaan peluru mereka tinggalkan ketika hendak pergi, juga mereka memberikan granat tangan”.
Lima menit berlalu namun Pasukan Punjab belum juga kembali. Jalan di depan pertahanan pemuda masih tetap sepi. Tiba-tiba suara berdentum datang dari utara. “Dum, dum, dum!” berturut-turut.

Menyusul kemudian suara “Iwir, iwir, iwir!”, berteman ledakan “Blar, blar, blar!”, di sekeliling pertahanan pemuda.
Bukan makanan kaleng, tetapi peluru-peluru mortir menghampiri. Semua pemuda memeluk bumi rapat-rapat menghindari pecahan baja. Napsu makan mendadak hilang.
Suara mortir surut. Satu per satu pemuda beranjak sembari mengumpat. “Jancuk, bangsat, kurang ajar, sambergledek!”. Ujar Asmadi. Mereka tertipu siasat Pasukan Punjab.
Meski sporadis, tak satu pun pihak pemuda jadi korban. Hanya dada saja terasa sakit karena tekanan udara dari ledakan. (*)
Baca juga: Perwira Inggris Kaget Arek-arek Suroboyo Bertempur Tak Takut Mati Seperti Orang Mabuk