Amnesty International Sebut KUHP Baru Bentuk Kemunduran HAM

Andika PratamaAndika Pratama - Selasa, 06 Desember 2022
Amnesty International Sebut KUHP Baru Bentuk Kemunduran HAM
Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid (Foto: MP/Ponco Sulaksono)

MerahPutih.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) lewat sidang Paripurna, Selasa (6/12). Pengesahan undang-undang yang kontroversial ini diwarnai aksi protes dari sejumlah kalangan.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, pengesahan KUHP baru ini sebagai bentuk kemunduran dramatis dari kemajuan hak asasi manusia di Indonesia yang sudah terjadi lebih dari dua dekade.

Baca Juga

Publik Silakan Tempuh Jalur Hukum jika Tak Puas dengan KUHP Baru

"Fakta bahwa pemerintah Indonesia dan DPR setuju mengesahkan hukum pidana yang secara efektif melemahkan jaminan HAM sungguh mengerikan," ujar Usman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (6/12).

Menurut Usman, KUHP baru terkesan kontroversial dan melampaui batas hanya akan lebih memperburuk ruang sipil yang sudah menyusut di Indonesia.

Pemberlakuan kembali ketentuan yang melarang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, pemerintahan yang sedang menjabat serta lembaga negara akan semakin menghambat kebebasan berpendapat sambil mengkriminalisasi perbedaan pendapat yang sah dan damai.

"Larangan demonstrasi publik tanpa izin jelas dapat membatasi hak untuk berkumpul secara damai," imbuh Usman.

Baca Juga

Pengesahan RKUHP Perkuat Hukum Pidana Nasional

Usman menegaskan, KUHP yang baru secara praktis memberikan wewenang kepada mereka yang berkuasa di masa sekarang dan ke depan untuk menekan pendapat yang tidak mereka sukai melalui penegakan hukum yang selektif.

"Ini dapat menciptakan iklim ketakutan yang menghambat kritik damai dan kebebasan berkumpul," tegas Usman.

Oleh karena itu, sambung Usman, KUHP ini seharusnya tidak pernah disahkan sedari awal dan merupakan kemunduran dramatis dari kemajuan hak asasi manusia di Indonesia.

Pria yang juga Ketua Dewan Pengurus Public Virtue ini menuturkan, bahwa DPR dan pemerintah tidak mendengarkan partisipasi masyarakat.

"RUU ini tidak dibahas secara sungguh-sungguh, bahkan dalam empat tahun terakhir, dari segi prosesnya memang banyak masalah," kata dia.

Sedangkan dari substansinya, pemerintah mengklaim bahwa ini adalah Undang-Undang yang dihasilkan sebagai produk dekolonialisasi dan demokratitasi. Namun disebut Usman jadi malah sebaliknya dan kemunduran.

"Jadi melepaskan prinsip-prinsip demokratisasi, melepas prinsip-prinsip anti kolonialisme, anti otoritarianisme di dalam undang-undang ini, contohnya satu pasal penghinaan presiden," kata Usman. (Knu)

Baca Juga

AJI Sebut 17 Pasal di RKUHP Ancaman Kebebasan Pers

#KUHP #Amnesty Internasional #Usman Hamid
Bagikan
Bagikan