MerahPutih.com - Banjir selalu membayangi warga Jakarta setiap musim hujan. Bencana rutin itu juga yang hingga kini belum selesai diatasi dari gubernur satu ke gubernur selanjutnya. Tak terkecuali Anies Baswedan.
Masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berakhir pada 16 Oktober 2022. Hingga Anies pensiun sebagai Gubernur DKI, sepertinya warga Jakarta masih harus bersiap tetap hidup dalam bayang-bayang banjir. Lalu apa upaya Anies selama menjabat sebagai gubernur untuk menghentikan warisan banjir masa lalu?
Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Uno mengucap sumpah jabatan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, 16 Oktober 2017, sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI. Sejak saat itu, harapan penangan permasalahan ibu kota sangat besar. Setelah Sandiaga Uno mengundurkan diri utuk maju Pilpres 2019, Anies kemudian didampingi politisi Gerindra Riza Patria sebagai wakil gubernur.
Terutama terkait penangan banjir, Anies diharapkan dapat meneruskan upaya Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Jokowi dikenal serius dalam penanganan banjir di antaranya dengan program penataan bantaran kali dan relokasi. Program tersebut juga berlanjut semasa Ahok. Bahkan, Ahok dikenal tegas dalam merelokasi warga, meski mendapat penentangan sebagian warga seperti dalam penataan Kampung Pulo.
Baca Juga:
Wagub Riza Klaim Program Penanggulangan Banjir Jakarta Tinggal Eksekusi
Lalu bagaimana Anies? Anies juga tak lepas dengan penataan kali, khususnya Sungai Ciliwung, karena itu sebagai salah satu sumber banjir Jakarta. Tapi, kemudian muncul polemik penghapusan program normalisasi sungai dalam usulan perubahan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) DKI.
Di satu sisi, Pemprov DKI membantah ada penghapusan normalisasi sungai. Kegiatan normalisasi sungai tetap tercantum dalam bab IV, yang juga sejalan dengan kesepakatan bersama Rencana Aksi Penanggulangan Banjir dan Longsor di Kawasan Jabodetabekpunjur 2020-2024.
Anies meninggalkan istilah "normalisasi" dan memilih konsep naturalisasi sungai. Anies menyatakan bahwa naturalisasi sungai berbeda dengan normalisasi. Naturalisasi sungai tidak akan menggusur rumah warga di bantaran sungai.
Kemudian muncul juga istilah baru dalam penanganan banjir Jakarta masa Anies yaitu Gerebek Lumpur. Program tersebut yaitu pengerukan waduk, danau, dan sungai dengan mengerahkan alat-alat berat. Awalnya dimulai di Waduk Rio Rio pada September 2020. Anies juga meminta warga melaporkan jika ada sungai atau kali dangkal untuk melapor untuk selanjutnya di-Gerebek Lumpur. Anies ingin ada partisipasi masyarakat dalam membersihkan lingkungan mereka masing-masing, seperti parit, sungai, dan waduk.
Seperti menghadapi musim hujan akhir tahun 2022, Gerebek Lumpur juga mulai digerakkan, berharap banjir tidak datang terlalu cepat, tapi terserap atau tertampung lebih banyak di kali-kali, sungai, atau waduk. Gerebek Lumpur di lima wilayah kota administrasi DKI Jakarta. Sebelum lengser, Anies harus berjibaku menghadapi banjir akhir 2022.
Salah satu banjir besar yang tercatat pada masa jabatan Anies yaitu awal tahun 2020. Banjir disebabkan meningkatnya curah hujan pada akhir Desember 2019 hingga memasuki awal tahun 2020. Banjir juga semakin meluas dengan meluapnya sungai-sungai terutama yang berhulu di Bogor. Pengungsi saat itu berjumlah 31.232 orang yang berasal dari 158 kelurahan.
Presiden Jokowi sampai ikut mengomentari banjir Jakarta tersebut. Menurut Jokowi, tiga kawasan harus menjadi perhatian dalam penanganan banjir Jakarta yakni bagian hulu, bagian tengah, serta bagian hilir. Untuk kawasan di bagian hulu, perlunya dibangun bendungan dan rehabilitasi hutan khususnya daerah Bogor, Jawa Barat.
Sementara itu, di bagian tengah perlu ada pelebaran badan sungai. Jokowi tidak mempersoalkan konsep pelebaran sungai, baik normalisasi maupun naturalisasi ala Anies, asal semuanya dikerjakan dengan baik.
Kemudian untuk daerah hilir, Presiden meminta waduk untuk terus dirawat, bahkan ditambah. Pompa-pompa penyedot air di beberapa waduk juga perlu diperbanyak.

Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga mengatakan bahwa banjir yang melanda Jakarta awal tahun 2020 merupakan banjir lokal atau bukan banjir kiriman dari Bogor. Banjir lokal maksudnya banjir akibat curah hujan tinggi.
Ia menyebut, banjir itu dipengaruhi dua faktor, yakni kurangnya lebar sungai dan tidak bisa menampung air, serta sanitasi yang buruk. "Itu banjir lokal," kata dia.
Anis Baswedan tak mau berpolemik terkait penyebab banjir besar Jakarta awal tahun 2022. Anies menyatakan lebih memilih fokus terhadap penanganan dan penyelamatan warga dibandingkan mencari faktor penyebab dari banjir. Hal itu dinyatakan Anies menanggapi pernyataan Presiden Jokowi bahwa banjir Jakarta karena sampah.
Setelah banjir besar itu pula, Anies kemudian lebih memilih target banjir dapat surut dalam waktu 6 jam ketika curah hujan deras turun mengguyur ibu kota.
"Bila hujan di atas 100 mm seperti awal tahun lalu (awal 2019) terjadi hujan 377 mm, maka tanggung jawab kita adalah, ini saya sampaikan sebagai arahan, ada dua indikator suksesnya, satu tidak ada korban, semua warga selamat. Dua, genangan harus surut dalam 6 jam," kata Anies di Lapangan JICT II, Tanjung Priok, Jakarta Utara, November 2020.
Bisa jadi Anies menyadari bahwa penanganan banjir Jakarta bukan hal mudah di tengah kompleksitas permasalahan lingkungan di Jakarta. Pemukiman penduduk di pinggiran sungai, sampah, pembangunan, dan tentu saja kiriman air yang tak bisa dikendalikan dari hulu. Menyurutkan banjir lebih cepat jadi solusi sementara yang dianggap lebih masuk akal.
Baca Juga:
[Hoaks atau Fakta]: Anies Sebut Solusi Banjir Jakarta Tunggu Musim Kemarau
Saat acara skrining TBC Balai Kota DKI, 27 September 2022, Anies tak mau menyebut program apa yang harus diteruskan oleh gubernur mendatang setelah dirinya lengser sebulan lagi, termasuk dalam hal penangan banjir yang selalu menjadi isu utama pemimpin ibu kota.
Anies menyadari, gubernur DKI selalu berganti, setiap kebijakan pemimpin Jakarta juga tak selalu sama tergantung kebijakan masing-masing. Anies tak menyebutkan satu hal untuk dilanjutkan suksesornya.
Anies menyebut, tak ada pekerjaan rumah (PR) untuk gubernur selanjutnya. Selalu ada pergantian, lalu diikuti rotasi, ada mutasi, ada promosi untuk bawahan. Pemprov akan mengalami pembaharuan terus menerus.
"Jadi kita ketika mulai bertugas di Jakarta, melanjutkan apa yang sudah dikerjakan, gubernur sebelumnya juga melanjutkan dari gubernur yang sebelumnya. Selalu ada continuity (keberlanjutan). Tapi juga selalu ada change (perubahan). Change itu adalah pasti dengan orang yang baru ada inovasi, ada kebaruan, itu bagian dari organisasi tumbuh berkembang," jawab Anies kepada Merahputih.com, terkait pertanyaan soal jabatannya yang sebentar lagi selesai.
Anies mengatakan, Pemprov DKI Jakarta bertugas membuat kota menjadi yang lebih layak untuk seluruh penghuninya, untuk semua makhluk, manusia, tanaman, hewan. "Semua di tempat ini bisa lebih layak. Jadi itu tugas Pemprov dan terus menerus dilakukan pembaruan," katanya.
Namun, meskipun Anies di depan publik mengaku tak ada spesifik pekerjaan rumah (PR) untuk gubernur DKI selanjutnya, toh semua orang ingin dikenang. Minimal dapat diingat meski tak harus diteruskan di masa mendatang.

Di masa penghujung jabatan, Anies mengeluarkan satu kartu truf dalam pencegahan banjir, yaitu pembangunan sistem pengambilan dan treatment sampah badan air melalui rekayasa sungai pada Kali Ciliwung. Pembangunan proyek itu dilakukan di segmen TB Simatupang, Jakarta Selatan. Anies menyebut proyek tersebut sebagai sistem saringan sampah badan air di perbatasan Jakarta.
"Ini adalah proyek pertama kali di Jakarta dan bahkan pertama kali di Indonesia ada penyaringan seperti ini. Konsep perencanaan saringan sampah ini hasil pembahasan bersama ITB (Institut Teknologi Bandung) dan disepakati dengan BBWSCC (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane)," kata Anies saat mengunjungi lokasi proyek di segmen TB Simatupang, Jakarta Selatan, 26 September 2020.
Anies mengatakan, ide untuk “mencegat sampah” di perbatasan ini sebenarnya sudah terpikir ketika awal menjabat gubernur. Dalam catatannya, ada 52 ton sampah diangkut dari Sungai Ciliwung setiap hari. Bahkan, sempat mencapai 360 ton ketika hujan ekstrem pada 2020 yang kemudian menyebabkan banjir besar di Jabodetabek.
Pembangunan saringan raksasa itu diharapkan dapat mencegah sampah sampai sebelum masuk pemukiman yang padat yang akhirnya mencegah banjir. Anies menargetkan, proyek senilai Rp 195 miliar rupiah terebut bisa tuntas sebelum akhir tahun 2022, yang kemungkinan ketika dirinya sudah lagi tak jadi gubernur. Akankah ini jadi warisan Anies untuk mencegah banjir Jakarta? Kita lihat saja.
Tapi sepertinya, Anies tak akan lengser dengan tenang. Banjir lokal akhir tahun 2022 mulai menerjang. Seperti pada Kamis, 6 Oktober 2022, banjir akibat curah hujan tinggi, terjadi di mana-mana.
Setidaknya dalam catatan BPBD DKI banjir tersebut merendam 17 ruas jalan dan 41 RT di seluruh Jakarta. Arus lalu lintas lumpuh. Banjir bahkan merenggut korban jiwa. Tiga pelajar meninggal dunia karena tertimpa tembok pembatas sekolah yang roboh akibat banjir di Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan. (*)
Baca Juga:
Banjir Jakarta Diklaim Tidak Separah Daerah Lain di Pulau Jawa