PILIHAN terhadap suatu jenis makanan bukanlah sesuatu yang kita punya sejak lahir. Sebuah studi Rabu lalu (15/3) di jurnal Cell Metabolism menunjukkan bahwa makan camilan berlemak atau bergula rupanya dapat mengubah aktivitas otak kita dan menciptakan preferensi yang bertahan lama untuk makanan yang kurang sehat ini.
Mengutip NBC, untuk mencapai kesimpulan itu, para peneliti di Yale University dan Max Planck Institute for Metabolism Research di Jerman memberi satu kelompok peserta yogurt tinggi lemak dan bergula tinggi dua kali sehari selama delapan minggu.
Sementara kelompok lain mendapat versi rendah lemak dan rendah gula. Kemudian kedua kelompok melanjutkan kebiasaan makan normal mereka.
Pada akhir masa penelitian, kedua kelompok diminta untuk menilai aneka puding dengan berbagai konsentrasi lemak dan jus apel dengan kisaran kadar gula.
Baca juga:
Tak cuma Pempek, Taste Atlas Juga Akui Kenikmatan Makanan Indonesia Ini

Kelompok yang mengonsumsi yogurt tinggi lemak dan tinggi gula mengatakan bahwa mereka tidak menyukai puding rendah lemak dan tidak menginginkan jus apel rendah gula sebanyak yang mereka konsumsi pada awalnya.
“Selanjutnya, para peserta menjalani scan MRI sambil meminum milkshake. Pemindaian menunjukkan bahwa suguhan tersebut meningkatkan aktivitas otak pada kelompok yang mengonsumsi yogurt tinggi lemak dan tinggi gula, tetapi tidak pada kelompok lainnya,” tulis NBC.
Akhirnya, para peneliti menyimpulkan bahwa camilan berlemak dan bergula mengaktifkan sistem dopamin otak yang memberi orang perasaan motivasi atau penghargaan.
“Misalkan sebuah toko roti baru buka di sebelah tempat kerja Anda dan Anda mulai mampir dan menikmati sebuah scone setiap pagi. Itu saja dapat memperbaiki sirkuit pembelajaran dopamin fundamental dasar Anda,” ungkap Dana Small, penulis senior studi dan direktur Pusat Penelitian Diet dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Yale.
Small mengatakan, pola makan memiliki efek yang sangat kuat pada aktivitas otak sehingga sinyal dopamin dapat menyala bahkan saat seseorang mengantisipasi mengkonsumsi makanan berlemak atau bergula, seperti saat melewati toko roti atau mencium bau kue.
“Itu hanya memberi tahu kita seberapa sensitif kita terhadap lingkungan makanan, dan bagaimana lingkungan makanan benar-benar dapat mengubah perilaku kita,” katanya.
Baca juga:
Terinspirasi dari Makanan Indonesia, Sejauh Mata Memandang Rilis Koleksi 'Kudapan'

Studi itu boleh dibilang berskala kecil. Hanya melibatkan 49 orang, semuanya sehat, tidak merokok atau minum obat, dan tidak kelebihan berat badan atau obesitas.
Secara keseluruhan, para peserta tidak mendapatkan berat badan yang signifikan selama delapan minggu.
Small menambahkan, penelitian ini adalah yang pertama yang menunjukkan pada manusia bahwa perubahan pola makan yang kecil pun dapat memperbaiki sirkuit otak dan meningkatkan risiko jangka panjang untuk makan berlebihan atau penambahan berat badan.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa obesitas dapat mengubah aktivitas otak manusia. Juga bahwa orang memiliki keengganan bawaan terhadap makanan pahit dan kecenderungan untuk makanan manis. (dsh)
Baca juga: