JIKA kamu malas untuk terlibat dalam satu grup atau kelompok untuk mengerjakan tugas bersama. Dalam kegiatan tersebut kamu akan menemukan beragam karakter dan sifat yang berbeda dan dihadapkan dalam tanggung jawab.
Nah, bisa jadi kamu terkena fenomena social loafing. Saat ini, fenomena ini dapat terjadi dimana saja, baik di lingkungan kantor, sekolah, hingga di rumah. Lalu, apa itu social loafing? Berbahaya kah? Apakah ada upaya pencegahannya?
Baca Juga:

Mengenal social loafing
Jarang terdengar, fenomena social loafing ini merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi seseorang yang melakukan usaha lebih sedikit ketika berada di dalam suatu kelompok.
Bukan hal baru, ternyata fenomena social loafing ini pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan bernama Max Ringelmann sekitar tahun 1900-an. Kemudian, penelitian ini dikembangkan oleh psikolog Amerika bernama Bibb Latane. Penelitian The Ringelmann effect: Studies of group size and group performance, menjelaskan ketika seseorang berada dalam satu kelompok, maka usaha yang dikeluarkan akan lebih sedikit, dibandingkan saat harus berusaha atau berjuang sendirian.
Melansir dari laman Klikdokter, menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi., menjelaskan bahwa fenomena social loafing terjadi saat seseorang mengurangi usahanya ketika terlibat dalam suatu kelompok kerja.
“Penyebab munculnya social loafing adalah karena orang tersebut memiliki self-esteem yang rendah. Sehingga, ketika ada orang lain yang dirasa lebih baik, dia akan merasa orang lain dapat melakukannya lebih baik,” ujar Ikhsan.
Uniknya, telah ditemukan alat ukur social loafing yaitu Social Loafing Tendency Questionnaire (SLQT). Alat ini mampu mengukur tingkat kemalasan seseorang saat berada di dalam kelompok atau ketika bekerja seorang diri.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan seseorang dengan fenomena social loafing. Pertama karena kurangnya motivasi. Orang yang motivasinya kurang cenderung akan malas dan mengabaikan tugas.
Kedua, tidak memiliki tanggung jawab. Orang dengan social loafing tidak bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diberikan saat berada dalam kelompok. Selain itu, ia juga akan sulit dimintai bantuan dan akan melemparkan tanggung jawabnya ke anggota yang lain.
Ketiga, kelompok terlalu besar. Dalam kelompok yang besar, orang dengan sifat social loafing akan semakin mengabaikan tugas yang diberikan. Dalam kelompok besar, umumnya terlalu banyak anggota dengan pembagian kerja yang tidak jelas.
Keempat, ekspektasi terbalik. Walau berada dalam kelompok yang memotivasi, umumnya orang akan terbawa dan termotivasi untuk melakukan hal yang sama. Namun, mereka dengan social loafing akan berekspektasi sebaliknya. Mereka merasa pekerjaan akan selesai tanpa harus berkontribusi apa pun.
Baca Juga:

Cara mengatasi
Menukil laman Psikomedia, menurut Piezon Donaldson (2005) terdapat beberapa cara yang direkomendasikan untuk dapat mengurangi social loafing, antara lain:
1. Memperjelas peran dan tanggung jawab setiap anggota.
2. Menetapkan jadwal atau tenggat waktu dan pencapaian tugas.
3. Memberikan feedback yang berarti untuk individu dan kelompok.
4. Membatasi jumlah anggota kelompok (tidak terlalu besar).
5. Menekankan pentingnya kerja tim.
6. Membuat individu memandang tugas mereka sebagai sesuatu yang berarti.
7. Membuat individu merasa adil dalam distribusi tugas dan penghargaan (reward).
Hati-hati, cepat atau lambat sifat social loafing dapat menjauhkan kepercayaan orang lain dari dirimu. Jadi, mulailah bertanggung jawab pada tugas dan kewajiban yang sudah diberikan. (dgs)
Baca Juga: