Ancaman Obesitas Sebagai Pemicu Komplikasi

P Suryo RP Suryo R - Rabu, 08 Maret 2023
Ancaman Obesitas Sebagai Pemicu Komplikasi
Obesitas merupakan penyakit dan dapat memicu komplikasi. (freepik/jcomp)

APAKAH kamu tahu, perbedaan berat badan dan obesitas? Keduanya jelas berbeda loh. Obesitas disebabkan oleh kelebihan kadar lemak tubuh. Sementara berat badan berlebih dapat terjadi akibat penumpukan lemak, cairan, atau massa otot yang besar. Namun, dalam dunia medis, istilah berat badan berlebih biasanya terjadi akibat penumpukan massa lemak.

Umumnya masyarakat beranggapan bahwa obesitas bukan penyakit, malahan anak-anak yang gemuk terlihat lucu dan menggemaskan. Padahal obesitas merupakan penyakit dan dapat memicu komplikasi.

Baca Juga:

Yuk, Cegah Obesitas Anak Sejak Dini

obes
Obesitas menjadi faktor risiko terhadap penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung, kanker, hipertensi, penyakit metabolik dan non metabolik lain penyebab kematian. (freepik/rawpixels)

Obesitas terjadi karena tidak seimbangnya asupan energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gejala klinis yang dijumpai mulai dari bagian atas tubuh yaitu pada kepala wajah bulat, pipi tembem, dagu rangkap. Pada leher tampak pendek dan terdapat bercak kehitaman di belakang leher, perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat.

Obesitas termasuk pada golongan penyakit yang perlu intervensi secara komprehensif. Selain memberikan dampak terhadap penyakit tidak menular obesitas juga berdampak kerugian ekonomi yang dipicu oleh biaya perawatan yang tinggi. Hal ini juga dibenarkan oleh Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS.

"Obesitas menjadi faktor risiko terhadap penyakit-penyakit tidak menular antara lain diabetes, jantung, kanker, hipertensi, penyakit metabolik dan non metabolik lainnya, serta berkontribusi sebagai penyebab kematian tertinggi," jelas Maxi pada konferensi pers Hari Obesitas Sedunia 2023, Senin (6/3).

Selain itu, obesitas merupakan masalah yang global. Sekitar 2 miliar penduduk dunia dan mengancam kesehatan masyarakat termasuk di Indonesia. Pada tahun 2030 itu diperkirakan 1 dari 5 wanita dan 1 dari 7 pria akan hidup dengan obesitas.

Pemerintah telah mengatur kandungan gula, garam, dan lemak pada produk makanan olahan maupun makanan siap saji. Hal ini salah satu cara bagaimana pemerintah mengatasi obesitas dan menghindari komplikasi.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes mengungkapkan permasalahan obesitas ini harus melibatkan lintas sektor. “Sudah ada Perpres tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di mana kita perlu mengupayakan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat sehat dan berdaya guna,” ungkap Eva.

Obesitas dapat terjadi di semua umur. Obesitas pada anak didiagnostik dengan antropometri melalui penimbangan berat badan, pengukuran panjang atau tinggi badan, lalu menghitung indeks massa tubuh dengan rumus BB/TB dalam meter.

Baca Juga:

Hati-Hati, Obesitas Bisa Menurun pada Anak

obes
Obesitas pada anak didiagnostik dengan antropometri. (KemenkesRI)

Seperti yang disampaikan oleh dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), SpA(K) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), obesitas pada anak dapat dicegah dengan memberi makanan yang sehat mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, dan karbohidrat yang seimbang. Jangan yang berlebihan dan harus sesuai porsinya.

“Selanjutnya mengurangi konsumsi gula, dan lebih mengutamakan minum air putih dibandingkan minum minuman-minuman kemasan yang mengandung gula yang tinggi. Disamping itu diiringi dengan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, untuk anak bisa dengan cara mengajak bermain,” tegas Winra.

Selain itu, pastikan anak cukup tidur. Untuk anak usia 4 – 12 bulan setidaknya tidur 12 – 16 jam, untuk anak usia 1 – 2 tahun tidur 11 – 14 jam, untuk anak usia 3 – 5 tahun tidur 10 – 13 jam, untuk anak 6 – 12 tahun tidur 9 – 12 jam, dan anak remaja usia 13 – 18 tahun itu tidur 8 – 10 jam.

“Kalau sudah obesitas yang harus dilakukan adalah perlu pemantauan supaya tidak terjadi komplikasi,” kata Winra.

Obesitas pada orang dewasa dapat memengaruhi kesuburan. Himpunan Studi Obesitas Indonesia (Hisobi) dr. Nurul Ratna Mutu Manikam mengatakan hormon estrogen dalam tubuh menyimpan massa lemak tubuh. Tubuh manusia dapat menyimpan lemak dalam jumlah tak terbatas.

Dengan penyimpanan lemak yang sangat banyak dalam tubuh itu memberikan respons peningkatan kerja dari hormon estrogen. “Ini yang menyebabkan kenapa kesuburan itu terganggu karena simpanan lemak terlalu tinggi, di samping itu lemak yang terlalu tinggi mengeluarkan sisa-sisa negatif bagi tubuh yang akan mempengaruhi proses mekanisme endokrin atau proses hormonal dalam tubuh sehingga mempengaruhi siklus menstruasi, siklus kesuburannya juga terpengaruh,” ungkap Nurul.

Selain itu jumlah akumulasi lemak di dalam perut juga secara mekanik menyebabkan tuba dalam rahim menjadi sempit sehingga proses fertilisasinya akan terganggu. (dgs)

Baca Juga:

Obesitas dan Gaya Hidup Buruk jadi Biang Sakit Diabetes

#Kesehatan #Obesitas #Anak #Parenting
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love
Bagikan