Aparat Hukum Diminta Tidak Asal Rampas Aset Dugaan Pidana Korupsi

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Kamis, 29 Juli 2021
Aparat Hukum Diminta Tidak Asal Rampas Aset Dugaan Pidana Korupsi
Sidang dugaan korupsi. (Foto: Antara)

MerahPutih.com - Ratusan gugatan keberatan penyitaan aset dilayangkan pada PN Tipikor Jakarta dalam proses penegakan hukum atas kasus korupsi dan gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya dan kasus lainnya. Paling tidak, tercatat 102 gugatan keberatan yang masuk ke PN Tipikor Jakarta.

Gugatan ini muncul dari sejumlah investor dan perusahaan yang melakukan investasi di bursa efek, pascaputusan pengadilan Tipikor yang memutuskan untuk merampas aset berupa saham, rekening efek yang diduga ada kaitannya dengan aliran dana dari para terpidana kasus korupsi tersebut.

Baca Juga:

Para Pelaku Dugaan Korupsi Asabri Segera Disidang

Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad menegaskan, penyitaan hingga perampasan aset masyarakat yang tidak terkait tindak pidana korupsi ini terdapat pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Undang-undang 20 Tahun 2001.

"Kebijakan perampasan aset, terutama dalam rangka memenuhi uang pengganti, melalui mekanisme hukum pidana hanya dapat dirampas jika pelaku kejahatan oleh pengadilan telah dijatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Apabila putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap, maka pidana tambahan berupa perampasan aset maupun uang pengganti tidak dapat dieksekusi," kata Suparji di Jakarta (29/7).

Ia menegaskan, berdasarkan non-conviction based asset forfeiture, perampasan aset yang tidak dapat dibuktikan secara sah asal-usul dari aset tersebut, perampasannya tidak dapat dibenarkan. Jika dikaitkan dengan HAM, perampasan tersebut dapat menimbulkan pertentangan dengan asas praduga tak bersalah.

"Hak atas kepemilikan aset oleh warga negara harus dilindungi dan dihormati oleh negara, sehingga terdakwa perlu menjelaskan dimuka persidangan bahwa aset tersebut didapat secara sah, dan mengajukan keberatan di pengadilan sesuai Pasal 79 ayat 5 UU TPPU," kata dia.

Penelitian hukum normatif yang dilakukan Pakar Hukum Pidana Patra M Zen, menuliskan, untuk merampas aset, apakah itu merupakan barang bukti ataupun aset yang diduga terkait tindak pidana, harus dibuktikan melalui pemeriksaan dan verifikasi.

"Apalagi saat ini marak kasus keberatan pihak ketiga ke PN Tipikor atas putusan perampasan aset pihak ketiga.Tapi, sering kali majelis hakim tidak menguraikan dasar alasan serta alat bukti untuk mendukung keyakinannya dalam putusan perampasan aset. Hal ini, menimbulkan ketidakadilan dan pelanggaran hak bagi pihak ketiga yang beriktikad baik dalam suatu perkara," kata Patra.

Penyitaan aset dugaan kasus korupsi. (Foto:Kejagung)
Penyitaan aset dugaan kasus korupsi. (Foto:Kejagung)

Pasal 19 UU Tipikor, kata ia, bisa menjadi jalan bagi pihak yang keberatan untuk mengajukan gugatan perdata. Namun, diakui Zen hanya sedikit mengatur mengenai perlindungan pihak ketiga.

"Namun masalahnya mereka tidak pernah dihadirkan dan diperiksa untuk membuktikan harta kekayaan yang disita dalam sidang perkara terdakwa," tulisnya.

Sebelumnya, Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung berhasil menjual secara lelang 5 (lima) unit kapal dari 17 (tujuh belas) unit kapal yang ditawarkan lelang melalui Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Samarinda.

Lelang benda sitaan yang dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 45 KUHAP terhadap 17 (tujuh belas) unit kapal dalam perkara Tindak Pidana Korupsi pada PT. Asabri atas Nama Tersangka HH, pada saat Aanwijzing atau Penjelasan Lelang Benda Sitaan yang dilaksanakan pada hari Rabu 30 Juni 2021 dihadiri oleh calon peserta lelang dan undangan sebanyak 22 (dua puluh dua) orang. (*)

Baca Juga:

Bikin Investor Was-was, Kejagung Didesak Tidak Asal Sita Aset Kasus Asabri dan Jiwasraya

#Kasus Korupsi #Dugaan Korupsi #Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (KKN)
Bagikan
Bagikan